Kekhawatiran Turki Dijauhi Uni Eropa
Di tengah meningkatnya eskalasi konflik antara Turki dan Uni Eropa, pejabat pemerintah Ankara ternyata masih menyimpan harapan negaranya bisa diterima menjadi anggota Uni Eropa.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu mengatakan, Ankara dan Uni Eropa harus mengambil langkah-langkah yang lebih kokoh untuk menjaga iklim positif dua pihak.
Dalam sebuah jumpa pers bersama dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, Cavusoglu mengabarkan upaya pemulihan hubungan Turki dan Uni Eropa melalui negosiasi terkait masalah imigran.
Meski pemerintah Turki berupaya keras memulihkan hubungan dengan Uni Eropa, namun hampir dua dekade terakhir hubungan kedua pihak selalu mengalami fluktuasi.
Pasang surut hubungan Turki dan Uni Eropa dapat dilihat dalam sejumlah masalah seperti konflik Turki dan Yunani di wilayah timur Laut Mediterania, dan kebijakan Turki terkait Suriah, Libya, Siprus, dan bahkan Nagorno-Karabakh.
Pada saat yang sama, keinginan Turki menjadi anggota Uni Eropa merupakan sesuatu yang dimimpikan Ankara sejak lama.
Kenyataannya, sejak negara Turki berdiri pada tahun 1923, masalah "menjadi Barat" merupakan salah satu harapan lama para politikus negara ini.
Permintaan resmi Turki untuk menjadi bagian dari Eropa perkama kali diajukan pada tahun 1964. Akan tetapi permintaan ini dipandang sebelah mata dan tidak pernah mendapat persetujuan dari pejabat Eropa.
Putaran baru dialog Turki dan Eropa mulai mencuat sejak dekade tahun 1980, dan permintaan resmi Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa diajukan pada 14 April 1987.
Sejak 12 Desember 1999, Turki secara resmi menjadi kandidat anggota Uni Eropa, dan perundingan-perundingan yang dilakukan untuk mewujudkan keanggotaan Turki di Uni Eropa dimulai 3 Oktober 2005.
Meskipun demikian, masih banyak rintangan yang menghalangi jalan Turki untuk diakui sebagai bagian dari Eropa. Di antaranya sengketa wilayah dan politik Turki dengan bagian kepulauan Siprus yang ditinggali warga Yunani, juga konflik politik Turki dengan Yunani. Padahal Siprus dan Yunani adalah anggota Uni Eropa.
Konflik tersebut bukan hanya tidak terselesaikan sampai sekarang, bahkan setiap hari semakin serius. Sehubungan dengan hal ini mantan Presiden Komisi Eropa, Jean Claude Juncker mengatakan, berulangkali saya memperingatkan pejabat Turki terutama pribadi Presiden Recep Tayyip Erdogan, namun setiap hari kita menyaksikan negara ini justru semakin menjauh dari standar Eropa.
Realitasnya Uni Eropa meminta pejabat Turki untuk mendekatkan aturan serta kebijakan negaranya dengan Uni Eropa. Sebaliknya Turki justru semakin mengambil jarak dari standar yang diterapkan Uni Eropa.
Akan tetapi sepertinya pejabat pemerintah Turki sampai sekarangpun masih belum menyerah, dan akan terus berusaha mengupayakan agar negaranya menjadi anggota Uni Eropa suatu hari nanti. (HS)