Hubungan Turki-Amerika Menghadapi Ujian yang Bergejolak
https://parstoday.ir/id/news/world-i178000-hubungan_turki_amerika_menghadapi_ujian_yang_bergejolak
Pars Today - Kesenjangan kepentingan nasional yang mendalam antara Turki dan Amerika Serikat di bidang-bidang utama seperti Suriah dan program jet tempur F-35 telah menempatkan hubungan kedua negara di ambang ujian yang menentukan.
(last modified 2025-10-09T07:59:57+00:00 )
Okt 09, 2025 15:00 Asia/Jakarta
  • Recep Tayyip Erdogan dan Donald Trump
    Recep Tayyip Erdogan dan Donald Trump

Pars Today - Kesenjangan kepentingan nasional yang mendalam antara Turki dan Amerika Serikat di bidang-bidang utama seperti Suriah dan program jet tempur F-35 telah menempatkan hubungan kedua negara di ambang ujian yang menentukan.

Hubungan bilateral antara Turki dan Amerika Serikat berada di titik kritis. Meskipun ikatan pribadi antara kedua pemimpin telah berulang kali mencegah eskalasi ketegangan, perbedaan strategis terdalam antara Ankara dan Washington terus menempatkan aliansi yang telah lama terjalin ini pada jalur yang tidak stabil.

Paket berita dari Pars Today ini mengkaji hubungan AS-Turki yang rapuh, sebagai berikut:

Akar sejarah aliansi yang rapuh

Sejak awal, hubungan Turki-Amerika didasarkan pada kepentingan bersama, bukan nilai-nilai bersama. Setelah berdirinya Republik Turki pada tahun 1923 oleh Atatürk, aliansi dengan Barat menjadi pilihan strategis untuk melawan ancaman Uni Soviet.

Kerja sama ini mencapai puncaknya selama Perang Dingin dan diperkuat dengan keanggotaan Turki di NATO pada tahun 1952. Namun, keretakan serius pertama dengan embargo senjata AS muncul sebagai respons atas operasi militer Turki di Siprus pada tahun 1974.

Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 menghancurkan dasar logika aliansi, memaksa kedua negara untuk mendefinisikan ulang hubungan yang kini semakin tegang.

Suriah: Fokus utama perselisihan

Poin paling sentral dari perselisihan saat ini antara Ankara dan Washington adalah isu Suriah. AS mendukung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi, sementara Turki menganggap kelompok tersebut sebagai cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah melancarkan perjuangan bersenjata melawan Ankara selama bertahun-tahun.

Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan secara eksplisit menyebut setiap upaya untuk memecah belah Suriah sebagai "ancaman bagi keamanan nasional" dan telah memperingatkan bahwa Ankara akan campur tangan. Namun, ada tanda-tanda pelunakan di kedua belah pihak.

Negosiasi antara Damaskus dan SDF untuk mengintegrasikan pasukan ini ke dalam tentara Suriah, serta kontak tidak langsung Turki dengan Kurdi, menjanjikan perkembangan di masa mendatang.

Peran kunci Tom Barak

Tom Barak, Duta Besar AS yang baru untuk Turki dan utusan khusus AS untuk Suriah, merupakan pemain kunci dalam manajemen krisis dalam hubungan bilateral.

Barak, sekutu dekat Trump, ditugaskan untuk meningkatkan hubungan kedua negara dari "baik" menjadi "sangat baik." Barak telah memediasi perundingan antara Ankara dan SDF dan bahkan mengkritik Israel karena menciptakan "bab yang membingungkan" di Suriah.

Keberhasilan atau kegagalan misinya akan menentukan perkembangan di masa mendatang di kawasan.

Persamaan F-35 yang kompleks

Ujian besar kedua adalah krisis pesawat tempur siluman F-35. Keputusan Turki untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia telah mendapat tanggapan keras dari Washington.

AS telah mengeluarkan Turki dari program produksi F-35 dan menjatuhkan sanksi terhadap industri pertahanan negara ini. Meskipun para pejabat Turki mengklaim belum menggunakan sistem S-400, seorang pejabat Barat telah memperingatkan bahwa mengaktifkannya akan seperti "mencolokkan flash drive Rusia ke komputer NATO".

Barak berharap menemukan solusi untuk mencabut sanksi pada akhir tahun ini, tetapi ini membutuhkan persetujuan dari Kongres AS, di mana Turki tidak terlalu populer.

Masa depan yang tak menentu dengan tantangan di depan

Hubungan Turki-Amerika tidak akan kembali ke "zaman keemasan" Perang Dingin. Masa depan hubungan ini akan ditentukan oleh pengelolaan konflik yang berkelanjutan dan upaya kerja sama yang selektif.

Sebagaimana dikatakan pakar Turki, Soner Cagaptay, "Hanya Trump yang dapat berperan dalam memperluas kerja sama antara kedua negara. Pada akhirnya, hubungan Turki-Amerika akan tetap bergejolak, ditandai oleh siklus krisis dan solusi sementara."(sl)