AS Tinjauan dari Dalam; 19 Desember 2020
Dinamika di AS pekan ini diwarnai sejumlah isu seperti Biden resmi dinyatakan sebagai pemenang pemilu presiden 3 November 2020.
Selain itu, masih ada sejumlah isu lainnya di antaranya 50 Mantan Tokoh dan Pejabat Serukan AS Kembali ke JCPOA, Belum Menjabat, Penasihat Keamanan Nasional Biden Campuri Urusan Iran, Peretas Curi Informasi dari Pentagon, Menlu AS pada Turki; S-400 Rusia Mengancam Kami ! dan berbagai isu lainnya...
Biden Resmi Memenangkan Pemilu Presiden AS
Calon Demokrat Joe Biden secara resmi memenangkan pemilihan presiden AS dengan 306 suara elektoral.
Menurut laporan Tasnim New, anggota Electoral College Amerika Serikat memilih Biden sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru setelah pemungutan suara pada hari Senin, (14/12/2020).
Biden memenangkan 306 suara elektoral, sementara Trump memenangkan 232 suara dalam voting pemilih yang diseleksi dari 50 negara bagian AS dan daerah khusus Columbia. Setiap calon presiden harus memperoleh sedikitnya 270 suara elektoral untuk memenangkan pemilu.
Pertemuan pemilih hasil selesksi yang dikenal dengan Electoral College dimulai pukul 10 pagi waktu setempat di Vermont, dan kemudian beberapa negara bagian mengadakan pertemuan serupa di ibu kota negara bagian.
Sementara itu, Presiden Donald Trump mengumumkan pengunduran diri Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung William Barr beberapa menit setelah Electoral College mengumumkan hasil pemungutan suara.
"William Barr akan mundur sebelum Natal dan Jeff Rosen akan mengambil alih sebagai Penjabat Jaksa Agung," tulis Trump di Twitter.
William Barr sebelumnya menyatakan bahwa dia tidak melihat bukti tuduhan Trump tentang kecurangan yang meluas dalam pemilihan presiden AS.
Pernyataan Barr membuat Trump marah.
Trump sejauh ini belum mengakui kekalahan dalam pemilihan presiden 3 November dan terus mengangkat masalah kecurangan pemilu.
50 Mantan Tokoh dan Pejabat Serukan AS Kembali ke JCPOA
Lebih dari 50 mantan tokoh dan pejabat AS telah mengeluarkan pernyataan yang menyerukan kembalinya pemerintahan AS berikutnya ke kesepakatan nuklir dengan Iran.
Lebih dari 50 mantan tokoh dan pejabat AS mengeluarkan pernyataan pada hari Senin (14/12/2020) yang menyerukan pemerintahan AS berikutnya untuk kembali ke Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) demi mengurangi risiko konflik dengan Iran. Demikian dilaporkan FNA, Senin (14/12/2020).
Dalam surat pernyataan itu, para penulisnya menyerukan pemerintahan berikutnya di Washington untuk memulihkan hubungan formal dengan Iran, tanpa menyebutkan kebijakan anti-Iran dan kesalahan pejabat Gedung Putih.
Para penulis pernyataan itu juga mengklaim bahwa ini meningkatkan risiko konflik tanpa menyebutkan peran badan intelijen AS dan Israel dalam meneror ilmuwan nuklir dan pertahanan Iran Mohsen Fakhrizadeh.
Di antara mereka yang menandatangani pernyataan itu adalah lima mantan duta besar AS untuk Palestina Pendudukan, Joseph Nye, profesor dan ahli teori universitas Amerika, dan Chuck Hagel, mantan Menteri Pertahanan AS.
Unsur-unsur teroris bersenjata menyerang dan menembaki kendaraan Mohsen Fakhrizadeh, Kepala Organisasi Riset dan Inovasi Kementerian Pertahanan Iran dan ilmuwan di industri nuklir Iran.
Banyak negara, tokoh politik, dan pakar di dunia menyalahkan Amerika Serikat dan Israel segera setelah serangan teroris ini.
