Nov 10, 2018 10:33 Asia/Jakarta
  • Masjid Sheikh Lotfollah.
    Masjid Sheikh Lotfollah.

Pada permulaan Islam, masjid memainkan fungsinya sebagai pusat kegiatan politik. Rasulullah Saw dengan memusatkan banyak kegiatan di masjid, ingin memberi pemahaman kepada masyarakat tentang hubungan dan keterkaitan politik dan masjid.

Politik dalam Islam bukanlah perilaku licik, tipu daya, dan penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan, tetapi gerakan dan aktivitas yang sah untuk mewujudkan cita-cita Islam dan menegakkan perintah Tuhan di muka bumi.

Gerakan dan upaya seperti ini membutuhkan sebuah dukungan yang kuat sehingga manusia memiliki batu sandaran yang kokoh. Perjuangan ke arah sana tentu saja banyak rintangan dan rentan penyimpangan. Sumber dukungan yang kuat itu adalah shalat dan tempat terbaik untuk menunaikannya adalah masjid.

Kedekatan hati, tali persaudaraan, dan persahabatan di antara kaum Muslim akan menguat ketika mereka berdiri dalam barisan yang rapi untuk shalat di masjid. Ritual ini tanpa disadari akan menumbuhkan sebuah solidaritas agama-politik di tengah kaum Muslim.

Kehadiran di masjid juga akan menambah wawasan politik jemaah shalat. Para khatib bisa memberikan pencerahan dengan menjelaskan kondisi umat Islam, persoalan yang dihadapi mereka, dan isu-isu internasional. Kegiatan diskusi yang digelar di masjid juga sangat efektif dalam meningkatkan wawasan dan penyadaran kepada masyarakat.

Kehadiran aktif di masjid akan menumbuhkan kesadaran umat dan mengusir kelalaian. Dalam pandangan agama, kelalaian adalah sebuah kondisi terburuk yang kadang menimpa umat Islam. Kelalaian adalah kondisi yang menjauhkan seseorang dari Tuhan, realitas kehidupan, situasi politik terkini, sosial, dan budaya masyarakat.

Kelalaian akan memperlemah umat Islam dan membuat mereka tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Al-Quran sendiri mencela orang-orang yang lalai dan menganggap kehidupan mereka lebih rendah dari binatang.

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Al-A'raf ayat 179)

Menurut ayat ini, tapal batas kehidupan manusia dan hewan adalah kelalaian dan kesadaran. Orang-orang yang lalai telah tertutup mata, hati, dan pendengarannya dan selalu dimanfaatkan oleh pihak lain. Mereka sedang melayani kepentingan orang lain tanpa menyadarinya atau berpikir tentangnya. Padahal, kehidupan seseorang harus dibarengi dengan kesadaran, wawasan, dan sikap merdeka.

Masjid Sheikh Lotfollah.

Sejarah Masjid Sheikh Lotfollah Isfahan

Masjid Sheikh Lotfollah adalah sebuah masjid bersejarah dan terkenal di kota Isfahan, Iran yang dibangun pada abad ke-11 Hijriyah atas perintah Sultan Shah Abbas I. Pembangunan masjid ini memakan waktu 18 tahun. Masjid ini terbilang sebuah mahakarya dari segi arsitektur dan teknik pengubinan. Ia berdiri di sisi timur Naghsh-e Jahan Square dan berhadap-hadapan dengan Istana Ali Qapu dan tidak jauh dari Masjid Imam.

Banyak pihak percaya bahwa bangunan ini tidak benar-benar memiliki peran sebuah masjid seperti masjid-masjid lain. Kubah masjid ini tidak dilengkapi dengan menara, padahal di semua masjid terkenal, menara adalah bagian yang tak terpisahkan dari arsitekturnya.

Sebelum Islam, menara dibangun sebagai navigator dan pos pengawas di atas gedung-gedung, dan kehadiran menara menandai keberadaan sebuah kota. Setelah kedatangan Islam, menara telah menjadi simbol masjid dan difungsikan sebagai tempat panggilan shalat.

