Amerika Tinjauan dari Dalam, 12 Juni 2021
(last modified Sat, 12 Jun 2021 05:38:25 GMT )
Jun 12, 2021 12:38 Asia/Jakarta
  • Presiden AS, Joe Biden
    Presiden AS, Joe Biden

Dinamika Amerika Serikat selama sepekan terakhir diwarnai sejumlah isu penting di antaranya mengenai kunjungan Presiden AS, Joe Biden ke Eropa.

Isu lain tentang kritik Obama terhadap demokrasi di AS yang berada dalam bahaya, separuh lebih pasukan AS ditarik dari Afghanistan, AS kerahkan pasukan ke Yaman, dan pengakuan menteri energi AS bahwa musuh mampu melumpuhkan seluruh jaringan energi negaranya.

 

 Joe Biden

 

Presiden AS Kunjungi Eropa

Presiden AS Joe Biden memulai lawatan perdananya ke Eropa pada hari Rabu (9/6/2021) dengan mengunjungi Inggris.

Selama perjalanan delapan hari ke Eropa, Biden berusaha membangun kembali hubungan trans-Atlantik setelah empat tahun renggang di masa presiden Trump, sambil mendefinisikan kembali hubungannya dengan Rusia.

Sejak memasuki Gedung Putih, Biden telah berulang kali menyampaikan dampak kebijakan Trump terhadap hubungan yang tidak menguntungkan dan perbedaan yang berkembang di kawasan trans Atlantik, dan berjanji untuk mempertimbangkan kembali dan melanjutkan proses penguatan hubungan antara Eropa dan Amerika.

Tampaknya, kunjungan perdana Biden ke Eropa menjadi ujian utama kemampuan diplomatik presiden partai Demokrat untuk mengelola hubungan dengan sekutu utama Washington di Eropa. Berbagai kebijakan Trump, seperti meluncurkan tarif dan perang dagang dengan Eropa, menarik diri dari perjanjian internasional seperti perjanjian iklim Paris, kesepakatan nuklir JCPOA, perjanjian nuklir jarak menengah (INF), dan meningkatkan tekanan terhadap anggota NATO dari Eropa, terutama Jerman, untuk meningkatkan kontribusinya dalam anggaran militer NATO, telah merusak hubungan erat antara AS dan sekutunya di benua Eropa.

Hubungan AS-Rusia telah memburuk di bawah pemerintahan baru AS. Pemerintahan Biden yang secara terbuka anti-Rusia, telah meningkatkan penentangannya terhadap Moskow sejak menjabat, terutama dengan dalih campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS dan serangan siber.

Ian Bremer, seorang pakar politik internasional memandang hubungan AS dan Rusia selama periode Biden mungkin akan menjadi yang terburuk sejak runtuhnya Uni Soviet.

Faktanya, pemerintah Biden telah mengambil pendekatan aktif untuk menghadapi Rusia. Selain sanksi dan dukungan politik maupun militer aktif untuk Ukraina, Biden juga mengobarkan perang psikologis terhadap Vladimir Putin.

Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan telah menyatakan harapan bahwa KTT G7 dan NATO akan berfungsi sebagai pilar persatuan sekutu AS dengan menjadikan Rusia sebagai musuh bersamanya.

 

Barack Obama

 

Obama Sebut Demokrasi di Amerika Berada dalam Bahaya

Mantan Presiden AS Barack Obama mengkritik pendekatan kubu Republik dan mengatakan dengan proses saat ini, demokrasi di Amerika berada dalam bahaya serius.

Obama dalam wawancara dengan CNN, Senin (7/6/2021) menuturkan, sebagian Republikan sangat menyadari bahwa pendekatan politik mereka cacat, tetapi tidak jelas mengapa mereka bersikeras pada kesalahannya.

"Contoh paling jelas adalah serangan terhadap Capitol pada 6 Januari, ketika Partai Republik dengan kebohongan menolak menerima suara rakyat, dan akhirnya mereka memulai kerusuhan," ujarnya.

Menurut Obama, sebagian politisi Republik menyadari kesalahan mereka dan kembali ke posisi politik dasar mereka, tetapi sebagian yang lain, yang jumlahnya tidak sedikit, masih bersikeras pada pendirian Trump dan mempertahankan pendekatan ini.

"Pendekatan ini berbahaya bagi sistem politik di Amerika dan bisa semakin merusak demokrasi," ungkapnya.

"Kita perlu khawatir ketika salah satu partai politik besar kita ingin menganut pandangan tentang demokrasi, yang tidak dapat dikenali dan tidak dapat diterima bahkan lima tahun lalu atau satu dekade lalu," kata Obama.

