Jan 16, 2018 19:28 Asia/Jakarta

Abul Hasan Ali ibn Julugh Farrukhi Sistani yang dikenal dengan sebutan Farrukhi sang penyair besar, hidup sekitar permulaan abad keempat dan kelima hijriah. Masa  kecil dan remaja Furrukhi tidak banyak diungkap oleh para sejarawan. Bahkan, tanggal pasti kelahiran penyair besar Iran ini tidak begitu jelas. Oleh karena itu para sejarawan hanya menyebutkan kisaran tahun kelahirannya saja.

Ilmuwan Iran

Penjelasan menarik diungkap sejumlah sejarawan mengenai kelahiran Farrukhi. Kelahiran penyair besar Iran ini beberapa tahun setelah kematiam Daqiqi Balkhi. Masa remaja Farrukhi berada di tengah istana Chaghaniyan. Menurut penyair Labibi, Farrukhi meninggal di usia muda. Dari penjelasan ini, bisa disimpulkan bahwa penyair terkemuka ini hidup sekitar abad keempat dan kelima hijriah.

Ayah Farrukhi adalah salah seorang budak Amir Khlaf Banu bin Ahmad yang merupakan akhir Safarian di Sistan, Iran. Di masa muda, Farrukhi mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan menguasai alat musik. Pada awal menjadi penyair, Farrukhi hidup dalam keadaan miskin, kemudian ia hijrah ke Sistan.

Ketika itu, Amir Changhaniyan yang ditunjuk oleh dinasti Samanid, mengumpulkan para penyair dan penulis, serta memberi mereka gaji tetap yang cukup. Farrukhi pun menghabiskan beberapa tahun usianya menjadi penyair istana Chaghaniyan. Setelah dua tahun berlalu, Farrukhi menemui sultan Mahmoud, dan secara resmi ia menjadi penyair kerajaan Ghaznavid. Selain mendendangkan syair, Farrukhi juga sangat terampil memainkan alat musik yang membuatnya bisa mengumpulkan kekayaan dalam waktu singkat.

Hubungan dekat dengan sultan Mahmoud membuat Farrukhi sering mendampinginya dalam berbagai perjalanan. Selain dikenal sebagai penyair dengan suara merdu, ia juga sangat mahir memainkan alat musik. Pengaruh musik mempengaruhi syairnya. Irama syair Farrukhi memiliki ritme khas.

Daya tariknya syairnya ini menjadi perhatian para pejabat kerajaan Ghaznavid. Tidak hanya sultan Mahmoud yang meminta dibuatkan syair pujian untuk dirinya dari Farrukhi, tapi juga para pejabat tinggi Ghaznavid seperti menteri hingga saudara sultan Mahmoud, Amir Yusuf, dan sejumlah komandan angkatan bersenjata dinasti Ghaznavid. Farrukhi membuat empat puluh lima buku syair yang seluruhnya berisi pujian terhadap pejabat istana Ghaznavid.

Sejarah menunjukkan lembaran kehidupan Farrukhi berbeda dengan sebagian para penyair besar Iran seperti Ferdows, Nasir Khosrow, Attar, Maulawi dan Saadi. Mereka tidak memiliki kepentingan tertentu dalam hidupnya, seperti kekayaan dan memiliki keperdulian sosial yang tinggi terhadap keadaan masyarakat ketika itu.

Rakyat di masa pemerintahan dinasti Ghaznavid kebanyakan hidup miskin dan kekurangan. Tapi, Farrukhi tidak menyinggung satu pun dalam syairnya mengenai penderitaan yang menimpa mereka. Padahal rakyat kebanyakan adalah petani dan sebagian kecil pengrajin hidup miskin.

Mereka harus membayar pajak tinggi yang dibebankan kerajaan. Sultan Mahmoud Ghaznavid menggunakan seluruh pendapatan pajak yang ditarik dari rakyat untuk membiayai ekspansi militer terhadap negara-negara tetangga, atau disimpan di gudang. Sebagian digunakan untuk membayar gaji pegawai dan upah para penyair istana.

