Des 07, 2023 18:50 Asia/Jakarta
  • Terorisme negara rezim Zionis
    Terorisme negara rezim Zionis

Dalam episode kali ini, kami akan mengupas dimenis terorisme Israel dari sudut pandang pengamat Iran.

Terorisme internasional ditolak oleh banyak pakar hukum dan politik. Merujuk pada sifat terorisme internasional dan tanggung jawab mendukung kelompok teroris, Dr. Mohammad Reza Ziyai Begdali, seorang pengacara terkemuka Iran, mengatakan: "Dukungan ini berarti bantuan finansial atau militer, dan terlepas dari apakah ada jaminan eksekutif untuk itu atau tidak, jenis dukungan ini ilegal dan memiliki tanggung jawab hukum." Pengacara Iran ini juga menjawab pertanyaan apakah PBB mempunyai kekuatan hukum untuk mencegah negara-negara mendukung terorisme atau tidak? Dia mengatakan: "Satu-satunya alat yang dimiliki PBB terbatas pada mengeluarkan resolusi atau menerapkan beberapa pembatasan, dan sebaliknya, tidak ada alat lain."

Ahmed Momeni Rad, profesor hukum Iran lainnya mengenai pembunuhan Syahid Fakhrizadeh dari sudut pandang hak asasi manusia dan hukum internasional, percaya bahwa tidak adanya hukuman dan pemberian kekebalan tidak sah oleh Dewan Keamanan dan negara-negara besar kepada Israel mengarah pada kelanjutan tindakan rezim tersebut untuk memperluas terorisme neara di tingkat dunia.

Dalam pasal ketiga Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, ditekankan hak untuk hidup. Oleh karena itu, pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang di luar proses hukum dianggap sebagai pelanggaran terhadap standar hak asasi manusia internasional, dan menurut pasal ini, tidak mungkin mencabut hak hidup seseorang tanpa adanya tatanan hukum atau di luar kerangka hukum. Hak Asasi Manusia mengutuk pelanggaran hak untuk hidup.

Menurut Dr. Momeni Rad, rezim Zionis memiliki daftar panjang kejahatan internasional seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan teror, dan setiap hari mereka melakukan tindakan anti-manusia yang paling keji di wilayah pendudukan, dan terus mendapat dukungan dari pemerintah hegemoni dan berbagai lembaga internasional. Menurut Dr Momeni Rad, Amerika menjadi tersangka utama pembunuhan Syahid Fakhrizadeh, karena kebijakan negara ini mendukung penuh tindakan rezim Zionis.

Dr. Behjat Ghasemi, pengacara dan suami dari Dr. Majid Shahriari, salah satu syuhada ilmuwan nuklir, mengatakan: "Akan tiba suatu hari dalam sejarah ketika Amerika dan sekutunya akan dikutuk di seluruh dunia atas operasi brutal yang mereka lakukan untuk membunuh tokoh ilmiah Iran."

Rasoul Koohpayehzadeh, seorang pengacara terkemuka, terkait terorisme negara rezim Zionis percaya bahwa "pembunuhan Syahid Fakhrizadeh secara hukum internasional dikutuk dan tercela, dan juga memiliki dimensi hukum, karena tindakan kriminal ini bertentangan dengan teks eksplisit Piagam PBB, deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dokumen dan kewajiban internasional yang relevan dan melanggar hak dasar internasional dan hak asasi manusia.

Menurut pengacara ini, beberapa prinsip hukum internasional telah diserang dan dilanggar dalam tindakan tersebut, antara lain prinsip hak hidup manusia, prinsip pelarangan penggunaan kekerasan, prinsip penghormatan terhadap kedaulatan wilayah dan kemerdekaan, dan kesetaraan negara-negara, serta hal ini jelas memerlukan tanggung jawab internasional yang berat dari pemerintah yang salah dan melakukan tindakan tersebut.

Mohsen Abdollahi, profesor dan pakar hukum internasional, menjelaskan bahwa pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, termasuk pembunuhan Syahid Fakhrizadeh, adalah contoh terorisme negara rezim Zionis, dan mengatakan: "Operasi teroris ini sangat kompleks sehingga tidak mungkin dilakukan tanpa keterlibatan dan dukungan organisasi intelijen dari satu atau lebih pemerintah asing. Oleh karena itu, tindakan ini dapat kita anggap sebagai contoh terorisme internasional. Apalagi karena dilakukan melalui pengeboman.”

Profesor universitas terkemuka ini menambahkan, pembunuhan Syahid Fakhrizadeh adalah contoh terorisme negara dan pembunuhan di luar proses hukum, sebuah pelanggaran berat terhadap sistem hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Gholamreza Khawaja, seorang profesor hukum internasional, mengatakan tentang sejauh mana Komite Hak Asasi Manusia dapat mencegah terorisme internasional yang dilakukan oleh rezim Zionis: “Pengalaman menunjukkan bahwa dalam banyak kasus, laporan hak asasi manusia dinetralkan dengan menambahkan klausul yang menguntungkan rezim Zionis. Atau ketika sebuah laporan yang menentang rezim ini disiapkan, beberapa pelapor dibayar sejumlah besar uang dan teks laporannya diubah!"

Ia menambahkan, tentu saja ada kasus di mana Dewan Hak Asasi Manusia, di bawah pengaruh opini publik, sedikit mempertajam nada pemberitaannya, sehingga mendapat reaksi keras dari rezim Zionis. Sebagai contoh, kita dapat melihat reaksi Perdana Menteri rezim Zionis, yang menyebut keputusan Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang menentang rezim Zionis sebagai hal yang memalukan, dan mengklaim bahwa serangan di Jalur Gaza dan pembunuhan terhadap anak-anak dan perempuan Palestina adalah tindakan yang sah dan legal.

Mohammad Mehdi Seed Naseri, seorang pengacara dan penulis, berpendapat tentang aksi teroris rezim Zionis bahwa "kebijakan dan tindakan rezim pendudukan Yerusalem sejak berdirinya hingga saat ini, terutama tindakan brutal rezim ini, termasuk serangan yang meluas dan sistematis terhadap warga sipil dan orang-orang tertindas "Palestina dan pembunuhan brutal terhadap perempuan dan anak-anak" merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia serta tujuan dan prinsip Piagam PBB dan dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan."

Dr. Mohammad Parszadeh, seorang profesor universitas dan analis hukum internasional di Iran, juga percaya bahwa masalah yurisdiksi pemerintah dalam mengadili dan menghukum mereka yang dituduh melakukan tindakan teroris adalah salah satu masalah dalam perang melawan terorisme internasional, dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) tidak mempunyai yurisdiksi dalam bidang ini, dan pemerintah sendiri dapat menggunakan prinsip-prinsip tersebut untuk menghadapi dan menghukum tindakan kriminal yang keji ini.

 

Tags