Fungsi dan Peran Masjid (35)
Rasulullah Saw sebagai pemimpin umat Islam, memikul tanggung jawab penuh dalam urusan manajemen masjid. Para sahabat juga memperlakukan masjid tidak hanya sebagai rumah ibadah, tetapi untuk basis kegiatan sosial dan politik umat. Jika masjid dipisahkan dari politik Islam, musuh tidak akan pernah terusik dengan tempat itu, karena ia hanya difungsikan sebagai rumah ibadah dan shalat berjamaah.
Masjid adalah rumah Tuhan dan tempat yang paling dicintai oleh kaum Muslim. Ia berfungsi sebagai wadah pertama untuk pendidikan al-Quran dan pusat kajian masalah agama. Di waktu yang sama, ia juga merupakan institusi politik pertama di tengah masyarakat Muslim. Rasulullah Saw melakukan diskusi tentang prinsip-prinsip politik Islam di masjid dan mengajak sahabat bermusyawarah dalam banyak urusan.
Pasca kemenangan Revolusi Islam di bawah pimpinan Imam Khomeini ra, masjid-masjid di Iran kembali menikmati posisi hakikinya seperti era permulaan Islam. Para individu yang aktif di masjid terlibat langsung dalam gerakan revolusi.
Selama periode itu, masjid memainkan peran sebagai basis interaksi masyarakat. Dalam situasi genting, di mana Revolusi Islam belum memiliki lembaga-lembaga yang sesuai dengan parameter Islam, masjid mampu mengisi kevakuman itu dan berperan untuk mengkonsolidasikan kekuatan rakyat. Setelah kemenangan revolusi, banyak dari program pemerintahan Islam seperti, pelaksanaan referendum, dewan lokal, markas mobilisasi, dan keperluan lain dilakukan di masjid.
Dalam menjelaskan kedudukan Islam, Imam Khomeini ra berkata, "Masjid adalah tempat untuk mengatur urusan-urusan. Masjid telah memberikan kemenangan ini kepada bangsa kita, ini adalah basis penting yang harus diperhatikan oleh bangsa ini, jangan berpikir bahwa sekarang kita telah menang, apa yang ingin kita lakukan lagi dengan masjid? Kemenangan kita adalah untuk mengelola masjid."
Masjid memainkan peran besar dalam melawan kekufuran dan ateisme. Gerakan Revolusi Islam muncul dari jantung masjid dan tempat suci ini telah menghembuskan kekuatan untuk gerakan perlawanan rakyat Iran.
Imam Khomeini ra menyadari posisi penting masjid dan dalam pesannya kepada kaum Muslim dunia mengatakan, "Jika haram (tempat suci), Ka'bah, masjid, dan mihrab, bukan benteng untuk tentara Tuhan dan para pembela agama dan kemuliaan para nabi, lalu dimana benteng perlindungan mereka?"
Masjid – sebagai basis Islam – tidak pernah jauh dari politik, karena Islam sendiri tidak bisa dipisahkan dari politik, Islam tanpa politik adalah bukan Islam.
Imam Khomeini ra menuturkan, "(Jika ada yang berkata) Islam terpisah dari politik dan Islam hanya sebuah tata cara ibadah antara kita manusia dan Tuhan, datangilah masjid-masjid kalian dan berdoa apa saja yang kalian inginkan, dan bacalah al-Quran sebanyak yang kalian mau, namun masalah pemerintahan bukan urusan kalian! Jika demikian, ketahuilah ini bukan Islam!"
Beliau juga menganggap masjid sebagai tempat untuk menyampaikan realitas persoalan kaum Muslim dan mengatakan, "Tugas para ulama di masjid dan surau-surau adalah menyampaikan tentang kejahatan Israel kepada masyarakat."
Perlu dicatat bahwa ada perbedaan antara politik masjid dan politisasi masjid. Islam tidak membolehkan politisasi masjid dan menyeretnya untuk memenuhi kepentingan kelompok atau partai tertentu. Berdasarkan definisi agama tentang masjid, ia tidak boleh menjadi basis politik sebuah partai tertentu, masjid adalah rumah Allah dan milik seluruh lapisan masyarakat Muslim. Jadi, ia tidak terkait dengan partai atau kelompok tertentu.
Sejarah Masjid Vakil di Shiraz
Masjid Vakil atau Soltani adalah sebuah masjid bersejarah di kota Shiraz, Iran Selatan yang dibangun pada periode Zandiyan (Zand). Shiraz memiliki iklim yang bersahabat dan menjadi pusat perdagangan regional selama lebih dari seribu tahun. Shiraz adalah ibukota Persia selama Dinasti Zand dari tahun 1750 hingga 1781, serta beberapa tahun selama periode Safavid.