Masjid Sheikh Lotfollah sengaja tidak dibuat menara karena hanya dibuat khusus untuk orang-orang kerajaan dan keluarga raja. Bahkan para pelancong yang datang ke Isfahan pada era Safawi, tidak banyak bercerita tentang masjid tersebut. Hal ini terjadi mungkin karena dua faktor; pertama, Masjid Imam yang sama-sama berada di Naghsh-e Jahan Square, lebih banyak menyita perhatian karena lebih besar dan megah, dan kedua Masjid Sheikh Lotfollah pada masa itu merupakan wilayah privasi kerajaan dan tidak terbuka untuk umum.

Masjid Sheikh Lotfollah adalah model unik dari seni pengubinan dan merefleksikan arsitektur yang rumit dan profesional. Masjid ini dirancang bersamaan dengan dimulainya pembangunan Charbagh (taman segi empat) dan Bagh-e Hezar Jarib di lereng Gunung Soffeh di selatan Isfahan. Proyek taman ini diresmikan pada puncak kejayaan era Safawi, tetapi sekarang sudah tidak berbekas. Disebutkan bahwa Masjid Sheikh Lotfollah berdiri di atas bekas reruntuhan masjid tua.

Menurut dokumen sejarah, Masjid Sheikh Lotfollah dibangun untuk menghormati kedudukan Sheikh Lutfallah Meisi. Sheikh Lutfallah ibn Abdul Karim atau Sheikh Lutfallah Jabal Amili adalah seorang faqih dan ulama Syiah dari Meiss al-Jabal, sebuah distrik di Lebanon.

Masjid Sheikh Lotfollah.

Sheikh Lutfallah datang ke Iran untuk mendukung misi dakwah para raja Safawi dalam menyebarkan mazhab dan memuliakan para fuqaha dan ilmuwan Syiah. Shah Abbas mendukungnya dan Sheikh diundang untuk tinggal di Isfahan. Setelah menetap di Isfahan, Shah Abbas memerintahkan Sheikh untuk membangun masjid dan sebuah madrasah. Dia kemudian mengajar di masjid itu dan memimpin shalat Jumat. Penamaan ini dilakukan setelah wafatnya Sheikh Lutfallah.

Menurut para sejarawan, orientalis, dan arkeolog dunia, Masjid Sheikh Lotfollah merupakan salah satu dari manifestasi indah budaya dan peradaban Iran kuno. Seorang Iranolog asal Amerika, Profesor Arthur Upham Pope dalam bukunya "A Survey of Persian Art" menulis, "Masjid yang terletak di timur Shah Square dan di depan Istana Ali Qapu adalah salah satu mahakarya arsitektur yang luar biasa di seluruh Asia. Masjid indah ini yang bersinar seperti kilauan permata dalam sejarah arsitektur Iran, diberi nama Sheikh Lotfollah. Shah Abbas membangun masjid ini untuk menghormati ayah mertuanya, Sheikh Lutfallah, salah satu ulama pada masa itu dan ia dibangun di atas sisa-sisa sebuah masjid tua.

Shah Abbas membutuhkan sebuah permata berharga seperti itu di hadapan Istana Ali Qapu dan mungkin ini juga yang mendorongnya untuk membangun sebuah bangunan yang sangat sulit untuk disebut sebagai karya manusia yaitu menyempurnakan keindahan alun-alun besar."

Profesor Upham Pope di bagian lain bukunya menambahkan, "Kecacatan terkecil sekali pun tidak terlihat di bangunan ini, ukurannya sangat tepat, sketsa rancangannya sangat kuat dan indah, dan singkatnya ini adalah sebuah kesepakatan antara dunia fantasi dan emosi dengan sebuah keheningan dan ketenangan, yang mewakili rasa estetika dan sumbernya tidak lain kecuali keyakinan agama dan ilham Tuhan…"

Penulis lain yang juga berbicara tentang keindahan masjid tersebut adalah Louis Khan I, seorang arsitek terkemuka dunia. Mengenai Masjid Sheikh Lotfollah Isfahan, ia berkata, "Saya hanya bisa membayangkan karya seperti itu di alam fantasi."

Lebih jauh tentang sejarah Masjid Sheikh Lotfollah bisa Anda ikuti pada seri berikutnya. (RM)

Tags