Mencermati Peran AS dalam Perluasan Terorisme dan Pelanggaran HAM di Dunia
Tanggal 27 Juni hingga 3 Juli telah ditetapkan sebagai Pekan Hak Asasi Manusia Amerika Serikat. Karena aksi teroris dan kriminal yang dilakukan terhadap rakyat Iran selama bertahun-tahun.
Pada tanggal 27 Juni 1981, Ayatullah Khamenei, sahabat dekat Imam Khomeini, Pemimpin Besar Revolusi Islam, terluka parah akibat usaha teror yang gagal oleh kelompok teroris Mujahidin Khalq (MKO), saat berpidato di sebuah masjid di selatan Tehran. Suatu hari setelah aksi teroris ini, dalam aksi teroris lainnya, dalam serangan bom di markas besar Partai Jomhouri-e Eslami, Ayatullah Dr. Mohammad Beheshti, Ketua Mahkamah Agung Iran, gugur syahid bersama dengan 72 pejabat tinggi Republik Iran. Pada 2 Juli 1981, Ayatullah Qoddousi, Jaksa Agung Iran diteror.
Setelah pemboman di markas besar Partai Jomhouri-e Eslami, para pemimpin kelompok teroris melarikan diri ke Paris lewat bandara Tehran, bersama Bani Sadr, Presiden Iran yang dilengserkan dengan mengenakan pakaian dan riasan wanita dibantu para elemen penyusup dari rezim sebelumnya. Pilot pesawat mereka adalah pilot khusus dan terpercaya dari diktator Iran, Mohammad Reza Shah, yang mengemudikan pesawat Shah pada penerbangan terakhirnya dari Iran.
Sejak itu, kelompok teroris buronan MKO telah didukung oleh pemerintah Barat menyebar di negara-negara Eropa lainnya dan Amerika Serikat. Selama perang Irak-Iran, mereka memindahkan pangkalan utamanya ke Irak dalam kesepakatan dengan Saddam. Sepanjang perang yang dipaksakan pada 1980-an, kelompok teroris yang dipimpin oleh Massoud Rajavi, sebagai tentara bayaran dan mata-mata, memberikan fasilitas mereka kepada tentara Baath.
Tugas utama mereka adalah mengumpulkan informasi dari front Iran melalui penyusup dan memberikan informasi kepada rezim Baath di Irak untuk menargetkan kota-kota Iran dengan rudal jarak jauh. Tindakan berbahaya lainnya oleh anggota kelompok teroris Mujahidin Khalq (MKO) adalah interogasi tahanan Iran dan partisipasi mereka dalam operasi tentara Baath Irak di medan perang Iran.
Sejalan dengan mendukung kelompok teroris Munafikin (MKO) dalam melakukan aksi teroris di Iran pada tahun 1987 dan 1988, Amerika Serikat melakukan perang langsung dengan Iran untuk mendukung rezim Saddam. Amerika Serikat tidak menahan diri dari kejahatan apa pun untuk mendukung rezim kriminal Saddam, salah satunya adalah mendukung sepenuhnya Saddam dalam penggunaan senjata kimia di medan perang dan di kota-kota Iran.
Pada Juni 1987, kota Sardasht di Iran barat dibom dengan senjata kimia. Ratusan orang gugur syahid dan terluka selama pengeboman tersebut, dan banyak orang masih menderita akibat efek bom kimia di Sardasht. Namun salah satu kejahatan Amerika terbesar di dunia dan terhadap bangsa Iran adalah menembak jatuh pesawat komersial Iran dengan 290 penumpang di Teluk Persia oleh USS Vincennes (CG-49) pada 3 Juli 1988. Di antara korban kejahatan besar ini adalah 66 anak-anak. Pemerintah AS bukan hanya membenarkan penembakan rudal ke pesawat penumpang, tetapi Presiden Ronald Reagan justru memberi medali kehormatan kepada komandan kapal USS Vincennes.
Tidak ada pemerintah, seperti Amerika Serikat, yang menggunakan hak asasi manusia sebagai alat untuk memajukan tujuannya, bersama dengan banyak negara Eropa. Para pejabat Amerika Serikat mengklaim sebagai pusat hak asasi manusia di dunia, dan dengan wacana ini, mereka bahkan menyerukan sanksi dan serangan militer terhadap negara-negara lain. Perang melawan "terorisme", pelanggaran hak asasi manusia, pencegahan penyebaran senjata nuklir, dan lain-lain, adalah dalih bagi pemerintah AS untuk mengejar tujuannya dengan menggunakannya sebagai alat.
