Jan 25, 2018 14:13 Asia/Jakarta

Pada acara sebelumnya kita sudah mengupas sekilas mengenai biografi Nasir Khusraw, penyair sekaligus ilmuwan terkemuka Iran abad kelima Hijriah. Sejak usia kanak-kanak, Nasir Khusraw telah menuntut ilmu, dan tumbuh menjadi orang mencintai ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Ia pernah menempati jabatan tinggi di pemerintahan. Tapi kemudian terjadi perubahan besar dalam kehidupannya terjadi di tahun 437 Hijriah.

Perubahan yang terjadi ketika berusia 43 tahun itu bermula dari sebuah mimpi dalam tidurnya. Kemudian, ia memutuskan untuk menunaikan ibadah haji yang dijalaninya selama tujuh tahun. Setelah kembali ke tanah airnya, Nasir Khusraw mengubah jalan hidupnya dengan menjadi pesuluk, zuhud dan meninggalkan keindahan dunia.

Nasir Khusraw dalam karyanya sendiri menjelaskan mengenai mimpi yang telah mengubah jalan hidupnya. Dalam buku Safarnameh, ia bertutur, "Suatu malam aku bermimpi bertemu seseorang yang berkata kepadaku: inginkah engkau mereguk anggur yang menyebabkan akal orang hilang. Jika siuman lebih baik. Lalu aku menjawab: Para hakim tidak bisa membuat selain ini yang bisa meredakan kegundahan hidup di dunia. Lalu, ia menjawab: Jangan pura-pura pingsan. Hakim tidak bisa mengatakan bahwa orang yang pingsan bisa dibimbing, tapi harus mengejar sesuatu dan menambah kecerdasannya. Aku menjawab: Di mana aku bisa tenang? Ia menjawab: Tidur atau menjadi budak. Lalu menunjuk ke arah Kabah dan tidak berkata lagi."

Ketika bangun dari tidur, semua yang terjadi dalam mimpi begitu terasa dan terekam kuat dalam diri Nasir Khusraw. Lalu ia berkata, "Aku bangun dari tidur yang singkat. Kini aku harus bangun dari tidur empat puluh tahun". Setelah itu, ia memutuskan untuk mengubah seluruh perilakunya. Ia memutuskan untuk mengunjungi Mekah, karena dalam mimpinya ditunjukkan Kabah.

Kabah

Pada tahun 437 Hijriah, ia berangkat dari Marv bersama saudaranya, Abu Said dan seorang budak India. Dari utara Iran, ia bergerak menuju Suriah dan Asia Kecil. Kemudian mengunjungi Palestina, Mekah dan Mesir. Ia kembali lagi mengunjungi Mekah dan Madinah. Setelah menziarahi Baitullah, Nasir Khusraw kembali ke selatan Iran dan bergerak ke Balkh. Perjalanan tujuh tahun tersebut mengubah pemikiran dan jalan hidupnya.

Selama tiga tahun Nasir Khusraw tinggal di Mesir. Selain mengajar, ia juga berkenalan dengan para penganut mazhab Ismailiah dan menerima ajaran tersebut. Penganut Ismailiah berkeyakinan bahwa Imam penerus Imam Jafar Shadiq adalah salah seorang putranya yang bernama Ismail. Mereka meyakini Ismail masih hidup dan ghaib.

Pengikut ajaran Ismailiah dikenal sebagai orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Inilah yang menjadi daya tarik bagi Nasir Khusraw sehingga menerima ajarannya. Dengan kecerdasan dan ketinggian ilmunya, Nasir Khusraw meraih kedudukan tinggi dari Khalifah Fatimiah Mesir, Abu Tamim Maad  bin Ali Al-Mustansir Billah, yang menobatkannya sebagai Hujah Khorasan.

Ketika Nasir Khusraw meninggalkan Mesir menuju Hijaz dan kembali ke Khorasan, ia berusia sekitar 50 tahun. Pada saat ia kembali ke tanah kelahirannya, Iran berada dalam pengaruh dinasti Seljuk. Ketika itu, Nasir Khusraw menuju Balkh dan menyebarkan ajaran Ismailiah. Ia juga menunjuk orang yang bertugas menyebarkan ajaran yang diyakininya itu.

