Fungsi dan Peran Masjid (32)
Masjid dari awal kelahirannya sudah berkiprah sebagai pusat kegiatan dakwah Nabi Muhammad Saw dan basis untuk mengorganisir semua urusan masyarakat Muslim. Rasul Saw memusatkan kegiatannya di masjid mulai dari mempraktekkan syariat Islam, melakukan musyawarah, mengajari tata cara mengelola pemerintah, menyusun kebijakan perang dan damai, serta melakukan pembangunan budaya.
Di samping untuk kegiatan ibadah dan ritual agama, masjid juga difungsikan sebagai sentra kegiatan budaya, sosial, politik, ekonomi, peradilan, dan pendidikan.
Fungsi dan peran masjid tentu saja mengalami pergeseran di sepanjang sejarah kelahirannya. Tetapi, banyak dari fungsi-fungsi itu terus dipertahankan sampai sekarang. Doktor Gustave Le Bon dalam bukunya The World of Islamic Civilization menulis, "Sentra utama kehidupan hakiki untuk orang Muslim adalah masjid. Kaum Muslim menjadikan masjid sebagai basis sosial, ibadah, pendidikan dan pengajaran, dan kadang tempat tinggal, tidak seperti gereja-gereja Nasrani yang berfungsi sebagai pusat ibadah semata."
Masjid – sebagai sebuah pusat kegiatan umat Islam – menampilkan dua model perilaku sosial dan personal, yang sangat berpengaruh dalam urusan pendidikan dan pengajaran. Model perilaku sosial akan tampak ketika masyarakat hadir di sana secara berjamaah. Mereka akan menyibukkan diri dengan ibadah kolektif dan ritual yang dilakukan bersama. Namun ketika kehadiran itu personal, seseorang akan fokus pada introspeksi diri dan mengevaluasi perilaku-perilakunya.
Hal ini menjadi titik pembeda antara masjid dan tempat-tempat lain. Masjid memainkan peran sebagai basis sosial untuk memupuk persatuan dan solidaritas kaum Muslim. Ia juga menjadi basis personal bagi individu yang ingin memperbaiki dirinya, akidahnya, dan perilakunya. Jadi, salah satu fungsi penting masjid adalah tempat untuk pendidikan moral.
Dapat dikatakan bahwa masjid – dengan seruan rutinnya kepada kaum Muslim – berusaha memperkuat semangat sosial dan fleksibilitas serta menanamkan kedisiplinan dalam diri mereka, dan menyingkirkan rasa keterasingan di antara individu Muslim.
Seseorang biasanya akan menemukan teman yang bertakwa, ahli ibadah, dan disiplin jika hadir secara rutin di masjid. Kehadiran rutin ini membuatnya dihormati oleh masyarakat dan dipandang sebagai sosok yang taat dan dapat dipercaya. Kepercayaan ini memudahkannya dalam menjalankan berbagai kegiatan sosial, termasuk untuk urusan bisnis. Sebaliknya, individu yang tidak pernah terlihat di masjid, ia tidak akan menikmati kepercayaan publik dalam banyak urusan. Sebab, masyarakat tidak begitu mengenal kepribadiannya sehingga bisa memberikan kepercayaan.
Oleh karena itu, Rasulullah Saw bersabda, "Jika ditanya tentang orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah, katakanlah aku tidak mengenalnya." Artinya, keadilan, sifat amanah, dan akhlaknya belum terbukti bagi masyarakat. Ini mungkin sebuah teguran bagi siapa saja yang tidak peduli dengan shalat berjamaah dan masjid.
Sejarah Masjid Jamkaran
Masjid Jamkaran terletak di desa Jamkaran dan berjarak sekitar 6 kilometer dari kota Qum. Di masa lalu, masjid ini dikenal sebagai Masjid Qadamgah dengan bersandar pada batu marmer yang dianggap sebagai Qadamgah (bekas pijakan kaki) Imam Mahdi as, dan kemudian mulai populer dengan Masjid Jamkaran karena posisinya di desa itu. Ia disebut juga Masjid Sahib al-Zaman karena dikaitkan dengan imam ke-12 Syiah, Imam Muhammad bin Hasan al-Mahdi as.
Masjid Jamkaran dibangun pada 17 Ramadhan tahun 373 Hijriyah oleh Syeikh Hassan ibn Muthlih Jamkarani atas perintah Imam Mahdi as. Dia bertemu dengan Imam Mahdi as dan mendapatkan perintah untuk membangun masjid tersebut. Menurut beberapa dokumen, ketika Imam Mahdi datang, Masjid Jamkaran akan menjadi salah satu markasnya sama seperti Masjid Sahlah di Kufah.
Hasan ibn Muhammad al-Qummi dalam bukunya Tarikh-e Qom menulis bahwa masjid pertama yang dibangun pada permulaan abad kedua Hijriyah di Qum adalah Masjid Qaryah Jamkaran. Masjid ini dibangun oleh Khattab al-Asadi dari kabilah Bani Asad, yang melarikan diri dari Irak ke Qum di tengah munculnya banyak pergolakan pasca peristiwa Asyura.