Meneliti tindakan Washington di bidang aksi teroris mengungkapkan fakta yang menunjukkan niat hegemonik dan perilaku tidak jujur para pejabat Amerika terhadap masyarakat internasional, khususnya umat Islam. Dalam satu abad terakhir, dunia telah menyaksikan fakta pahit bahwa pemerintah AS berada di garis depan terorisme negara dunia dan telah melakukan banyak aksi teroris terhadap berbagai negara dan masyarakat. Amerika Serikat telah dan terus melanggar semua pelanggaran hak asasi manusia sejak 9/11 dengan kedok kontraterorisme.
Sejarah Amerika Amerika Serikat memiliki catatan panjang pelanggaran hak asasi manusia dan terorisme sejak sebelum terbentuk Amerika Serikat. Orang kulit putih Eropa yang pergi ke Amerika Serikat menganggap diri mereka ras superior dan membantai jutaan orang Indian, penduduk Amerika asli atas nama modernisme dan pembentukan masyarakat sipil. Tujuan mereka adalah pemusnahan total ras Indian. Di sisi lain, mereka memperbudak jutaan orang kulit hitam dari benua Afrika dan membawa mereka ke Amerika Serikat untuk bekerja dan membangun pertanian dan kota mereka.
Perjuangan anti-rasis telah berlangsung di Amerika Serikat selama berabad-abad. Tidak ada hari berlalu seorang pria kulit hitam, tua atau muda, pria atau wanita, atau anak-anak, tanpa dibunuh oleh polisi Amerika yang rasis. Sudah banyak gerakan anti-rasis bermunculan di Amerika Serikat sejauh ini, tetapi salah satu kesenjangan dalam masyarakat Amerika tetap segregasi rasial yang mendalam dalam masyarakat Amerika. Di luar Amerika Serikat, pemerintah AS memiliki catatan kelam tentang pelanggaran hak asasi manusia dan penyebaran terorisme.
Sangat disayangkan bahwa pemerintah AS melakukan kejahatan terhadap hak asasi manusia dengan kedok membela hak asasi manusia, mempromosikan demokrasi dan memerangi terorisme. Selama beberapa abad, Amerika Serikat telah menganggap Amerika Selatan sebagai halaman belakangnya dan, dalam praktiknya, telah menjadi pendukung para diktator melawan gerakan pro-demokrasi di wilayah tersebut. Pada tahun 1973, pemerintah AS menggulingkan pemerintah populer Salvador Allende di Chili untuk mendukung penjahat Pinochet dalam kudeta militer. Rakyat Chili telah menderita banyak kejahatan selama beberapa dekade di bawah salah satu rezim polisi paling otoriter di dunia.
Dukungan AS untuk pemerintahan militer diktator dan dukungan untuk kebijakan kolonial AS telah diulang di hampir semua negara Amerika Selatan. Pemerintah AS memiliki sejarah kelam di negara-negara Amerika Selatan. Di Asia Timur juga, Amerika Serikat, yang mengklaim sebagai negara adidaya dunia, telah melakukan banyak kejahatan untuk mempertahankan dominasinya atas bagian dunia ini. Contohnya termasuk pemboman nuklir Hiroshima dan Nagasaki di Jepang dan satu dekade kekejaman dan pembantaian Vietnam pada 1960-an dan 1970-an. Di Timur Tengah dan Asia Selatan juga, orang-orang dari negara-negara di kawasan ini menderita tanpa henti dari kejahatan Amerika.
Selama tujuh puluh tahun terakhir, rakyat Iran telah membayar harga yang mahal dalam perjuangan melawan Amerika Serikat sebagai akibat dari intervensi dan kebijakan hegemonik AS. Pada tahun 1953, untuk mendukung kudeta secara langsung, Amerika Serikat menggulingkan Dr. Mossadegh dan mengembalikan tahta buronan Shah Iran. Selama 25 tahun, Amerika Serikat tidak segan-segan melakukan kejahatan apapun terhadap kaum libertarian Iran dalam rangka mengkonsolidasikan monarki Iran. Akhirnya, Gerakan Pembebasan Iran yang dipimpin oleh Imam Khomein yang menggulingkan monarki di Iran.
Setelah kemenangan Revolusi Islam dan pembentukan sistem pemerintahan yang demokratis, pemerintah AS melanjutkan konspirasinya untuk menggulingkan Republik Islam. Amerika Serikat, yang mengklaim membela hak asasi manusia dengan catatan hitam, menuduh pemerintah Republik Islam melanggar hak asasi manusia dan mendukung terorisme. Dengan mengejar kebijakan Iranofobia, pemerintah AS berusaha untuk memajukan tujuan hegemoniknya melalui berbagai langkah-langkah perang politik, ekonomi, militer, dan psikologis. Rakyat Iran, terlepas dari banyak penderitaan dan banyak pengorbanan, telah menentang kebijakan hegemonik AS selama lebih dari empat dekade.(sl)