Klaim Tanpa Bukti dan Pendekatan Munafik Menlu AS
https://parstoday.ir/id/news/world-i87218-klaim_tanpa_bukti_dan_pendekatan_munafik_menlu_as
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan juga calon presiden petahana dari Partai Republik menyebut sistem pemilu di negaranya sebagai sistem yang telah rusak. Dia juga mengklaim bahwa pemilu presiden 2020 penuh dengan kecurangan.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Nov 13, 2020 21:45 Asia/Jakarta
  • Menlu AS Mike Pompeo.
    Menlu AS Mike Pompeo.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan juga calon presiden petahana dari Partai Republik menyebut sistem pemilu di negaranya sebagai sistem yang telah rusak. Dia juga mengklaim bahwa pemilu presiden 2020 penuh dengan kecurangan.

Pernyataan Trump telah menimbulkan krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya di AS, bahkan gara-gara komentar tersebut, sistem demokrasi di Amerika menjadi dipertanyakan. Dalam kondisi seperti itu pula,  amat menggelikan jika para pejabat pemerintahan Trump sering menasihati negara-negara lain tentang kepatuhan pada demokrasi.

Senator AS Bernie Sanders baru-baru ini mengkritik Menteri Luar Negeri Mike Pompeo atas kemunafikannya yang menasihati negara-negara lain tentang penghormatan terhadap demokrasi di tengah krisis pemilu presiden AS. Dia juga mengkritik klaim Pompeo yang mengatakan bahwa kekuasaan akan kembali lagi ke tangan Trump.

Sanders pada hari Kamis (12/11/2020) mereaksi pernyataan Pompeo itu dalam sebuah tweet dan menulis, "Tidak Tuan Pompeo. Tidak akan ada berita tentang transfer kekuasaan ke pemerintahan kedua Trump. Persaingan ini telah usai dan Joe Biden akan menjadi presiden kita berikutnya."

Dia menambahkan, "Bagaimana Anda bisa menasihati pemerintah-pemerintah lainnya untuk menghormati demokrasi dan keinginan rakyat mereka ketika Anda sendiri tidak memiliki kepatutan untuk melakukannya?"

Senator AS itu juga menyinggung pendekatan ganda Trump dan pemerintahannya terhadap masalah demokrasi dan pemilu. Trump di akun Twitter-nya dan juga di hadapan wartawan mengklaim bahwa "Demokrat mencuri suaranya." Jika klaim ini benar dan suara rakyat dapat dengan mudah disingkirkan atau dipindahkan dalam sistem pemilu AS, maka berarti fondasi demokrasi Amerika telah goyah dan kosong.

Dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, Trump alih-alih menerima hasil pemilu presiden 2020, yaitu kemenangan penantangnya dari Partai Demokrat, Joe Biden, tetapi juga mencegah pengalihan kekuasaan kepadanya.

Trump juga mencegah pengiriman pesan ucapan selamat para pemimpin dunia kepada Biden dan bersikeras agar penghitungan suara diulang, di mana hal ini menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap keinginan rakyat AS.  

Namun, dalam empat tahun terakhir, Trump dan pemerintahannya telah berulang kali mencampuri urusan internal negara-negara lain, termasuk terkait dengan pemilu, bahkan mengatur, memerintah, melarang dan mendikte pemilu di negara lain.

Ini dilakukan bukan hanya pada negara-negara rival atau saingan dan penentang Amerika, tetapi juga terhadap sekutu-sekutunya seperti Inggris. Selama pemilu parlemen Inggris pada Desember 2019, Trump secara terbuka mendukung Partai Konservatif yang dipimpin Boris Johnson, dan mengkritik tajam pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn, saingan Johnson.

Pendekatan Trump pada dasarnya bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi, yaitu menghormati suara rakyat dan menahan diri dari bias yang berpihak pada beberapa pemimpin politik negara-negara lain.

Sekarang Trump dan pemerintahannya terus-menerus menabuh genderang soal kecurangan dalam pemilu presiden AS, dan bahkan Pompeo yang berusaha mempertahankan posisinya, terus menyanggung Trump. Dia mengklaim bahwa akan ada peralihan kekuasaan untuk pemerintahan Trump.

Pompeo sebagai Menlu AS tidak hanya mengambil sikap melawan hukum, tetapi dalam praktiknya, juga sejalan dengan klaim Trump tentang kecurangan pemilu yang tidak terbukti demi kelanjutan kekuasaannya. Padahal, Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS yang berafiliasi dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri serta Dewan Koordinasi Pemilu menegaskan dalam sebuah pernyataan bahwa tidak ada bukti tentang kecurangan dalam pemilu 3 November.

Meski begitu, Trump alih-alih menerima kekalahannya, dia justru bersikeras untuk tetap berkuasa, di mana sikap ini bertentangan dengan semua prinsip demokrasi, keinginan rakyat Amerika dan bahkan supremasi hukum.

Mantan Presiden AS Barack Obama menilai dukungan sejumlah pihak dari Partai Republik mengenai klaim adanya kecurangan dalam pemilu seperti yang dikatakan Trump sebagai langkah "berbahaya" bagi demokrasi di Amerika. Dia mengatakan, ini adalah langkah lain dalam delegalisasi tidak hanya terhadap pemerintahan Biden tetapi juga terhadap demokrasi secara umum, dan itu adalah jalan yang berbahaya.

Pertanyaannya adalah: apakah pemerintah dan pejabat yang secara terbuka dan terang-terangan melanggar prinsip-prinsip demokrasi untuk kepentingan mereka sendiri memiliki hak untuk mengambil sikap dalam pemilu di negara-negara lain, terutama terhadap negara-negara pesaing AS? (RA)