Amerika Tinjauan dari Dalam, 22 Februari 2020
-
Gedung Pentagon
Dinamika Amerika Serikat selama beberapa hari terakhir diwarnai berbagai isu di antaranya pengunduran diri terpaksa deputi menteri pertahanan AS karena ada hubungan dengan masalah Ukraine-Gate.
Selain itu, Amerika Serikat menerapkan sanksi baru terhadap Dewan Garda Konstitusi dengan tujuan mencampuri urusan dalam negeri Iran, ancaman Amerika Serikat terhadap Korea Selatan karena tidak menerima tuntutan keuangan Washington dan penekanan menteri pertahanan AS untuk meremajakan persenjatan nuklir negara ini.
Ukraine-Gate Paksa Deputi Menhan AS Mengundurkan Diri
Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Kebijakan Politik John Rood mengundurkan diri karena tekanan dari pejabat penting Gedung Putih yang percaya ia tidak memiliki kemampuan untuk menyukseskan tuntutan Donald Trump. Menurut beberapa sumber di Gedung Putih, John Rood bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Mark Esper pada hari Rabu19, Februari, dan menyerahkan surat pengunduran diri secara formal. Beberapa jam setelah pengumuman pengunduran diri terpaksa wakil menteri pertahanan AS, Donald Trump dalam twittnya mengkonfirmasi berita ini dengan menulis, "Saya ingin berterima kasih kepada John Rood di sini untuk layanannya ke negara kita, dan berharap dia baik dalam aktivitas masa depannya."
Menanggapi penyelidikan kongres AS pada Mei 2019, John Rood membenarkan bahwa Ukraina memenuhi syarat untuk menerima 250 juta dolar dalam bantuan AS untuk meningkatkan keamanannya. Namun, pembayaran ke Ukraina pada bulan-bulan berikutnya dihentikan sementara oleh perintah Gedung Putih, yang pada akhirnya menyebabkan pemakzulan Trump ketika dua wartawan Gedung Putih mengatakan kepada Demokrat di Kongres bahwa penangguhan sumbangan ke Ukraina akan dihentikan. Itu adalah perintah Trump dan dia mengandalkan pembayaran untuk melakukan investigasi terhadap korupsi putra Joe Biden di Ukraina.
Para pejabat pemerintah Trump telah melihat John Rood sebagai seorang birokrat yang menunda pelaksanaan keputusan presiden, sementara Trump ingin perintahnya dilaksanakan dengan cepat. Para pembantu keamanan Trump mengatakan bahwa John Rood tidak pernah sepenuhnya bersekutu dengan Trump.
Beberapa jam setelah percakapan telepon Presiden AS Donald Trump dengan mitranya dari Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang menyebabkan proses pemakzulan Trump, Rood mengirim email kepada Menteri Pertahanan Mark Esper yang tinggal dua hari lagi menjabat posisi ini, dan memberinya informasi tentang pertemuan para wakil-wakil dalam waktu dekat. Sesuai dengan informasi yang didapatkan CNN, ia menggambarkan tujuan dari pertemuan itu sebagai "untuk membahas keprihatinan presiden tentang korupsi internal di Ukraina dan pandangannya bahwa Amerika Serikat harus berhenti memberikan bantuan keamanan". Dalam email itu, Rood memperingatkan Menteri Pertahanan bahwa menghentikan pendanaan pada saat ini akan membahayakan peluang dan melemahkan prioritas pertahanan AS atas mitra-mitra utama dalam persaingan strategis dengan Rusia.
John Rood, pembuat kebijakan Pentagon, telah berperan penting dalam menerapkan strategi pertahanan nasional pemerintahan Trump, strategi yang sangat menekankan untuk menghadapi Cina dan Rusia, serta program status nuklirnya untuk membuat perubahan pada gudang senjata nuklir AS. Rood bergabung dengan pemerintahan Trump pada Januari 2018, dimana pada saat itu James Mattis menjadi Menteri Pertahanan AS. Dia telah memegang banyak posisi politik di Pentagon di pemerintahan AS sebelumnya dan selama beberapa waktu menjadi analis CIA.
