Pilihan Sulit Warga AS Menghadapi Pandemi Corona
Kota-kota di Amerika Serikat menyaksikan dua situasi yang saling bertentangan dalam menghadapi pandemi virus Corona (Covid-19). Sekelompok orang menentang perpanjangan lockdown dan menuntut pembukaan kembali kegiatan ekonomi. Kelompok lain juga turun ke jalan-jalan untuk mendukung kebijakan lockdown demi mengalahkan wabah Corona.
Para penentang lockdown turun ke jalan-jalan untuk menunjukkan kekuatannya dengan membawa bendera Amerika, poster Presiden Donald Trump, dan bahkan senjata api. Di sisi lain, kelompok lain yang memakai pakaian perawat dan membawa kantong jenazah, menyerukan warga tetap tinggal di rumah-rumah mereka.
Krisis Corona sama seperti isu penting lainnya di Amerika telah membuat masyarakat terbelah dan memicu pertikaian politik serta menjadi ajang balas adu kekuatan, khususnya menjelang pemilu presiden 2020. Partai-partai dan para kandidat memanfaatkan setiap isu termasuk wabah Corona untuk meraih kemenangan.
Saat ini, Trump sedang mencoba menampilkan dirinya sebagai pahlawan bagi warga yang terkena imbas ekonomi akibat wabah Corona, dan mendukung pembukaan kembali kegiatan ekonomi demi menambah jumlah pendukungnya pada pemilu November nanti.
Padahal, kubu Demokrat, masyarakat umum, serta para pakar kesehatan dan urusan sosial menekankan pentingnya melindungi kesehatan masyarakat dan menyelamatkan hidup mereka.
Meski demikian, tidak semua demonstran yang menuntut pelonggaran lockdown adalah pendukung politik Trump dan Partai Republik. Sejumlah besar mereka mengkhawatirkan kehilangan pekerjaan, menganggur terlalu lama, dan tidak memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penelitian mencatat bahwa jutaan orang Amerika tidak memiliki tabungan untuk menghadapi krisis. Jika mereka tidak mampu membayar cicilan rumah, mobil, dan pinjaman mahasiswa atau tagihan kartu kreditnya dalam beberapa pekan ke depan, maka mereka akan bergabung dengan banyak tunawisma dan galandangan yang tinggal di dalam kardus.
Senator Amerika, Bernie Sanders menyampaikan penyesalan atas kesulitan jutaan warga Amerika yang kehilangan pekerjaannya akibat wabah Corona. Dia mengatakan, “Kita adalah satu-satunya negara kaya di dunia, di mana orang-orangnya kehilangan pekerjaan dan akses ke layanan kesehatan tepat ketika mereka sangat membutuhkannya."
Tidak diragukan lagi bahwa situasi yang tidak normal ini bersumber dari kesalahan manajemen yang dilakukan oleh berbagai pemerintah di AS selama bertahun-tahun serta struktur ekonomi dan sosial yang buruk di negara itu.
Sebagai contoh, budaya konsumerisme yang tidak terkontrol di Amerika di samping kesadaran menabung yang rendah, menyebabkan banyak keluarga Amerika tidak memiliki tabungan beberapa ratus dolar, meskipun punya penghasilan yang cukup dalam setahun. Padahal, tabungan itu akan memungkinkan mereka bertahan untuk beberapa pekan ketika harus menganggur.
Pada saat yang sama, keamanan kerja yang lemah telah memungkinkan para pengusaha untuk memberhentikan pekerjanya segera setelah krisis muncul. Di sisi lain, bantuan pemerintah untuk korban berbagai krisis, sebagian besar jatuh ke kantong pemilik koorporasi, sementara masyarakat dan pemilik usaha kecil, tidak menerima dukungan yang cukup dari pemerintah.
Dikatakan bahwa paket stimulus 2,2 triliun dolar yang disetujui oleh Kongres untuk menyelamatkan ekonomi AS yang dihantam virus Corona, hanya 15 persen atau sekitar 330 miliar dolar yang sampai kepada para pemilik usaha kecil.
Bahkan di banyak kota AS, pemberian bantuan tunai 1.200 dolar kepada anggota keluarga dengan pendapatan tahunan kurang dari 75.000 dolar per tahun, tidak dapat menutupi sebagian dari pengeluaran mereka selama masa lockdown.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin mengatakan bantuan 1.200 dolar pemerintah kepada warga untuk dipakai paling tidak untuk periode 10 minggu.
Karena kesulitan ekonomi akut yang diderita oleh banyak warga Amerika yang menganggur, tidak menutup kemungkinan akan memaksa mereka mengabaikan penyebaran Covid-19 dan bergabung dengan kelompok yang mendukung pencabutan pembatasan.
Padahal, mengabaikan atau melanggar protokol kesehatan akan meningkatkan risiko gelombang kedua wabah Corona di masa depan. Sejauh ini, Amerika menempati urutan teratas dunia dari segi kasus positif Corona dan jumlah kematian.
Tanpa memenuhi kebutuhan minimum orang-orang Amerika, terutama warga miskin dan berpenghasilan rendah, penyakit mengerikan Covid-19 tidak akan dapat diberantas di negara itu.
Wabah ini juga dapat menyebabkan munculnya ketegangan sosial dan bentrokan jalanan di Amerika, di mana konsekuensinya tidak kalah besar dari dampak wabah Corona. (RM)