Kebohongan Alih-alih Diplomasi: Strategi Konsisten Amerika di Asia Barat
https://parstoday.ir/id/news/world-i177558-kebohongan_alih_alih_diplomasi_strategi_konsisten_amerika_di_asia_barat
Pars Today – Majalah Foreign Policy dalam laporannya mengkaji kebijakan-kebijakan Amerika Serikat di kawasan Asia Barat.
(last modified 2025-09-29T13:55:06+00:00 )
Sep 29, 2025 20:53 Asia/Jakarta
  • Kebohongan Alih-alih Diplomasi: Strategi Konsisten Amerika di Asia Barat

Pars Today – Majalah Foreign Policy dalam laporannya mengkaji kebijakan-kebijakan Amerika Serikat di kawasan Asia Barat.

Ketidakmampuan Washington untuk memahami realitas kawasan telah menyebabkan kebohongan menjadi strategi konsisten Amerika di kawasan Asia Barat, alih-alih diplomasi. Menurut Pars Today, mengutip Fars News Agency (FNA), "Para analis politik percaya bahwa kebijakan Washington di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir didasarkan pada serangkaian kebohongan, ilusi, dan penipuan diri yang tidak hanya menyebabkan runtuhnya pengaruh Amerika di kawasan, tetapi juga membuka jalan bagi bencana kemanusiaan dan ketidakstabilan yang meluas. Amerika Serikat, terutama di masa pemerintahan Biden, berbicara tentang "upaya gencatan senjata di Gaza" dan "komitmen terhadap solusi dua negara" sementara secara bersamaan mengirimkan senjata kepada rezim Zionis dan memberikan cek kosong dukungan militer kepada Tel Aviv."

 

AS Mitra Sejati Kejahatan Israel di Gaza

 

Meskipun Gedung Putih mengaku peduli dengan "nyawa kedua belah pihak", kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa Washington telah menjadi kaki tangan penuh kejahatan ini dengan mendukung tanpa syarat serangan Israel yang menghancurkan di Jalur Gaza. Janji gencatan senjata, perundingan tanpa akhir, dan klaim perdamaian AS terus dikumandangkan, sementara jumlah korban Palestina telah melampaui puluhan ribu dan Gaza telah menjadi reruntuhan manusia dan moral.

 

Washington, Mitra Pendudukan dan Musuh Rakyat Palestina

 

Meskipun telah berulang kali diperingatkan tentang konsekuensi dari dukungan membabi buta terhadap Tel Aviv, pemerintahan AS secara berturut-turut tidak hanya gagal mereformasi kebijakan mereka, tetapi juga membuka jalan bagi pendudukan, pembangunan permukiman, dan pengepungan dengan secara keliru membenarkan pembelaan demokrasi dan hak asasi manusia. Dari pemerintahan Clinton hingga pemerintahan Biden, Washington tampak sebagai mediator, tetapi dalam praktiknya justru menjadi mitra pendudukan dan musuh rakyat Palestina.

 

Ketidakmampuan Amerika untuk Memahami Realitas Kawasan

 

Kebohongan-kebohongan ini tidak terbatas pada isu Palestina. Di Irak, Afghanistan, Suriah, dan Libya, para pembuat kebijakan Amerika juga menyebabkan bencana yang mengakibatkan jutaan orang tewas dan mengungsi akibat kesalahpahaman, analisis intelijen yang tidak lengkap, dan arogansi strategis. Kekalahan Amerika di Afghanistan, kebangkitan Taliban, meluasnya pengaruh Iran di Irak setelah pendudukan, dan menguatnya gerakan teroris di Suriah, semuanya merupakan tanda-tanda menurunnya kekuatan Amerika Serikat dan ketidakmampuannya untuk memahami realitas kawasan.

 

Upaya Washington untuk Menutupi Penurunan Pengaruh dan Kegagalan Beruntun

 

Para analis mengatakan bahwa kebijakan AS di Timur Tengah merupakan siklus kegagalan yang berulang; mulai dari pendudukan militer hingga proyek-proyek politik yang gagal. Pertama, salah perhitungan, lalu bersikeras melanjutkan jalan yang salah, dan akhirnya menyembunyikan kebenaran dengan lapisan kebohongan dan propaganda. Apa yang dipromosikan di Washington sebagai "diplomasi aktif" sebenarnya adalah upaya untuk menutupi penurunan pengaruh dan kegagalan beruntun.

