Mengenal Para Ulama Besar Syiah (67)
Akhund Khurasani atau Muhammad Kazim Khurasani lahir di kota Mashad tahun 1255 H. Beliau adalah murid Mirza Shirazi pertama dan memiliki posisi tinggi di antara ulama.
Sekitar sembilan tahun sebelum meletusnya perang Dunia Pertama, terjadi peristiwa politik penting di Iran. Setelah inisiatif besar Mirza Pertama dalam memboikot tembakau, dan bersatunya berbagai lapisan masyarakat dalam melawan penjajah Inggris, rakyat Iran yang memiliki memori menyenangkan akan persatuan ini, semakin menuntut persatuan lain untuk melawan pemerintahan monarki Qajar yang despotik dan mencari keadilan.
Para shah dan raja Qajar yang menganggap pemilik nyawa dan kekayaan Iran, tanpa kebijaksanaan secara sewenang-wenang memutuskan untuk melakukan transaksi dengan Barat, dan memberi konsesi aneh dan besar kepada Eropa dan Inggris.
Ketidakmampuan raja-raja Qajar menambah kemiskinan dan kesengsaraan rakyat setiap hari, dan hal ini menyebabkan protes besar-besaran di Tehran. Menanggapi protes pencarian keadilan ini, raja-raja Qajar melakukan kekerasan dan penindasan dan bahkan mulai membunuh orang. Sebagai tanda protes, para ulama Tehran pergi ke Qom dan menggelar konsentrasi di makam suci Sayidah Maksumah. Mereka menuntut pembentukan pengadilan, pengadilan yang mewajibkan pejabat, termasuk raja, untuk mematuhi aturan Islam dan hak-hak umat Islam.
Dengan tidak adanya ulama di Tehran, beberapa orang yang melihat pejabat Inggris mempunyai kekuasaan di Tehran, khawatir akan nyawa dan keluarga mereka, berlindung di Kedutaan Besar Inggris. Saat itulah Inggris melihat ada peluang untuk mengintervensi urusan internal Iran. Kini tiba saatnya bagi kaum terpelajar Barat untuk memberikan penghormatan kepada guru bahasa Inggrisnya dan terjun ke lapangan untuk menyebarkan budaya Barat. Mereka menuntut monarki konstitusional dan pembentukan Majelis Nasional, model yang sama diterapkan atas nama demokrasi di negara-negara Barat. Dengan menggunakan surat kabar dan media lain yang mereka miliki, dan secara bertahap menyampaikan tuntutan mereka kepada masyarakat dan menggantikan keadilan dengan konstitusionalisme.
Di sisi lain, para ulama dan penguasa melihat terjadinya revolusi sebagai sebuah keniscayaan, untuk mencegah penyimpangan revolusi rakyat Iran dan mengarahkannya ke arah ajaran agama, mereka turun ke lapangan dan bergabung dengan rakyat. Dengan perkumpulan ini, persatuan umat, cendekiawan, dan ulama kembali terbentuk dan inilah awal mula revolusi yang disebut Revolusi Konstitusional.
Era ini bertepatan dengan masa ketika beberapa maraji (Marja) di Irak secara bersama-sama bertanggung jawab atas kepemimpinan umat Islam. Dua marja terbesar mengambil posisi berbeda dalam revolusi ini. Akhund Khurasani adalah salah satu tokoh yang sangat mendukung revolusi konstitusi, namun Mohaghegh Yazdi menentang gerakan ini sejak awal.
Mohaghegh Yazdi percaya bahwa sejak awal harus jelas bahwa Majelis Nasional bukanlah lembaga legislatif melainkan lembaga eksekutif hukum Islam, namun Akhund Khurasani menganggap prinsip gerakan ini sebagai sarana untuk membatasi penindasan terhadap para shah, oleh karena itu meskipun ia sadar akan bahaya hal tersebut, namun ia setuju dengan prinsip gerakan tersebut, ia menyatakan partisipasi dalam gerakan kerakyatan ini sebagai suatu keharusan.
Akhund Khurasani atau Mullah Mohammad Kazim Khurasani, yang lahir di Mashad pada tahun 1255, merupakan salah satu murid Mirza Shirazi I yang terkenal dan mempunyai kedudukan tinggi di kalangan ulama. Setelah migrasi Mirza Shirazi I ke Samarra, ia praktis menjadi penggantinya di Najaf Ashraf, dan murid-murid Mirza mengikuti pelajaran Akhund Khurasani atas saran guru mereka. Mullah Mohammad Kazim Khurasani, selain mengajar di seminari (Hauzah Ilmiah), juga selalu mengetahui isu-isu sosial dan politik masyarakat Islam Iran. Seperti gurunya, dia berpikir untuk menegakkan keadilan dan menyelamatkan kaum tertindas. Kekhawatiran inilah yang membuatnya menganggap monarki konstitusional lebih baik dibandingkan monarki yang tidak mematuhi hukum apa pun.
Dukungannya terhadap kaum konstitusionalis menyebabkan revolusi ini menang dalam waktu singkat. Dengan demikian, setelah diadakannya pemilu, Majelis Konstitusi pertama mulai bekerja pada bulan Mehr tahun 1285 Hs (1324 HQ).