Masjid Vakil terletak di sekitar Vakil Bazaar dan Vakil Bath. Selain Masjid Vakil, Zandiyan membangun kompleks besar Vakil atas perintah Karim Khan Zand.
Masjid Vakil didirikan antara tahun 1751 dan 1773 atas perintah Karim Khan Zand, pendiri Dinasti Zandiyah. Namun, prasasti ubin yang ditemukan di masjid itu memuat nama-nama raja Dinasti Qajar dan memperkuat dugaan bahwa dekorasi masjid belum rampung pada era Zandiyan dan kemudian disempurnakan oleh para penguasa Qajar. Kemungkinan lain adalah renovasi dan penggantian ubin terjadi selama periode Qajar.
Masjid Vakil memiliki area seluas 8.660 meter persegi dengan dua pintu masuk dan dua aula di sisi selatan dan timur. Setiap pintu memiliki lebar tiga meter dan tinggi delapan meter. Pintu masuk masjid dan aula dihiasi dengan ubin berwarna dengan motif bunga yang indah dan ayat-ayat al-Qur'an dengan khat tsuluts dan naskh.
Luas aula sekitar 2.700 meter persegi dan ditopang oleh 48 tiang bermotif ular (serpent column) dengan mahkota tiang daun acanthus. Tiang-tiang ini memiliki tinggi 5 meter dan berdiameter 80 cm.
Dua koridor yang mengarah ke kiri dan kanan akan menyambut pengunjung dan halaman masjid akan terlihat setelah melangkah beberapa meter dari koridor. Karena tidak memiliki taman, area datar halaman dipercantik dengan balutan ubin tujuh warna khas Shiraz.
Dua daun pintu di sisi utara masjid terbuat dari kayu dan merupakan warisan dari era Zandiyan. Daun pintu ini memiliki tinggi 8 meter dengan lebar 3 meter. Ubin-ubin yang indah menghiasi pintu masuk dan sudut melengkung di atas pintu dipercantik dengan dekorasi muqarnas yang penuh warna.
Halaman masjid dilapisi dengan potongan batu-batu besar. Halaman ini berbentuk persegi empat dengan sebuah kolam besar dibangun di tengahnya. Dari keempat sisi halaman, para pengunjung bisa melihat serambi masjid yang mengitari seluruh bangunan.
Di sisi utara halaman, dibangun sebuah gerbang yang sangat besar dan megah yang terkenal dengan Tagh-e Morvarid (Pearl Arch). Gerbang ini sangat unik dari segi arsitektur, penataan ubin, ukiran, dan pahatan yang menghiasinya. Ini adalah sebuah mahakarya yang dikenal dengan mutiara batu permata, yang menerangi masjid di kegelapan.
Sebuah mimbar berdiri kokoh di bagian paling depan masjid. Mimbar ini terbuat dari sepotong batu marmer hijau dengan 14 anak tangga dan ia merupakan mahakarya dari periode Zand. Batu marmer ini didatangkan dari area tambang Maragheh, Provinsi Azerbaijan ke kota Shiraz. Ia merupakan sebuah bongkahan marmer besar dan kemudian dipahat untuk menjadi mimbar.
Mengenai nilai dari mimbar ini, Karim Khan Zand mengatakan, "Jika dulu aku membangun mimbar ini dari emas, biayanya akan lebih murah."
Di samping mimbar berdiri sebuah mihrab yang menghadap ke arah kiblat. Batu marmer dipakai untuk menutupi dinding mihrab hingga ketinggian satu meter, selebihnya dilapisi ubin tujuh warna dengan pola bunga. Seni muqarnas dipakai untuk mendekorasi langit-langit mihrab.
Pekerjaan renovasi dilakukan akhir-akhir ini untuk mempertahankan masjid kuno Vakil. Perbaikan ini mencakup pengerjaan ubin, sistem pencahayaan, pekerjaan plester, lantai halaman, dan semua aspek lain agar bangunan masjid tetap terawat. Masjid Vakil terdaftar sebagai warisan nasional Iran pada tahun 1932.
Masjid Vakil adalah destinasi yang wajib dikunjungi bagi para turis domestik dan asing. Masjid ini langsung menarik perhatian para pengunjung dengan pilar-pilar kolosalnya, karya pengubinan yang halus, dan mimbar marmer yang indah.
Masjid ini dibuka pada 8:30 pagi sampai pukul 20:30 malam di musim semi dan musim panas, sementara untuk musim gugur dan dingin, pengunjung akan disambut mulai pukul 8:30 pagi sampai 20:00 malam. (RM)