AS Menerapkan Sanksi Baru pada Dewan Garda Konstitusi Iran
Pemerintah Trump telah menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah anggota Dewan Garda Konstitusi Republik Islam Iran sebagai lembaga pengawas atas pemilihan umum Republik Islam Iran hanya beberapa jam sebelum dibukanya tempat-tempat pemungutan suara demi mempengaruhi proses pemilu Majelis Syura Islam periode ke-11 dan pemilu sela Dewan Ahli Kepemimpinan (Majles-e Khobregan-e Rahbari) periode ke-5. Kementerian Keuangan AS pada hari Kamis, 20 Februari, dalam sebuah pernyataan mengumumkan bahwa lima anggota Dewan Garda Konstitusi Republik Islam Iran telah ditambahkan ke daftar orang-orang yang dikenai sanksi yang diberlakukan oleh Kantor Pengendalian Aset Asing.
Menurut pernyataan itu, nama-nama Ayatullah Jannati dan Ayatullah Yazdi serta Bapak Kadkhodaei, Rahpeyk dan Sadeghi Moghaddam terdaftar dalam daftar sanksi Kementerian Keuangan AS. Kementerian Keuangan AS telah menambahkan nama lima anggota Dewan Garda Konstitusi ini ke daftar sanksi dengan dalih "mendiskualifikasi orang". Dalam beberapa pekan terakhir, para pejabat AS telah berulang kali membuat pernyataan intervensif tentang pemilu Majelis Syura Islami dan proses persetujuan para kandidat, sehingga menjadikan Dewan Garda Konstitusi sebagai target serangan propaganda mereka. Tujuan Washington adalah untuk mempengaruhi proses pemilihan di Iran dan, pada gilirannya, mengurangi jumlah pemilih.
Pertanyaannya adalah atas dasar apa AS merasa berhak untuk mencampuri urusan dalam negeri negara-negara lain, termasuk Iran, dan mengklaim untuk melindungi hak-hak rakyat Iran. Pemerintahan Trump telah mempertanyakan proses pemilihan di Iran dan telah menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pribadi yang bekerja di lembaga pengawas pemilu Iran, ketika pemilu di AS juga telah menimbulkan banyak pertanyaan. Kubu Demokrat mempertanyakan bagaimana Donald Trump terpilih dalam pemilihan presiden 2016, sehingga bahkan tim peneliti dibentuk untuk mengatasi masalah ini.
Amerika Serikat selalu memiliki sikap negatif dan bermusuhan terhadap Republik Islam Iran sejak kemenangan Revolusi Islam. Namun, Presiden AS Donald Trump yang kontroversial telah menunjukkan dimensi permusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran dan rakyatnya. Dengan mengumumkan penarikan AS dari JCPOA dan pengembalian sanksi nuklir terhadap Iran, Trump telah memulai perang ekonomi yang bertujuan menciptakan kemiskinan dan kerusuhan yang meluas di Iran. "Ekonomi Iran sedang melemah, dan dengan meningkatnya sanksi kita pada tahun 2020, Iran akan semakin melemah dari sebelumnya," kata Brian Hook, ketua kelompol aksi anti-Iran di Kementerian Luar Negeri AS.
Trump menyalahgunakan setiap kesempatan untuk ikut campur urusan dalam negeri dan mengklaim simpati bagi rakyat Iran. Pemerintah Trump dengan mencermati beberapa kerusuhan di Iran pada bulan November 2019, tanpa malu-malu mengklaim dukungannya terhadap bangsa Iran. Trump, ketika menempatkan orang-orang Iran di bawah sanksi paling berat dalam kerangka kebijakan tekanan maksimum, menulis dalam sebuah pernyataan konyol di Twitter bahwa ia bersama orang-orang Iran. Pada Januari 2020, Trump menulis dalam bahasa Persia sebagai tanggapan atas beberapa aksi demo di Tehran terkait kecelakaan pesawat Ukraina baru-baru ini, "Saya telah berdiri di sisi Anda sejak kepresidenan saya dan pemerintah saya terus mendukung Anda. Kami dengan hati-hati memonitor protes Anda dan menginspirasi keberanian Anda."
Presiden AS lainnya, baik dari kubu Demokrat atau Republik, telah melakukan upaya sia-sia untuk merusak dan menggulingkan Republik Islam Iran dengan mengadopsi kebijakan yang temanya beragam selama empat dekade terakhir. Sekarang, pemerintahan Trump telah secara langsung melakukan intervensi dalam proses intervensi ini dengan secara langsung ikut campur dalam pemilihan parlemen Iran.
