Berita / Dunia
Apakah Prancis sedang Mempersiapkan Diri untuk Perang?
Pars Today – Statemen kontroversial orang pejabat tinggi militer Prancis mengenai pentingnya kesiapan Prancis untuk menghadapi perang menimbulkan pertanyaan apakah negara tersebut sedang bersiap menuju konfrontasi militer.
Fabien Mandon, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Prancis, pada Selasa pekan lalu dalam pidatonya di Kongres Wali Kota Prancis menyatakan bahwa “penting bagi negara untuk memulihkan kekuatan moral rakyatnya guna menerima penderitaan demi melindungi identitasnya” serta “kesiapan untuk menerima kehilangan putra-putra kita.” Menurut laporan Pars Today yang dikutip dari IRNA, pernyataan ini selain menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat, juga memicu kritik dari sejumlah tokoh politik yang menuduh pejabat tinggi militer tersebut sebagai “penghasut perang.”
Menurut laporan laman berita Kanada “La Presse”, Emmanuel Macron, Presiden Prancis, pada hari Sabtu kemarin dalam sebuah konferensi pers di KTT G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, dengan menekankan pentingnya kesiapan Prancis untuk menghadapi kemungkinan perang, menyatakan: “Prancis harus tetap menjadi sebuah bangsa yang kuat, dengan angkatan bersenjata yang kuat, serta memiliki kapasitas kebangkitan kolektif.” Ia juga menyerukan peningkatan kesadaran rakyat Prancis terhadap bahaya geopolitik di samping kebutuhan akan “persatuan."
Jenderal Mandon juga kemarin hadir dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi France 5 dan mengatakan: “Saya memahami betapa sebagian masyarakat merasa khawatir.”
Ia menyebut tujuan pernyataannya sebagai “peningkatan kesadaran dan kesiapsiagaan” dan menambahkan: “Situasi sedang memburuk dengan cepat, dan menurut saya penting untuk menyampaikan pengamatan mengenai kondisi ini kepada para wali kota.”
Ia menutup dengan mengatakan: “Selain itu, reaksi-reaksi yang muncul menunjukkan bahwa mungkin masyarakat kita belum memahami hal ini secara memadai.”
Jenderal Mandon, dengan mengacu pada “Tinjauan Strategis Nasional 2025”, mengklaim bahwa analisis mengenai ancaman Rusia adalah sesuatu yang menjadi kesepahaman bersama antara seluruh sekutu Prancis di Eropa dan telah dijelaskan secara eksplisit dalam dokumen tersebut.
Menurut dokumen tersebut, Prancis harus “bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya sebuah konflik besar dan intens di sekitar kawasan Eropa hingga tahun 2027-2030 , yang berlangsung bersamaan dengan peningkatan besar serangan hibrida di dalam wilayahnya sendiri.”
Perwira tinggi militer ini menambahkan: “Saya memiliki keyakinan besar terhadap negara dan angkatan bersenjata kita, yang siap dan mengetahui bagaimana melindungi Prancis.”
Pernyataan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Prancis segera memicu reaksi keras dari berbagai partai politik. Fraksi Parlemen France Insoumise (LFI) dalam sebuah pernyataan menyatakan: “Seorang Kepala Staf Angkatan Bersenjata tidak seharusnya mengucapkan hal-hal semacam ini.” Mereka menilai bahwa Kepala Staf Angkatan Bersenjata Prancis telah melampaui batas tugasnya dengan mengulang skenario-skenario perang dan “mendramatisasi” situasi tersebut sampai pada tingkat berbicara mengenai “kehilangan putra-putra bangsa”.
Jean-Luc Mélenchon, pemimpin partai tersebut, juga menulis di jejaring sosial X: “Saya ingin menyatakan penolakan penuh saya terhadap pernyataan Kepala Staf Angkatan Bersenjata. Ia tidak berhak mengajak para wali kota atau siapa pun untuk bersiap menghadapi perang yang belum diputuskan oleh siapa pun.”
Ia juga mengkritik Kepala Staf Angkatan Bersenjata Prancis karena “mengantisipasi pengorbanan-pengorbanan yang merupakan hasil kegagalan diplomatik kita, dan karena ia menyampaikan pendapat pribadi tanpa ada permintaan dari publik.”
Fabien Roussel, Sekretaris Pertama Partai Komunis Prancis, juga menulis: “Tidak! Apakah 51 ribu monumen peringatan para korban perang di kota-kota kita belum cukup? Ya untuk pertahanan nasional, tetapi tidak untuk pernyataan yang bersifat mengobarkan perang!”
Di sisi lain, Sébastien Chenu, Wakil Ketua partai sayap kanan ekstrem Rassemblement National, dalam wawancara dengan saluran berita LCI mengatakan bahwa Jenderal Mandon “tidak memiliki legitimasi” untuk mengeluarkan pernyataan semacam itu dan bahwa tindakan tersebut merupakan “sebuah kesalahan”.
Ia menambahkan: “Jika Presiden Prancis yang memintanya untuk mengatakan hal itu, maka situasinya akan menjadi sangat serius.”
Maud Bregeon, Juru Bicara Pemerintah Prancis, pada hari Jumat berupaya meredakan kontroversi yang muncul akibat pernyataan Mandon dan menyatakan: “Anak-anak kita tidak akan pergi berperang dan mati di Ukraina.”
Ia menjelaskan pernyataan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Prancis sebagai berikut: “Banyak negara tetangga di Eropa sedang mengembalikan wajib militer. Ini adalah salah satu hal yang harus dipertimbangkan di negara kita, karena pemerintah sedang bersiap mengumumkan bentuk wajib militer sukarela.”
Juru bicara pemerintah Prancis menambahkan bahwa Jenderal Mandon, seperti sejumlah pejabat Eropa lainnya—khususnya dari Jerman dan Denmark—pada bulan Oktober lalu menyampaikan di parlemen bahwa angkatan bersenjata Prancis harus “siap untuk terlibat dalam sebuah konflik dalam tiga atau empat tahun mendatang” melawan Rusia, karena Rusia “mungkin tergoda untuk melanjutkan perang di benua kita.”
Dalam beberapa bulan terakhir, peristiwa seperti terbangnya drone di atas pangkalan-pangkalan udara Belanda serta di Belgia, Denmark, dan Jerman telah menyebabkan sebagian pejabat Eropa berbicara mengenai perang hibrida Rusia terhadap Eropa, namun Kremlin menolak setiap tuduhan keterlibatan dalam insiden-insiden tersebut.
Para menteri pertahanan dari 10 negara anggota Uni Eropa telah memutuskan untuk membentuk sebuah perisai anti-drone, dan beberapa negara telah menerapkan langkah-langkah pertahanan khusus terhadap drone.
Laman berita Nouvel Obs, dalam sebuah artikel berjudul “Mengapa Eropa Memperingatkan Kemungkinan Terjadinya Perang”, membahas isu-isu seputar pernyataan Mandon dan menulis: pernyataan peringatan dari para pejabat tinggi ini muncul pada saat operasi-operasi destabilisasi di Eropa meningkat. Tujuannya adalah menempatkan Eropa pada posisi pencegahan terhadap setiap kemungkinan serangan dalam dua tahun mendatang, bukan dalam lima tahun.
Media tersebut juga, dengan mengacu pada pernyataan Jenderal Mandon dan reaksi Bregeon, berpendapat bahwa Eropa sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi perang, namun pernyataan-pernyataan tersebut mencerminkan adanya “kesalahan komunikasi” di balik layar. (MF)