Setelah terbentuknya parlemen, panitia yang bertugas menulis konstitusi, tanpa memperhatikan hukum Islam, menyiapkan undang-undang sesuai dengan konstitusi Belgia dan Prancis, dan undang-undang ini ditandatangani oleh shah. Hal inilah yang telah diperingatkan oleh Mullah Mohammad Kazim Yazdi (Mohaghegh Yazdi) sebelumnya. Akhirnya, bimbingan Mohaghegh Yazdi dari Najaf Ashraf dan ketekunan beberapa ulama Tehran seperti Sheikh Fazlollah Noori membuahkan hasil disetujuinya amandemen konstitusi. Berdasarkan amandemen ini, hak pengawasan terhadap persetujuan Majlis diakui bagi para ulama, dan inilah yang dalam sejarah dikenal sebagai Konstitusi yang sah.
Beberapa hari setelah pembentukan Majelis Nasional pertama, Mozaffar ad-Din Shah meninggal dan putranya Mohammad Ali Shah naik takhta. Akhund Khurasani menasihati raja muda itu melalui surat; untuk mematuhi standar syariah dan memperjuangkan kemerdekaan negara dan penegakan keadilan. Tetapi Muhammad Ali Shah, yang meskipun berpura-pura mengikuti konstitusi, bermaksud untuk memerintah dengan cara yang lalim, akhirnya berujung pada ledakan parlemen. Setelah itu konflik antara istana dan kaum revolusioner meningkat, dan mullah Khorasani mulai berjuang melawan monarki.
Revolusi telah mencapai kemenangan sampai batas tertentu, dan kemenangan ini berkat kehadiran rakyat dan para ulama, namun kaum intelektual, yang sejak awal memimpikan kehidupan Eropa dan Barat, melihat kehadiran dan kepemimpinan revolusi para ulama sebagai penghalang besar untuk mencapai cita-citanya. Pemikiran-pemikiran inilah yang menimbulkan perbedaan pendapat antara para pemimpin revolusi dan kaum intelektual yang mulai menghina hal-hal suci Islam dan posisi ulama dalam media mereka. Mereka sampai pada titik di mana mereka menggantung Ayatullah Sheikh Fazlollah Noori karena Islamismenya dan penekanannya pada konstitusi yang sah.
Sejak saat itulah penyimpangan revolusi menjadi kenyataan bagi Akhund Khorasani menyebabkan dia menentang konstitusi. Beliau yang tidak pernah berhenti mengajar di Seminari Najaf dalam keadaan apapun, untuk mengatasi masalah ini, beliau meliburkan kelas dan diskusinya di Najaf dan memutuskan untuk pindah ke Tehran bersama sejumlah besar ulama.
Menurut kesaksian dokumen sejarah, pada saat itu pemerintah Rusia dan Inggris telah sepakat satu sama lain untuk menenangkan rakyat, memaksa raja untuk berpura-pura menerima konstitusi, dan mereka juga telah sepakat menggunakan segala upaya mereka untuk menghentikan aktivitas politik para ulama. Dalam catatan bersama, kedua pemerintah meminta Akhund Khurasani menghentikan aktivitas politiknya dan mengajak masyarakat untuk tenang. Dengan pernyataan yang mengancam, mereka mengindikasikan bahwa mengakhiri aktivitas politik adalah demi kepentingan mujtahid.
Para ulama, termasuk Akhund Khorasani, tidak menaruh perhatian pada ancaman tersebut karena mereka bertekad untuk memotong tangan kolonialisme dan tirani dari Iran Islami dengan cara apapun. Sejak saat itu, media massa Inggris menerbitkan materi yang sepenuhnya bermusuhan dengan Akhund Khorasani.
Ketika banya ulama Najaf, Karbala dan Kadhimaian siap untuk menyertai Akhund Khurasani berangkat ke Tehran, kematian sang ulama ini telah membuyarkan seluruh rencana. Banyak yang percaya bahwa ada campur tangan agen-agen Inggris dalam kematian mendadak ulama besar ini.
Akhund Khurasani selain aktif di bidang politik, juga aktif di bidang sosial di Najaf Ashraf. Beliau membangun tiga sekolah agama dan sejumlah sekolah ilmu modern di Najaf, Karbala dan Baghdad. Dibantu murid-muridnya untuk menyebarkan ajaran dan ilmu-ilmu agama, Akhund Khurasani juga membentuk sejumlah media di Najaf. Karya terkenal Akhund Khurasani adalah kitab Kifayah al-Usul, yang sejak ditulis hingga kini menjadi mata pelajaran terpenting di Hauzah Ilmiah tingkat tinggi di bidang Usul Fiqih. Setelah menulis buku ini, Akhund Khurasani dikenal dengan julukan Sahib Kifayah dan bahkan anak-anaknya dikenal dengan sebutan Kifai.
Mereka yang mengenal Akhund Khurasani dari dekat, menyebutnya sebagai sosok yang bertakwa, pemberani, cerdas, terbuka dan berwibawa. Kepribadian seperti suci, lapang dada dan pemaaf Akhund Khurasani juga sangat terkenal di kalangan khusus atau masyarakat umum. Disebutkan bahwa beliau bahkan memperlakukan penentangnya dengan murah hati dan tangan terbuka, tapi beliau sendiri hidup sederhana, zuhud dan bahkan kesulitan. Beliau tidak pernah menggunakan zakat atau khumus untuk kepentingan diri atau keluarganya.
Di fajar pagi Selasa 10 Zulhijjah 1329 H, Mullah Muhammad Kazim Khurasani ketika berumur 74 tahun meninggal dunia di rumahnya setelah menunaikan shalat subuh. Banyak yang menyebut kematiannya karena diracun agen Inggris. Ulama besar Syiah ini dimakamkan di kompleks makam Imam Ali as. Beliau dimakamkan disamping makam guru besar Hauzah Ilmiah Najaf, Habibollah Rashti.