Setali Tiga Uang dengan Trump, Biden Sekarang Peringatkan Keras Cina
Hubungan AS-Cina sebagai kekuatan ekonomi terbesar pertama dan kedua di dunia telah berfluktuasi dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada masa kepresidenan mantan Presiden AS Donald Trump. Sekarang, dengan Joe Biden menjabat, babak baru ketegangan tampaknya telah dimulai antara Washington dan Beijing.
"Jika Amerika Serikat tidak bertindak atas kebijakan Cina, mereka akan memakan hak kami," kata Presiden baru AS Joe Biden, saat mengumumkan bahwa hubungan teleponnya baru-baru ini dengan Presiden Cina Xi Jinping telah berlangsung selama dua jam.
Gedung Putih dalam sebuah pernyataan Kamis (11/02/2021) pagi bahwa Joe Biden dan Xi Jinping telah melakukan panggilan telepon, seraya menyatakan, "Presiden Biden mengulangi keprihatinan intinya tentang praktik ekonomi Beijing yang memaksa dan tidak adil, penindasan di Hong Kong, pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, dan tindakan berani di kawasan, termasuk terhadap Taiwan."
Sementara itu, Biden telah lama mengkritik pendekatan keras Trump terhadap Cina, menyebut langkah-langkah keras dan penerapan tarif yang diberlakukan di bawah Trump tidak perlu dan tidak efektif. Sikap Biden terhadap Cina tampaknya berbeda dari apa yang dia katakan dalam pidatonya tahun 2019.
Sisi tajam kritik Washington berfokus pada tindakan Cina dalam berbagai dimensi ekonomi, perdagangan, militer, keamanan, dan hak asasi manusia.
Sama seperti Trump, di sektor ekonomi dan perdagangan Biden sekarang percaya bahwa pendekatan Cina ke Amerika Serikat telah menyebabkan kerusakan ekonomi yang besar dan menganggap praktik ekonomi Beijing tidak dapat diterima.
Terlepas dari perang dagang yang dilancarkan Trump terhadap Cina sejak tahun 2018, yang pada akhirnya mengarah pada kesepakatan antara kedua negara, di mana sesuai dengan kesepakatan itu, Washington dapat memperoleh konsesi perdagangan yang besar, terutama dalam meningkatkan ekspor barang dan produk Amerika ke Cina, tetapi statistik menunjukkan bahwa neraca perdagangan kedua negara masih sepenuhnya berpihak pada Cina.
Faktanya, Trump terlibat perang dagang dengan Cina dengan dalih defisit perdagangan yang tinggi, dan indeks seharusnya diturunkan dengan memberlakukan tarif impor dari Cina, tetapi permintaan meningkat setelah Cina mampu mengendalikan wabah Corona untuk peralatan medis dan berbagai alat yang terkait dengan kerja dari rumah (WFH), meskipun telah diberlakukan tarif, namun impor barang Cina ke Amerika Serikat meningkat, yang kembali meningkatkan defisit perdagangan AS, terutama dengan Cina.
Kementerian Perdagangan AS mengumumkan pada Februari 2021 bahwa defisit perdagangan negara itu pada tahun 2020 mencapai level tertinggi dalam 12 tahun pada $ 678,7 miliar. Pemerintah Biden sekarang menyerukan perubahan tren ini, dan sepertinya konfrontasi perdagangan baru akan terjadi dalam waktu dekat.
Menurut pakar politik Majing Gang, Amerika Serikat telah memasuki periode di mana ia harus mencegah pergolakan dan lompatan ekonomi Cina serta kemajuan negara ini.
Tentu saja, konfrontasi AS-Cina juga memiliki dimensi penting lainnya. Salah satu aspek terpentingnya adalah konfrontasi militer antara Washington dan Beijing di sekitar Cina, terutama Laut China Selatan dan Selat Taiwan.
Washington telah memusatkan angkatan lautnya di Asia Timur sejak 2012, dengan mengklaim untuk mendukung sekutu AS di kawasan Asia-Pasifik dan mencegah invasi Cina ke Taiwan. Sementara itu, Amerika Serikat telah meningkatkan tekanan terhadap Beijing dengan membuka front baru dengan dalih represi dan pelanggaran HAM di Cina, khususnya di Hong Kong dan Xinjiang, tren ini tampaknya terus berlanjut dan bahkan meningkat selama era Biden.