AS Cabut Sanksi Pejabat Mahkamah Pidana Internasional
(last modified Sat, 03 Apr 2021 17:15:48 GMT )
Apr 04, 2021 00:15 Asia/Jakarta
  • Departemen Luar Negeri AS
    Departemen Luar Negeri AS

Pemerintah Amerika Serikat mengumumkan sudah mencabut sanksi terhadap sejumlah pejabat Mahkamah Pidana Internasional, ICC yang diterapkan di masa Presiden Donald Trump.

AS di masa Donald Trump menerapkan berbagai kebijakan unilateral, dan permusuhan terhadap lembaga-lembaga internasional. Di banyak kasus pemerintahan Trump menyanksi lembaga internasional dan pejabatnya, atau keluar dari lembaga tersebut. Trump menyanksi sejumlah banyak pejabat Mahkamah Pidana Internasional.

Baru-baru ini Departemen Luar Negeri AS mengumumkan Presidan Joe Biden memerintahkan pencabutan Perintah Eksekutif 13928 tertanggal 11 Juni 2020 yang membekukan aset orang-orang tertentu yang terkait dengan Mahkamah Pidana Internasional.

Pada tahun 2002 Mahkamah Pidana Internasional, ICC didirikan dengan maksud menangani kasus genosida, kejahatan perang dan anti-kemanusiaan di dunia, namun AS dan rezim Zionis Israel menolak bergabung.

Setiap kali hakim ICC mengeluarkan keputusan yang dianggap mengancam kepentingan AS, maka ia akan diancam dan dihukum oleh pemerintah AS. Di antara ancaman yang diterapkan AS terhadap para hakim ICC adalah sanksi finansial, pelarangan masuk hakim dan jaksa ICC ke AS, dan ancaman hukum.

Salah satu pakar hukum Human Rights Watch, HRW, Balkees Jarrah menyebut sanksi AS sebagai sebuah kejatuhan memalukan bagi komitmen AS terhadap keadilan bagi korban kejahatan-kejahatan paling buruk.

Meskipun kebijakan dan tekanan AS terhadap organisasi-organisasi internasional terus berlanjut, tapi langkah Mahkamah Pidana Internasional, ICC di Den Haag, dan kecaman terhadap langkah AS serta tekad kuat mengusut kejahatan sekutu dekat AS yaitu Israel, membuat pejabat Washington marah besar.

Fatou Bensouda, Jaksa Penuntut Mahkamah Pidana Internasional, ICC

 

Mahkamah Pidana Internasional beberapa waktu lalu mengumumkan, penyelidikan resmi terkait kejahatan perang di Palestina pendudukan sudah dimulai. Jaksa Penuntut ICC, Fatou Bensouda pada 3 Maret 2021 mengumumkan dimulainya investigasi kejahatan perang Israel dalam perang tahun 2014 di Jalur Gaza, dan pembangunan distrik Zionis di Tepi Barat dan timur Baitul Maqdis, di bawah semua tekanan.

Pemerintah AS beberapa waktu lalu mengumumkan pencabutan sanksi terhadap Mahkamah Pidana Internasional, ICC, dan banyak aktivis hak asasi manusia mendesak Joe Biden untuk mencabut sanksi terhadap pejabat ICC dan mengusut kejahatan perang Israel.

Seorang pengamat hukum Palestina di Ramallah menuturkan, "Apa yang kita saksikan di Dewan HAM PBB di Jenewa adalah bahwa AS menunjukkan keinginannya untuk bergabung dengan Mahkamah Pidana Internasional, ICC."

Pada Januari 2021, Juru bicara Deplu AS mengatakan pemerintahan Joe Biden akan meninjau ulang sanksi-sanksi yang dijatuhkan Donald Trump terhadap para pejabat ICC.

Realitasnya saat ini Gedung Putih sedang berada di bawah tekanan publik dan aktivis HAM yang menuntut pembuktian komitmen AS terhadap aturan internasional, namun kenyataannya pemerintahan Biden masih melanjutkan dukungan terhadap Israel dan tidak patuh pada hukum internasional.

Oleh karena itu keputusan Biden untuk mencabut sanksi pejabat ICC tidak boleh dianggap sebagai kepuasan AS atas kinerja ICC, tapi semata-mata merupakan langkah untuk menjaga kepentingan di tengah derasnya tekanan internasional. (HS)