Des 31, 2023 19:32 Asia/Jakarta
  • Terorisme Negara Israel
    Terorisme Negara Israel

Kali ini kami akan mengetengahkan pandangan ilmuwan dan pakar non-Iran mengenai terorisme negara rezim Zionis Israel.

Terorisme negara rezim Zionis terhadap negara-negara Islam mendapat banyak keberatan dan kritik di tingkat internasional. Kevin Bart, seorang analis politik Amerika, mengatakan, "Dokter Mohsen Fakhrizadeh tidak diragukan lagi dibunuh oleh agen rezim Israel. Tindakan tersebut didefinisikan sebagai "serangan yang disengaja terhadap warga sipil". Karena ilmuwan adalah warga sipil dan mereka bukanlah sasaran yang sah. Anda tahu tidak ada negara lain yang secara sistematis menargetkan ilmuwan, namun rezim Israel melakukannya. Kita harus ingat bahwa rezim Zionis membunuh ratusan ilmuwan Irak setelah pendudukan AS di Irak."

Bart lebih lanjut menekankan, rezim Zionis kembali membuktikan bahwa mereka adlah rezim pelanggar terbesar hukum dan undang-undang di babad kontemporer, dan rezim ini harus dicap sebagai momok umat manusia.

Sejarawan Prancis Lauren Ginot juga mengatakan bahwa rezim Israel adalah pemerintahan dan negara psikopat. Mengenai bagaimana masyarakat internasional menanggapi kejahatan rezim Israel, Kevin Bart berpendapat: "Para pengecut mengubur kepala mereka di salju dan mencoba mengabaikan masalah. Namun siapa yang tidak pengecut akan mengakhiri hidup Zionisme."

Noam Chomsky, ahli teori Amerika terkenal tentang terorisme negara rezim Zionis, percaya bahwa rezim Israel juga menduduki Dataran Tinggi Golan dengan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Kisah mengerikan di Gaza sangatlah rumit. Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat, melampaui presiden-presiden lain di negaranya dalam memberikan dasar bagi kejahatan rezim Israel. Salah satu kontribusi terbesar Trump kepada rezim Israel adalah kepemimpinannya dalam Perjanjian Abraham, yang menetapkan perjanjian untuk menormalisasi hubungan antara rezim Israel dan beberapa negara Arab.

Francis Boyle, seorang profesor hukum internasional dan salah satu kritikus serius terhadap rezim Zionis, mengkritik pembenaran tindakan teroris Israel dengan apa yang disebut “hak untuk membela diri”. Ini adalah kata-kata yang selalu kita dengar dari kedua belah pihak pemerintah Demokrat dan Republik di Amerika ketika Israel menanggapi serangan roket di Gaza dengan kekuatan militernya yang besar. Saat ini, tidak ada seorang pun di Amerika yang mau menjawab pertanyaan penting ini, yaitu, apa hak bangsa Palestina?

Geoffrey Lewis, seorang analis politik, juga mengatakan tentang terorisme negara yang dilakukan rezim Israel dan pembunuhan ilmuwan Muslim oleh Mossad: Tujuan Israel jelas. Dengan membunuh Fakhrizadeh yang merupakan seorang ilmuwan nuklir, mereka ingin memperkecil kemungkinan Iran kembali ke perjanjian nuklir.

Micha Zhivinovich, seorang pakar keamanan, percaya bahwa "rezim Israel melanjutkan kejahatannya terhadap rakyat Palestina karena yakin akan dukungan Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat, dan tidak menginginkan perdamaian dan stabilitas." Merujuk pada kebijakan rezim Zionis yang menyesatkan opini publik dunia, ia mengatakan: “Rezim Israel melakukan serangan militernya terhadap rakyat Palestina dengan dalih pertahanan diri dan tindakan defensif preventif, dan ini sungguh konyol."

Profesor universitas ini menganggap serangan terhadap kantor media di "Menara Al Jalaa" di Gaza sebagai contoh nyata tindakan tidak manusiawi dan terorisme negara yang dilakukan rezim Israel dan percaya bahwa solidaritas komunitas internasional dan semua negara Islam dengan Palestina dalam menghentikan kebijakan perang Rezim Zionis Israel sangat penting di kawasan Asia Barat. Ia menyebut pembelaan terhadap tindakan agresif dan kebijakan ekspansionis rezim Israel sebagai hak yang tidak dapat dicabut dari Palestina dan kelompok Palestina terhadap agresi rezim Zionis.

Elias Elmer, Sekretaris Jenderal Uni Lebanon Timur, mengatakan tentang aspek hukum pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh, seorang ilmuwan nuklir Iran, bahwa tindakan ini merupakan contoh terorisme negara yang dilakukan oleh rezim Zionis, yang bertindak sebagai eksekutor Amerika Serikat di kawasan.

Sukant Chandan, seorang analis terkemuka India, juga percaya bahwa Amerika telah melanggar semua standar dan prinsip internasional dengan mendukung rezim Zionis di wilayah tersebut. Menurutnya, Amerika memberikan sumber daya keuangan, peralatan militer, dan senjata kepada rezim Israel dan sekutu lainnya di kawasan untuk membunuh dan menghancurkan orang-orang tak bersalah yang tidak ingin berada di bawah kekuasaan Amerika dan rezim Israel.

Lembaga think tank global juga mempunyai beberapa pandangan mengenai dimensi terorisme negara Israel. Barbara Slavin, seorang analis di Dewan Atlantik, sebuah lembaga pemikir Amerika, menganggap pendekatan teroris rezim Israel terhadap ilmuwan Iran tidak dapat dipahami dan mengatakan: "Saya benar-benar tidak dapat memahami logika rezim Israel."

Vladimir Zakharov, kepala Institut Penelitian Politik dan Sosial Rusia, menyebut tindakan rezim Zionis terhadap Palestina sebagai contoh nyata terorisme negara dan mengatakan: Kita harus mengajukan pengaduan terhadap rezim ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag, dan dengan tekanan sekuat tenaga, kami akan menghentikan rezim ini melanjutkan kejahatannya terhadap rakyat Palestina yang tidak berdaya dan ditangkap. Zakharov juga menyatakan bahwa bangsa Palestina membutuhkan dukungan internasional, dan menganggap membantu masyarakat di negeri ini adalah tugas orang-orang yang memiliki hati nurani di seluruh dunia dan mengatakan bahwa dunia tidak boleh mengabaikan tugas kemanusiaan ini.

Terlepas dari kenyataan bahwa banyak lembaga dan lembaga think tank internasional menggambarkan tindakan teroris rezim Zionis sebagai pelanggaran berat terhadap prinsip dan aturan hukum internasional, namun dalam praktiknya, tidak ada upaya pencegahan yang diambil untuk menghadapi rezim Zionis dan mencegah tindakan teroris rezim ini. Organisasi dan institusi internasional berada di bawah pengaruh Amerika dan tekanan lobi Zionis, atau karena mereka khawatir akan berbagai konsekuensi, termasuk dituduh anti-Semitisme, memilih bungkam di depan kejahatan rezim Zionis. Dalam beberapa kasus, lembaga hak asasi manusia puas dengan kecaman lisan tanpa ada aturan yang mengikat.

 

Tags