Setelah memasuki Gedung Putih, Presiden AS Donald Trump meninggalkan JCPOA dan banyak perjanjian serta organisasi internasional.
Kembali ke berbagai perjanjian, termasuk JCPOA dan Perjanjian Iklim Paris, telah menjadi salah satu janji yang dibuat oleh Presiden terpilih AS Joe Biden.
Belum Menjabat, Penasihat Keamanan Nasional Biden Campuri Urusan Iran
Calon Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan sudah mencampuri urusan dalam negeri Iran, padahal Joe Biden belum memasuki Gedung Putih.
Jake Sullivan dalam pesan Twitternya Senin pagi mengintervensi masalah internal Iran mengenai eksekusi mati terhadap seorang mata-mata bernama Ruhollah Zam.
Sullivan menyebut pelaksaan eksekusi mati tersebut sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia, padahal pemerintahan Biden belum terbentuk dan dia belum resmi menjadi presiden resmi AS yang saat ini berada di tangan Donald Trump.
Sebelum dihukum mati, Ruhollah Zam menghadapi berbagai dakwaan berat seperti melancarkan perang psikologis melawan Republik Islam Iran, melakukan aksi spionase terutama mengenai gerakan komandan militer senior, lebih khusus Jenderal Qassem Soleimani yang syahid, bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam mengintensifkan sanksi terhadap Iran, dan melakukan mobilisasi massa untuk melawan negara.
Peretas Curi Informasi dari Pentagon
Departemen Pertahanan AS (Pentagon) menjadi sasaran peretasan di tengah serangan siber besar-besaran terhadap lembaga-lembaga pemerintah Amerika.
Seperti dilansir The New York Times, Selasa (15/12/2020), Pentagon juga menjadi sasaran gelombang serangan spionase dalam beberapa hari terakhir dan peretas telah mencuri informasi dari kementerian ini.
Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri AS termasuk di antara lembaga pemerintah yang diretas dalam serangan siber beberapa hari terakhir.
Para pejabat senior Pentagon mengatakan bahwa musuh-musuh Amerika dapat secara langsung menargetkan pangkalan militer kami.
Menurut pejabat Washington, sebuah tim peretas yang bekerja untuk pemerintah Rusia telah mendapatkan akses ke saluran komunikasi internal Departemen Keamanan Dalam Negeri AS.
Peretasan tersebut adalah bagian dari serangan siber yang juga menargetkan Departemen Keuangan dan Perdagangan AS pada hari Minggu lalu.
Kedutaan Besar Rusia di Washington membantah tuduhan pejabat AS bahwa para peretas Rusia telah menyerang lembaga-lembaga pemerintah AS dan menganggap tuduhan itu tidak valid.
Menlu AS pada Turki; S-400 Rusia Mengancam Kami !
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dalam pembicaraan dengan sejawatnya dari Turki menyebut pembelian sistem rudal S-400 Rusia oleh Ankara membahayakan keamanan pelayanan, dan peralatan militer Amerika di kawasan.
Fars News (18/12/2020) melaporkan, Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika mengumumkan, dalam kontak telepon yang dilakukan Menlu Amerika Mike Pompeo dan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu hari Kamis (17/12), dibicarakan soal sanksi Amerika terhadap Turki dalam kerangka Undang-undang CAATSA sebagai buntut pembelian S-400 oleh Ankara.
Situs resmi Deplu Amerika menulis, Mike Pompeo kepada Cavusoglu mengatakan, pembelian sistem rudal Rusia oleh Turki membahayakan keamanan pelayanan dan peralatan militer Amerika, dan memberikan akses kepada Rusia untuk menjangkau angkatan bersenjata, dan industri pertahanan Turki.
Pompeo menegaskan, tujuan sanksi ini adalah untuk mencegah Rusia mendapatkan keuntungan besar, peluang infiltrasi, dan akses ke teknologi Amerika, bukan untuk melemahkan kemampuan militer Turki atau kesiapan tempur negara ini, dan semua negara sekutu Amerika lainnya.