Apa Pesan Ancaman AS akan Mengirim Rudal Tomahawk ke Ukraina?
https://parstoday.ir/id/news/world-i178270-apa_pesan_ancaman_as_akan_mengirim_rudal_tomahawk_ke_ukraina
Pengumuman kemungkinan pengiriman rudal jarak jauh Tomahawk oleh Amerika Serikat ke Ukraina menandai babak baru dalam tekanan Washington terhadap Moskow.
(last modified 2025-11-30T07:49:40+00:00 )
Okt 14, 2025 13:08 Asia/Jakarta
  • Apa Pesan Ancaman AS akan Mengirim Rudal Tomahawk ke Ukraina?

Pengumuman kemungkinan pengiriman rudal jarak jauh Tomahawk oleh Amerika Serikat ke Ukraina menandai babak baru dalam tekanan Washington terhadap Moskow.

Tehran, Pars Today- Donald Trump, dengan pernyataan bernada ancaman terhadap Rusia, kembali ke pendekatan khasnya: menggabungkan tekanan, ancaman, dan negosiasi — strategi yang bisa mengubah arah krisis Ukraina sekaligus keseimbangan kekuatan global.

Trump menyatakan bahwa AS “mungkin perlu” mengirim rudal Tomahawk ke Ukraina. Menurutnya, langkah ini adalah bagian dari strategi menekan Moskow agar membuka ruang bagi perundingan baru.“Mungkin saya perlu berbicara dengan Putin soal Tomahawk. Apakah dia benar-benar ingin rudal-rudal itu datang ke arahnya? Saya rasa tidak,” ujar Trump — pernyataan yang segera menjadi tajuk utama media besar dunia.

Laporan media Axios menyebut bahwa Trump dalam beberapa hari terakhir telah dua kali berbicara langsung dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, membahas kebutuhan pertahanan udara dan kemampuan jarak jauh Kyiv. Zelensky menulis di platform X bahwa pembicaraan itu “sangat konstruktif” dan fokus pada peningkatan kekuatan militer Ukraina.

Rudal Tomahawk merupakan rudal jelajah canggih dengan jangkauan antara 1.600 hingga 2.500 kilometer, mampu membawa hulu ledak seberat sekitar 450 kilogram. Senjata ini sebelumnya digunakan AS dalam perang Irak dan Suriah untuk serangan presisi tinggi. Jika Ukraina benar-benar mendapatkannya, rudal ini akan memungkinkan Kyiv menargetkan sasaran jauh di dalam wilayah Rusia — bahkan Moskow — yang oleh Kremlin disebut sebagai pelanggaran garis merah strategis.

Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, memperingatkan bahwa keputusan AS semacam itu akan memiliki “konsekuensi negatif bagi semua pihak.” Ia menegaskan bahwa mustahil membedakan versi nuklir dan non-nuklir Tomahawk di radar, yang bisa memicu kesalahan fatal dalam penilaian serangan. Sementara itu, Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, mengatakan pengiriman rudal tersebut akan memerlukan “keterlibatan langsung para ahli militer AS,” yang berarti Amerika akan menjadi pihak yang terlibat langsung dalam perang.

Di Washington sendiri, sikap yang muncul terbelah. Trump berusaha menunjukkan kendali penuh atas krisis Ukraina, sementara tim keamanan nasionalnya khawatir akan risiko eskalasi tak terkendali. Pejabat Gedung Putih, Keith Kellogg, menyatakan bahwa “keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan presiden.”

Beberapa lembaga pemikir seperti CSIS (Center for Strategic and International Studies) di Washington dan Chatham House di London berpendapat bahwa tujuan utama Trump bukan semata militer, tetapi politis. Dengan mengancam Rusia secara terbuka, ia ingin mengubah dinamika diplomasi dan memaksa Moskow kembali ke posisi defensif. Menurut analis Barat, langkah ini termasuk dalam strategi yang dikenal sebagai “coercive diplomacy” — diplomasi pemaksaan, yaitu menciptakan ketakutan akan tindakan ekstrem untuk memperoleh keuntungan dalam perundingan.

Namun, para ahli militer memperingatkan risiko tinggi dari retorika semacam ini. Michael O’Hanlon dari Brookings Institution mengatakan,“Ketika menyangkut rudal jarak jauh, bahkan pembicaraan tentang kemungkinannya saja bisa dianggap sebagai tindakan agresif. Dalam situasi seperti ini, kesalahan kalkulasi hanya butuh waktu beberapa menit untuk menjadi bencana.”

Reaksi di Eropa pun berhati-hati. Sumber diplomatik di Brussel menegaskan bahwa Uni Eropa “sangat khawatir” terhadap dampak langkah tersebut, sebab setiap serangan Ukraina ke wilayah Rusia dapat menyeret NATO ke dalam konfrontasi langsung. Sementara itu, Paris dan Berlin mendorong Washington untuk mengutamakan solusi politik, bukan langkah militer baru.

Di Kyiv, pandangan berbeda. Zelensky percaya bahwa bahkan sekadar memiliki Tomahawk, tanpa harus menggunakannya, dapat memaksa Putin menghentikan serangan atau membuka negosiasi sungguhan. Dari sudut pandangnya, Tomahawk bukan sekadar alat perang — melainkan senjata diplomasi tekanan.

Pertanyaan penting kini adalah apakah Tomahawk benar-benar dapat mengubah arah perang. Para analis militer kepada Reuters menilai bahwa meskipun rudal itu memiliki akurasi dan daya hancur tinggi, penempatan dan operasionalnya di Ukraina akan menghadapi kendala logistik besar, dan Rusia diyakini mampu mendeteksi serta menghancurkan peluncurnya.

Keputusan tentang Tomahawk jelas melampaui pertimbangan militer — ini adalah keputusan geopolitik yang akan menentukan arah krisis Ukraina, dan mungkin pula keseimbangan kekuatan global. Jika Washington benar-benar mengirim rudal itu, maka ia harus siap menanggung konsekuensi strategis dari respons Moskow. Namun jika ancaman ini hanya untuk membuka ruang negosiasi, Amerika harus berhati-hati agar ancaman itu tidak berubah menjadi perang.

Dalam dunia yang batas antara diplomasi dan konfrontasi semakin tipis, “Tomahawk” bisa menjadi percikan kecil yang menyalakan perang besar.(PH)