Ketika Mahkamah Agung AS Menolak Perubahan Hasil Pemilu Presiden
Sekitar 40 hari setelah pemilihan presiden AS, Presiden yang sedang menjabat dan kandidat dari kubu Republik Donald Trump tetap menolak hasil pemilu presiden yang memenangkan calon dari Partai Demokrat Joe Biden dan ingin mengubahnya. Upaya ini telah diikuti oleh beberapa negara bagian. Sekalipun demikian, usaha Trump telah gagal total.
"Mahkamah Agung tidak memiliki keberanian dan kebijaksanaan, dan telah mengecewakan kami," cuit Trump sebagai tanggapan.
Keputusan Mahkamah Agung AS ini akan menjadi akhir dari segala upaya pendukung Trump untuk mengembalikan hasil pemilu melalui jalur hukum dan kemenangan, sementara sebelumnya mereka telah gagal di kotak suara. Dalam pemilu kali ini, Joe Biden memperoleh 306 suara elektoral dan Donald Trump 232 suara elektoral dari total 538 suara elektoral. Kuorum untuk memenangkan pemilihan presiden AS adalah 270 suara elektoral.
Penolakan atas permintaan para pendukung Presiden AS di Mahkamah Agung menunjukkan bahwa harapan Trump untuk mendapatkan dukungan hakim yang ditunjuknya di pengadilan ini tidak berdasar. Mahkamah Agung menunjukkan bahwa itu tidak dapat mengubah hasil pemilihan dalam kasus Pennsylvania, di mana Partai Republik menyerukan pembatalan proses pemilihan lewat pos dan petisi Texas, karena tanpa bukti yang kuat.
Keputusan ini pada saat yang sama menjadi kesempatan bagi Demokrat untuk melancarkan serangan politik terhadap Partai Republik. Ketua DPR dari Partai Demokrat Nancy Pelosi menekankan bahwa Mahkamah Agung telah dengan tepat menolak petisi Partai Republik yang ekstrim, ilegal, dan tidak demokratis untuk membatalkan keinginan jutaan pemilih Amerika, dengan mengatakan bahwa 126 anggota Partai Republik yang menandatangani petisi adalah aib bagi Dewan Perwakilan Rakyat.
Terlepas dari akhir proses hukum untuk membatalkan atau mengubah hasil pemilihan presiden AS yang mendukung Trump, ini tidak berarti bahwa Partai Republik akan menyerah kepada Demokrat. Melihat pengalaman masa jabatan Presiden Demokrat Barack Obama menunjukkan bahwa Partai Republik, setelah memperoleh mayoritas di Kongres, pada beberapa kesempatan menjadi batu sandungan bagi tindakan Obama. Skenario tentang Biden ini sekarang dianggap terulang jika Partai Republik memenangkan mayoritas di Senat.
Masalah lainnya adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya friksi mendasar antara negara bagian AS atas hasil pemilihan presiden. Menyusul penolakan permintaan Texas oleh Mahkamah Agung AS, Allen West, pemimpin Partai Republik di Texas, pada hari Jumat (11/12) menyerukan pembentukan persatuan negara bagian yang komitmen dengan UUD.
Menurut West, putusan Mahkamah Agung AS meninggalkan tren yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah AS yang menyatakan bahwa negara bagian dapat melanggar Konstitusi AS tanpa dimintai pertanggungjawaban.
Bagaimanapun, setidaknya 17 negara bagian Republik dapat diharapkan untuk mendukung tuntutan tersebut dan mengambil sikap berlawanan melawan sejumlah negara bagian yang dikuasai Demokrat. Ini berarti memperkuat tren divergen di Amerika Serikat. (SL)