Meskipun melihat sendiri penderitaan rakyat yang berada dalam tekanan penguasa Ghaznavid yang lalim, tapi hati Farrukhi tidak tersentuh dan berbagai karyanya tidak satupun membahas tentang ketertindasan yang dialami rakyat kebanyakan. Syair yang dibuatnya pun tidak membahas masalah sosial yang dialami masyarakat di era Mahmoud Ghaznavid.

Satu hal yang bisa dicermati dari masalah ini adalah situasi dan kondisi sosial politik di era Mahmoud Ghaznavid. Ketika itu pasar syair sangat ramai, dan para penyair berlomba-lomba memuji sultan dan pejabat istana supaya mendapatkan imbalan besar dari kerajaan. Oleh karena itu, sangat sedikit penyair yang mengangkat masalah sosial dalam karya-karya mereka.

Karya syair Farrukhi mewakili konteks sosial dan politik era Mahmoud Ghaznavid. Fenomena ini merupakan potret ketika para budayawan yang menjadi pelayan kepentingan penguasa, bukan sebaliknya menjadi pengimbang yang kritis terhadap penguasa. Dari sekitar 10 ribu bait syair yang dibuat Farrukhi, kebanyakan mengenai pujian terhadap kerajaan.

Ilmuwan Iran

Para analis sastra mengkritik ketergantungan Farrukhi terhadap kerajaan Ghaznavid, dan menilainya sebagai contoh terbiak penyair kerajaan. Buku syair Farrukhi sekitar sembilan ribu lima ratus bait syair. Struktur syairnya berbentuk  qasidah dan kombinasi ghazal dan rubaiyah. Sebagian besar qasidah Farrukhi didendangkan di istana sultan Mahmoud Ghaznavi dan sebagian lainnya berisi pujian yang didendangkan di hadapan para menteri dan pejabat tinggi kerajaan Ghaznavid.

Dari sisi formasinya, syair Farrukhi termasuk puisi yang sederhana dan tenang serta kuat. Ia dikenal memiliki kemampuan menggunakan sentimen masyarakat umum dan menyampaikannya dalam bentuk syair biasa tapi indah, jelas dan mudah dipahami. Sebagian kritikus sastra menilai karyanya setara dengan Saadi yang juga sederhana. Sebagaimana Saadi, Farrukhi mampu menyampaikan sentimen awam dalam bentuk karya sastra yang indah tapi mudah dicerna orang biasa.

Para peneliti dan sastrawan kontemporer seperti doktor Abdol Hossein Zerin Koub dalam buku "Ba Karavan Hileh" melakukan studi kritik terhadap karaya Farrukhi Sistani Zerin Koub menulis, "Apa yang bisa diterima para sahabat lama dari syairnya kurang lebih mengenai rasa manis dan sederhana untuk menjelaskan hal yang sulit. Musik yang halus dan indah mengiringi kalimat sederhana yang mengalun indah membuat kalimatnya istimewa. Kelembutan karyanya seperti selembar kain yang lembut dan halus. Kelembutannya itulah menjadi seringkali menjadi kekuatan dalam pikiran"

Ghazal Farrukhi juga memiliki karakteristik khusus, terutama dari sisi kelembutannya yang khas. Seluruh ghazalnya menenangkan hati para pendengarnya, terutama para penguasa. Apalagi Farrukhi mendendangkan seluruh syairnya diiringi musik yang indah dan suara yang merdu. Penyair dengan syairnya menjelaskan masalah dengan cara yang mudah dicerna, lembut dan penuh warna warni yang indah.

Secara keseluruhan Farrukhi mengikuti gaya sastra penyair sebelumnya seperti Rudaki dan syahid Balkhi yang bertumpu pada bait-bait sair yang mudah dicerna tapi indah. Terkait hal ini, Zerin Koub menuturkan, "Farrukhi mengikuti jejak Rudaki dan Syahid Balkhi. Tampaknya  qasidahnya mengikuti metode Rudaki dan model ghazal Syahid Balkhi... tapi kekuatan dan keterampilan Farrukhi dalam mendendangkan syair memperkuat posisinya, sehingga dengan membaca syairnya tidak bisa dinilai tingat pengaruh yang diterimanya dari penyair terdahulu seperti Rudaki."