Tidak Menerima Tuntutan Finansial Washington, AS Ancam Korsel
Untuk pertama kalinya, Amerika Serikat secara terbuka mengancam sekutunya di Asia Timur, Korea Selatan, bahwa jika tidak meningkatkan biaya penempatan pasukan AS, Washington akan mengubah kebijakan mengerahkan pasukan Korea Selatan. Washington dan Seoul telah bertemu dan berkonsultasi beberapa kali dalam beberapa bulan terakhir untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi setiap kali pembicaraan mereka gagal. Amerika Serikat pertama kali menuntut agar kontribusi Korea Selatan untuk biaya penempatan 27.500 pasukan militer AS di negara itu meningkat dari 890 juta menjadi 5 miliar dolar. Namun, pemerintah Korea Selatan akan menggambarkan permintaan semacam itu sebagai berlebihan. Sebaliknya, Washington mengatakan jumlah itu bisa berubah, tetapi Korea Selatan berkomitmen untuk menyiapkan saham lebih banyak. Pentagon telah mengumumkan bahwa bila Korea Selatan dalam beberapa pekan mendatang tidak menyetujui penambahan saham mereka, maka akan ada perubahan dalam program kerja sama pasukan Korea Selatan di pangkalan-angkalan militer AS.
Hampir 9.000 tentara Korea Selatan aktif di pangkalan AS yang bisa kehilangan pekerjaan pada April 2020 jika kedua belah pihak tidak setuju dalam beberapa hari mendatang. Laksamana William Byrne, salah satu komandan senior militer AS dalam sebuah pernyataan yang mengancam mengatakan, "Jika Korea Selatan menyetujui usulan kami, maka akan lebih baik bagi pasukan ini, jika tidak strategi kami akan berubah dan kondisi ini dapat berubah dan pasukan Korea Selatan yang efektif berserta keluarga mereka berpengaruh dalam kerja sama pertahanan dengan negara tersebut.
Kedua negara telah melakukan setidaknya enam putaran perundingan formal tentang cara membagi pengeluaran yang bertujuan untuk meningkatkan bagian Korea Selatan, yang setiap kali dilakukkan selalu gagal, karena tuntutan AS yang tidak masuk akal dan berlebihan. Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dan pemerintahnya telah berulang kali mengkritik kebijakan AS dalam hal ini. Para pejabat tinggi pertahanan kedua negara diperkirakan akan membahas masalah itu lagi minggu depan di Washington.
Menhan AS Bertekad untuk Meremajakan Persenjatan Nuklir
Menteri Pertahanan AS Mark Esper menekankan perlunya memodernisasi senjata nuklirnya. Ester mengatakan, "Pencegahan nuklir sangat urgen bagi kepentingan AS. Kita perlu meremajakan gudang nuklir kita. Kita perlu memastikan bahwa senjata nuklir dan pencegahannya aman dan dapat diandalkan." Mark Esper mengunjungi dua pangkalan nuklir utama AS pada hari Kamis, 20 Februari. Pangkalan-pangkalan itu menyebarkan berbagai komponen triad nuklir AS termasuk pembom strategis, peluncur rudal balistik antarbenua, dan kapal selam nuklir.
Pengembangan arsenal nuklir AS selama masa jabatan Trump sebagai bagian dari doktrin nuklir AS yang baru, dirilis dalam sebuah dokumen berjudul "Tinjauan Postur Nuklir" yang dipublikasikan pada Februari 2018, sejalan dengan kerangka kerja dan konsep yang digunakan Trump ketika memasuki Gedung Putih pada Januari 2017. Dokumen tersebut menekankan penguatan peran senjata nuklir dalam strategi keamanan AS. Pemerintah Trump telah mengadopsi pendekatan aktif terhadap arsenal nuklir dan strategi nuklir AS, khususnya produksi dan penyebaran senjata nuklir kecil. Trump bersikeras mengejar strategi serangan nuklir pertama sebagai opsi yang dapat dilakukan, yang berarti mimpi buruk serangan nuklir tetap ada di dunia dan ancaman yang jelas bagi negara-negara lain, terutama kekuatan nuklir seperti Rusia dan Cina.
Pada saat yang sama, doktrin nuklir AS yang baru telah memberikan latar belakang hukum dan teori yang diperlukan untuk lebih lanjut memperluas persenjataan nuklir AS dan memperkuat triad nuklir AS. Anggaran arsenal nuklir AS meningkat lebih dari dua kali lipat sejak Trump menjabat pada 2017. Biaya peningkatan dan perlindungan arsenal nuklir AS selama 30 tahun ke depan akan lebih dari 1.200 miliar dolar.