Di Balik Pembatalan Pengiriman Jemaah Haji Iran
(last modified Thu, 09 Jun 2016 03:16:38 GMT )
Jun 09, 2016 10:16 Asia/Jakarta

Setahun lalu, pada hari-hari pertama pelaksanaan ibadah haji, tepatnya pada peringatan Hari Raya Idul Adha, terjadi tragedi yang merenggut nyawa lebih dari 5.000 hujjaj, termasuk di antaranya lebih dari 400 jemaah haji Iran. Beberapa hari sebelum tragedi yang terjadi di Mina itu, sebuah derek konstruksi di Masjidul Haram jatuh menimpa 120 jemaah haji.

Peristiwa tersebut menimbulkan banyak kekhawatiran dan para pejabat tinggi urusan haji Iran bersikeras mengusut masalah tersebut dan juga mencegah terulangnya kembali tragedi itu. Dalam Para pejabat tinggi urusan haji Iran berdialog dengan para pejabat urusan haji Arab Saudi. Namun perundingan itu gagal mencapai hasil akibat gangguan dan upaya mencari alasan dari pihak Saudi.  Oleh karena itu, Iran mengumumkan tidak mengirim jemaah haji untuk tahun ini.

 

Delegasi Lembaga Haji dan Ziarah Iran dalam sebulan terakhir beberapa kali berunding dengan pihak Arab Saudi untuk menyelesaikan kekhawatiran yang muncul dan mencapai kesepakatan dalam hal ini. Dengan mengemukakan tuntutan yang logis dan fleksibel, para pejabat Iran berusaha keras agar para hujjaj Iran dapat melakukan perjalanan haji ke Mekkah dan Madinah.

 

Namun pada setiap kali perundingan, pihak Arab Saudi mengemukakan masalah baru. Sesekali mereka mengemukakan masalah penutupan kedutaan besar mereka di Tehran dan pemberian bisa, namun pada pertemuan berikutnya mereka menolak transportasi para hujjaj Iran dengan menggunakan maskapai penerbangan Iran. Sikap itu menunjukkan bahwa Arab Saudi benar-benar serius tidak ingin menerima jemaah haji Iran dan menolak penandatanganan kesepakatan dengan cara penguluran waktu.

 

Saeed Ohadi, Ketua Lembaga Haji dan Ziarah Iran pada Ahad 29 Mei 2016, menyatakan, perundingan delegasi Iran di Arab Saudi dan upaya serius Sekjen Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Iyad Madani, untuk menyelesaikan perselisihan soal pelaksanaan manasik haji tahun ini, gagal mencapai hasil. Ohadi menegaskan bahwa pemerintah Saudi mempolitisir ibadah haji serta menolak hak Muslim Iran untuk menunaikan ibadah haji.

 

Sejak awal perundingan, Arab Saudi telah membulatkan tekad untuk tidak menerima jemaah haji asal Iran. Menteri Luar Negeri Arab Saudi, pada Ahad 29 Mei 2015 mengkalim bahwa delegasi perunding Iran dengan menolak menandatangani kesepahaman soal mekanisme terkait, telah mengabaikan hak rakyat negara itu untuk menunaikan ibadah haji. Adel Al-Jubeir dalam konferensi persnya bersama Menlu Inggris, Philip Hammond, mengklaim bahwa Raja dan pangeran mahkota Arab Saudi serta pemerintah dan rakyat Saudi sangat serius dalam memperhatikan haji dan setiap hujjaj. Dia juga mengklaim bahwa Arab Saudi tidak menghalangi pelaksanaan haji siapa pun.

 

Dengan mengemukakan pernyataan bermuluk-muluk, Al-Jubeir mengklaim bahwa Arab Saudi setiap tahun berdialog dan berunding dengan lebih dari 70 negara dunia untuk mendifinisikan dan menjelaskan haji sehingga keamanan dan keselamatan para hujjaj dapat terjamin. Al-Jubeir juga mengklaim bahwa tujuan Riyadh adalah pelaksanaan haji dengan aman dan selamat serta agar para jemaah haji dapat dengan tenang beribadah. Riyadh juga menolak politisasi haji.

 

Dalam konferensi pers tersebut, Hammond mengiringi pernyataan al-Jubeir dalam melarang kunjungan haji para jemaah asal Iran dan mengatakan, "Menurut saya, Arab Saudi selalu serius dalam melaksanakan tugasnya di bidang ini, karena Raja Arab Saudi adalah khadimul haramain, dan menurut saya, semua umat Islam dipersilahkan untuk melaksanakan haji."