Pada 6 Januari 2021, pendukung Trump menyerbu Gedung Capitol ketika anggota Kongres sedang bertemu untuk mengesahkan kemenangan Joe Biden dalam pemilu.

Serangan ke Capitol terjadi setelah keluar seruan dari Trump. Sedikitnya lima orang tewas dan puluhan lainnya terluka dalam aksi tersebut.

 

Pasukan AS

 

Separuh Lebih Pasukan AS Ditarik dari Afghanistan

Pentagon mengumumkan penarikan lebih dari 50 persen tentara AS dari Afghanistan.

Departemen Pertahanan AS dalam laporan mingguannya pada hari Selasa (8/6/2021) menyatakan bahwa proses penarikan pasukan AS dari Afghanistan telah melebihi 50 persen, dan secara keseluruhan akan selesai pada 11 September mendatang.

Kehadiran pasukan AS di Afghanistan selama hampir 20 tahun tidak menghasilkan apapun, selain pembunuhan puluhan ribu orang yang tertindas, penghancuran infrastruktur dan peningkatan produksi narkotika.

Amerika Serikat dan sekutunya menginvasi Afghanistan pada tahun 2001 dengan dalih memerangi terorisme dan memberikan keamanan di Afghanistan.

Tapi faktanya, kehadiran pasukan AS telah menyebabkan perang, konflik, dan penghancuran infrastruktur ekonomi Afghanistan, serta meningkatkan ketidakamanan dan terorisme.

Para pejabat Afghanistan telah berulang kali menekankan perlunya penarikan pasukan asing dari negara itu.

 

AS Konfirmasi Kehadiran Pasukannya di Yaman

Pemerintah Gedung Putih mengumumkan, sejumlah kecil pasukan Amerika Serikat ditempatkan di Yaman untuk memerangi kelompok teroris Al Qaeda, dan Daesh.

Gedung Putih baru-baru ini mengatakan, AS melakukan negosiasi dan memberikan sejumlah informasi terbatas kepada Koalisi Arab Saudi dengan kerangka pertahanan dan pelatihan.

Koalisi pimpinan Saudi melancarkan agresi militer luas dan blokade total terhadap Yaman dengan dalih mengembalikan kekuasaan Presiden Abd Rabbuh Mansour Hadi.

Hingga kini agresi militer Saudi ke Yaman hanya menyebabkan ribuan warga negara ini gugur, dan terluka, serta jutaan lainnya mengungsi. Perang atas Yaman telah menghancurkan infrastruktur negara ini, serta memperluas kelaparan dan wabah penyakit.

 

Jennifer Granholm

 

Menteri AS: Musuh Mampu Lumpuhkan Seluruh Jaringan Energi Kami

Menteri Energi Amerika Serikat mengatakan, sejumlah banyak serangan dilancarkan terhadap jaringan energi, termasuk pasokan listrik negara ini oleh musuh.

Jennifer Granholm, Minggu (6/6/2021) seperti dikutip situs surat kabar The Independent menuturkan, ada ribuan serangan terhadap seluruh aspek sektor energi pemerintah dan swasta AS.

 Ia mengaku sudah memperingatkan bahwa AS menjadi sasaran serangan berkelanjutan yang menargetkan komponen-komponen penting pada jaringan listrik nasional.

Granholm meyakini musuh AS memiliki kemampuan untuk melumpuhkan seluruh atau sebagian jaringan energi AS, dan sudah banyak yang mencoba melakukannya.

“Sebagian besar sektor energi AS dipegang oleh sektor swasta bukan pemerintah,” imbuhnya.

Saat ditanya apakah musuh AS mampu mematikan jaringan listrik nasional, Jennifer Granholm menjawab, “Ya, mereka bisa.”

Gedung Putih beberapa waktu lalu memperingatkan semua perusahaan dan organisasi swasta untuk waspada terhadap serangan siber baru setelah serangan siber baru-baru ini pada jalur pipa bahan bakar terbesar di Amerika Serikat, Colonial Pipeline dan peretasan SolarWindow Technologies, Inc. Begitu juga telah disampaikan surat yang berisikan rekomendasi kepada para pemilik perusahaan tersebut untuk mengurangi resiko serangan para hacker.

"Risiko peretasan di pusat-pusat sensitif AS sangat serius serta beberapa perusahaan dan organisasi di negara ini menjadi rentan terhadap peretas ini," ungkap Anne Neuberger, Deputi Penasihat Keamanan Nasional untuk Urusan Siber AS.(PH)

 

 

 

Tags