Masjid Jamkaran telah mengalami perbaikan dan renovasi dalam pelbagai periode. Sayid Muhammad Aghazadeh pada tahun 1953 ikut memperbaiki bagian-bagian masjid dan membangun sebuah aula di bagian selatan halaman masjid. Sebuah prasasti ditempelkan pada salah satu sisi dinding masjid yang menjelaskan tentang tanggal dan masa renovasi.
Mirza Ali Akbar Jamkarani juga merenovasi masjid tersebut pada tahun 1167 Hijriyah. Berdasarkan prasasti, bangunan pada waktu itu mencakup sebuah masjid dengan ukuran 17×5 meter persegi. Aligholi Jamkarani kemudian mulai membangun satu sisi halaman/serambi masjid, tetapi serambi tersebut baru setengah jadi sampai akhirnya Ali Asghar Khan Atabak menyempurnakannya pada masa-masa awal pemerintahan Mozaffaruddin Shah Qajar (1232-1285 Hijriyah Syamsiah). Ayatullah Muhammad Taqi Bafqi, salah seorang ulama Qom juga merenovasi kembali masjid tersebut.
Setelah kemenangan Revolusi Islam dan bertambahnya jumlah peziarah, bangunan asli masjid dihancurkan dan kemudian di lokasi yang sama dibangun masjid dengan ukuran yang sangat besar. 40 hektar lahan dibebaskan untuk Masjid Jamkaran dengan 5,5 hektar dialokasikan untuk halaman utama. Saat ini, Komplek Masjid Jamkaran terdiri dari berbagai bagian seperti Masjid Maqam, shabistan (ruang aula), halaman utama, dan bangunan-bangunan kantor administrasi.
Dinding pintu masuk ke masjid dihiasi dengan seni mosaik, sementara atapnya menggunakan dekorasi muqarnas. Muqarnas adalah bentuk dekorasi tiga dimensi pada interior atap bangunan yang terinspirasi dari komposisi geometris sarang lebah. Pintu ini dipercantik dengan dua buah menara di sisi kiri dan kanan dengan ketinggian 60 meter.
Aula utama Masjid Jamkaran berbentuk oktagonal (segi delapan) dan dapat diakses melalui tiga pintu di sisi utara dan dua pintu di selatan. Aula ini memiliki delapan tiang oktagonal yang dihiasi dengan ubin mosaik dan muqarnas. Sebuah kubah dibangun dengan struktur logam di atas tiang-tiang itu. Bagian luar kubah dilapisi dengan ubin warna batu pirus dan dihiasi dengan motif bergamot dengan tulisan kaligrafi Ya Mahdi Adrikni.
Sebanyak 23 jendela kaca warna-warni dibangun mengelilingi batang kubah yang berfungsi untuk pencahayaan aula. Seluruh bagian interior kubah dipercantik dengan dekorasi muqarnas dan kaligrafi.
Masjid Jamkaran memiliki enam gerbang masuk, di mana gerbang timur laut langsung menuju aula utama masjid. Di pagar halaman Masjid Jamkaran dibangun menara, yang menurut para pengurus akan berjumlah 14 menara.
Masjid Jamkaran mulai dikenal luas karena jasa Ayatullah Muhammad Taqi Bafqi, seorang ulama pejuang abad ke-14 H. Dia bersama sekelompok santri secara rutin mengunjungi Masjid Jamkaran pada Selasa sore dengan berjalan kaki dari Qum. Mereka melaksanakan shalat magrib dan isya' di sana dan menyibukkan diri dengan ibadah sampai pagi. Kebiasan ini perlahan-lahan menarik perhatian masyarakat dan mereka mulai memadati Masjid Jamkaran.
Masjid Jamkaran adalah tempat untuk penyelenggaraan beberapa acara keagamaan seperti, menyambut Nisfu Sya'ban atau malam kelahiran Imam Mahdi. Masjid ini memiliki amalan-amalan khusus, termasuk dua rakaat shalat tahiyatul masjid dan dua rakaat shalat Imam Zaman. Muhaddis Nuri mengaitkan amalan-amalan ini dengan Imam Mahdi as dan Syeikh Abbas Qummi menukilkannya dalam kitab Mafatih al-Jinan.
Khusus untuk Jumat malam dan pagi, masjid ini mengadakan pembacaan doa Kumail dan doa Nudbah, sementara malam Rabu digelar doa Tawassul. Masyarakat lokal dan mancanegara secara rutin mengunjungi masjid tersebut dan jumlah mereka per tahun mencapai 15 juta orang. Masjid ini bisa diakses dari kota Qum dengan menggunakan taxi, bus, dan kendaraan pribadi, atau berjalan kaki bersama rombongan ziarah.
Saat ini Masjid Jamkaran memiliki berbagai departemen seperti, departemen ritual keagamaan dan dakwah, hubungan masyarakat, perpustakaan, publikasi dan penelitian, dan departemen nazar dan hadiah. (RM)