 

Klaim-klaim itu mengemuka di saat pemerintah Arab Saudi sebelumnya telah membuktikan kepada dunia bahwa mereka telah mempolitisir ibadah haji, dan oleh karena itu pula teks kesepahaman dengan Iran soal haji yang merupakan ibadah tahunan, selalu diubah oleh Arab Saudi. Sama seperti ketika menilai tragedi Mina adalah masalah takdir dan menolak melakukan tanggung jawabnya sebagai pelaksana haji, para pejabat Arab Saudi kini berusaha mengesankan bahwa mereka telah melaksanakan seluruh tugas dan kewajiban mereka bahkan melebihi dari yang seharusnya.

 

Menurut Arab Saudi, jika ada yang harus disalahkan dalam hal ini, maka pihak Iran yang harus disalahkan karena menolak menandatangani kesepamahan yang memuat tuntutan menghina dan tidak wajar Arab Saudi. Ini yang disebutkan dalam pernyataan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, bahwa Iran yang bersalah atas keterhalangan warganya menunaikan ibadah haji.

 

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, pasca konferensi dengan para mitranya dari negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia, di hadapan para wartawan kembali mengulang klaim tersebut. Dikatakannya, negara-negara Islm harus mengecam Iran dalam hal ini.

 

Salah satu sisi penting pada pengelolaan haji adalah jaminan keamanan dan keselamatan para hujjaj, Akan tetapi ketika urgensi masalah ini disampaikan kepada Arab Saudi di mana telah terjadi banyak peristiwa serupa di masa lalu, alih-alih melaksanakan tugasnya, Arab Saudi justru berusaha menghapus masalah yang ada.

 

Jelas bahwa Iran sangat serius menindaklanjuti masalah ini serta dapat menjalin keselamatan, keamanan dan kenyamanan para hujjaj. Oleh karena itu, Tehran meminta Riyadh untuk mengambil langkah-langkah serius dalam hal ini. Namun sejak dimulainya perundingan, perilaku para pejabat Arab Saudi menunjukkan bahwa mereka memang tidak ingin menyelesaikan masalah.

 

Asumsi itu semakin menguat setelah para pejabat Saudi berusaha mengulu-ulur waktu dengan mengemukakan berbagai masalah parsial.  Dengan mengulur-ulur waktu perundingan, Arab Saudi ingin tidak ada lagi kesempatan bagi kedua pihak untuk melakukan persiapan haji tahun ini. Dan sekarang, setelah kesepahaman tidak tercapai, Riyadh menuding Tehran bersalah atas gagalnya pelaksanaan haji warganya.

 

Saeed Ohadi menjelaskan proses perundingan delegasi Iran dan Arab Saudi untuk manasik haji tahun ini dan mengatakan, selama perundingan, para pejabat Arab Saudi menekankan 11 syarat dalam draf kesepahaman yang tidak pernah ada di tahun-tahun sebelumnya. Ditegaskannya, pada putaran pertama perundingan yang tertunda selama tiga bulan, pihak Iran telah mengemukakan tuntutan secara gamblang.

 

Kepada Menteri Haji dan Umrah Saudi serta para delegasi perunding Saudi, Tehran menyatakan bahwa tahun lalu telah terjadi tragedi besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah pelaksanaan haji. Mereka telah menjadi korban manajemen buruk dan kelalaian pengelola haji, serta tidak ada reaksi dari pihak Saudi. Adapun 11 persyaratan yang disebutkan dalam draf kesepahaman tersebut tidak dapat diterima karena masalah ini bukan lagi kesepamahan melainkan instruksi sepihak.

 

Pihak Saudi melarang penggunaan bendera di gedung-gedung Iran pada masa tinggal atau ketika para jemaah Iran bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Padahal salah satu cara menjamin keamanan para jemaah di antara kerumunan orang sebanyak itu adalah adalah bendera dan tanda-tanda. Mereka juga menetapkan gedung-gedung kesehatan dan perobatan Iran hanya tiga gedung di Madinah dan empat, padahal sebelumnya jumlah gedung jasa kesehatan harus berjumlah 12 gedung.

 

Sebagaimana ditekankan oleh Saeed Ohadi, kemuliaan dan kehormatan adalah hak para hujjaj Iran, sementara haji adalah sebuah kewajban dan tidak ada orang yang berhak menghalanginya. Jika Arab Saudi mengklaim sebagai tuan rumah dan khadimul haramain, maka mereka harus menyediakan fasilitas dan kemudahan bagi para tamu Allah itu.