 

Kebohongan yang Disebut Solusi Dua Negara

 

Di antara semuanya, kebohongan "solusi dua negara" adalah salah satu contoh yang paling jelas. Amerika Serikat telah mengulang-ulang slogan ini selama bertahun-tahun, meskipun menyadari sepenuhnya bahwa rezim Zionis tidak hanya tidak percaya pada pembentukan negara Palestina, tetapi juga secara praktis telah menghancurkan kemungkinan terwujudnya negara tersebut melalui pembangunan permukiman, penghancuran rumah, dan pembersihan etnis. Pengulangan ilusi ini secara terus-menerus telah mengubahnya dari sebuah kesalahan perhitungan menjadi kebohongan yang terlembagakan dalam kebijakan luar negeri Amerika.

 

Runtuhnya Kepercayaan dan Kebingungan Strategis Amerika

 

Realitasnya adalah bahwa Washington telah berkelana selama bertahun-tahun antara ilusi kekuatan dan realitas kelemahan. Ia tidak mampu memaksakan kehendaknya maupun bersedia menerima kekalahan. Karena alasan ini, alih-alih meninjau kembali pendekatannya, para politisi Amerika justru beralih ke narasi-narasi imajiner; mulai dari janji perdamaian yang akan segera terjadi hingga klaim "kemajuan dalam negosiasi". Optimisme artifisial ini merupakan tanda runtuhnya kepercayaan dan kebingungan strategis Amerika. Di berbagai waktu, badan intelijen Amerika telah berulang kali melakukan kesalahan serius; mulai dari penilaian yang salah atas penerimaan Yasser Arafat terhadap rencana Camp David hingga ketidakmampuan memprediksi kemenangan Hamas dalam pemilu 2006, jatuhnya Kabul yang cepat, serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober, dan bahkan runtuhnya rezim Suriah secara tiba-tiba. Namun, yang lebih penting daripada kesalahan tersebut adalah desakan untuk mengulangi kesalahan tersebut dan tidak adanya akuntabilitas atau tinjauan serius terhadap kebijakan.

 

Alih-alih Belajar dari Kesalahannya, Amerika Justru Mengulanginya

 

Para ahli mengatakan: Alih-alih belajar dari kesalahannya, Amerika justru melembagakan dan mengulanginya. Dari "tekanan maksimum" terhadap Iran hingga mendukung diktator atas nama stabilitas, dari proyek pembangunan bangsa di Afghanistan hingga penggulingan Gaddafi di Libya; semuanya menunjukkan ketidakmampuan struktural Washington dalam memahami logika perlawanan dan realitas lokal.

 

Semakin berkurang pengaruh Amerika, semakin lantang suaranya.

 

Seiring menurunnya pengaruh Amerika di kawasan, Washington berusaha menyembunyikan kekosongan kekuasaannya dengan kegaduhan dan propaganda media. Para analis mengatakan: "Semakin berkurang pengaruh Amerika, semakin lantang suaranya; karena kekuatan sejati itu tenang."

 

Legitimasi Amerika di Kawasan Telah Menghilang

 

Menurut para pengamat regional, era dominasi Amerika yang tak terbantahkan di Timur Tengah telah berakhir. Perlawanan regional, mulai dari Palestina hingga Yaman, Lebanon, Irak, dan Suriah, telah menunjukkan bahwa melawan kehendak Washington dan menang adalah hal yang mungkin. Yang menjerumuskan Amerika Serikat ke dalam krisis saat ini bukan hanya kekalahan militer atau politik, tetapi juga runtuhnya narasi dan legitimasi moralnya di mata negara-negara di kawasan.

 

Para ahli menekankan: Kembalinya Amerika ke realitas hanya mungkin terjadi ketika ia berhenti secara membabi buta mendukung rezim Zionis, menghormati kehendak negara-negara di kawasan, dan, alih-alih menciptakan ilusi, menyerah pada kebenaran di lapangan dan logika perlawanan. Jika tidak, Washington akan terus terjebak dalam siklus kebohongan, penipuan diri sendiri, dan kemunduran kekuasaan. (MF)