Tidak hanya itu, Nasir Khusraw juga berdialog dengan para ulama Sunni. Akibatnya, lama-kelamaan terjadi gesekan dan resistensi dari para penentangnya. Bahkan, muncul fatwa hukuman mati terhadap dirinya. Friksi sengit antara Nasir Khusraw dan para ulama di zamannya dengan jelas tampak dalam berbagai karyanya, termasuk dalam karya syairnya. Ia memprotes orang-orang di zamannya, terutama pejabat dinasti Seljuk dan ulama Sunni Khorasan.

Kuburan Nasir Khusraw

Seiring tingginya penentangan dan permusuhan terhadap dirinya, Nasir Khusraw berpindah-pindah tempat di Khorasan dan sejumlah tempat di Mazandaran. Tapi penentangan tersebut tidak menyurutkan langkahnya menyebarkan ajaran yang diyakininya. Di Mazandaran, Nasir Khusraw mengumpulkan masyarakat, tapi mereka tidak menyambutnya. Bahkan di sebagain tempat justru disambut dengan lemparan batu dan pukulan kayu.

Kemudian, ia menuju Yamghan, Badakhsan untuk menyendiri di kaki gunung. Di sana, ia hidup seorang diri dan terus berkarya dengan menulis buku. Kebanyakan karyanya ditulis selama lima belas tahun tinggal di pegunungan Badakhsan. Berkat dukungan Ali bin Asad bin Harist, yang bermazhab Ismailiah, Nasir Khusraw menulis buku "Jami al-Hikmatain", yang disusun atas usulannya tersebut.

Hingga akhir hayatnya, Nasir Khusraw tinggal di Yamghan. Di sana pula ia dikebumikan. Disebutkan bahwa makamnya beberapa tahun kemudian menjadi bagian dari pemakaman Ismailiah. Terkait hal ini, Daulatshah Samarkandi dalam Tadzkirah menuturkan, "Makam penyair yang Mulia di Yamghan, dan kini masih ada, sebagaimana diyakini oleh kebanyakan orang tinggal di sana".

Lamanya domisili Nasir Khusraw di Yamghan menyebabkan penyebaran ajaran Ismailiah di Badakhsan, dan wilayah sekitarnya berkembang hingga Khughand dan Bukhara. Hingga kini, para penganut Ismailiah masih bisa disaksikan di wilayah tersebut.

Nasir Khusraw meninggalkan karya yang masih bisa kita nikmati hingga kini. Di antara karyanya antara lain: Safar Nameh, Khan Ikhwan, Geshayesh va Rahayesh, Jami al-Hikmatain, Zad a-Musafirin, dan Wajh Din.

Kitab Safar Nameh berisi tentang catatan perjalanannya selama tujuh tahun yang ditulis secara sederhana, tapi memuat informasi detil dan akurat di zamannya mengenai geografi dan sejarah, termasuk  tradisi masyarakat yang dikunjunginya ketika itu. Karya lain Nasir Khusraw berjudul membahas masalah kalam dan penjelasan tentang ajaran Ismailiah, sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan dan kritik ulama mazhab lain kepada ajaran tersebut.

Dari sekian buku yang ditulisnya tentang teologi, kitab Zad al-Musafir termasuk yang paling terkenal. Buku tersebut ditulis tahun 453 Hijriah. Buku ini terbagi dalam 27 pembahasan. Penulis menjelaskan berbagai  ilmu pengetahuan dari masalah: materi, filsafat seperti waktu, tempat, jiwa, metafisika, logika hingga ajaran agama non-Islam seperti reinkarnasi dan lainnya.

Kitab lainnya berjudul "Wajh Din", termasuk karya penting Nasir Khusraw lainnya yang membahas masalah teologi Ismailiah dan takwil batin serta fiqhnya. Seluruh kitab Nasir Khusraw secara umum disusun secara sederhana, tapi menggunakan bahasa klasik dan teknis yang bersifat filosofis. Oleh karena itu, karyanya merupakan salah satu sumber rujukan yang baik untuk melacak terma filsafat dan kalam dalam bahasa Farsi. Sebab buku-buku kalamnya ditulis dengan bahasa filsafat, yang membutuhkan pemahaman dasar filsafat. Hingga kini, karya Nasir Khusraw telah dipublikasikan dan tersebar luas.