Pesona Iran yang Mendunia (71)
Muhammad bin Muhammad bin Yahya, yang lebih dikenal dengan nama Abu Al-Wafa Buzjani adalah seorang matematikawan dan astronom terkemuda Muslim Persia di abad keempat Hijriah atau abad kesepuluh Masehi. Ia dilahirkan pada satu Ramadhan 328 Hq di kota Buzjan, Torbat Jam, provinsi Khorasan, Iran. Ibnu Nadim dalam kitabnya Al-Fihrist menjelaskan kedudukan ilmu Abu Al-Wafa Buzjani yang hidup sejaman dengan Abu Rayhan Biruni.
Abu Al-Wafa belajar pendahuluan matematika di kota kelahirannya Buzjan dari paman dan uaknya, yang dikenal sebagai matematikawan terkemuka di masa itu. Pada tahun 348 Hq, Abu Al-Wafa, yang saat itu masih berusia 20 tahun bertolak menuju Baghdad dan tinggal di sana untuk melanjutkan menuntut ilmu dari para ilmuwan terkemuka. Ketika itu, Sharaf Al-Dawla meminta Abu Al-Wafa bekerja di observatorium Baghdad yang dipimpin oleh Abu Sahil Bijan.
George Sarton, sejarawan terkemuka menyebut periode pertengahan kedua abad kesepuluh Masehi sebagai abad Abu Al-Wafa. Ketika dunia Islam berkilau cemerlang, di Eropa terjadi konflik etnis dan perpecahan yang sangat serius. Sistem feodalisme di satu sisi dan dominasi gereja di sisi lain menyebabkan ilmu pengetahuan tidak mengalami perkembangan.
Di timur, dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad semakin lemah dan rakyat hidup miskin. Kelaparan terjadi di mana-mana. Cina, India dan Jepang sedang mengalami stagnasi keilmuan. Tapi kondisi berbeda terjadi di wilayah Khorasan. Ketika Al-Wafa lahir, dinasti Samanid menguasai Khorasan. Ketertarikan dinasti Samanid terhadap sastra dan budaya Persia, dan sikapnya yang relatif toleran terhadap mazhab lain menyebabkan para ilmuwan bisa leluasa mengembangkan pemikiran dan karyanya.
Di masa itu, jumlah toko buku meningkat. Lebih dari itu, perpustakaan besar dibangun dan bermunculan sekolah-sekolah terkemuka di Iran. Ketika itu muncul para ilmuwan besar seperti Abu Rayhan Biruni. Para matematikawan Iran di masa itu bukan hanya sekedar menjadi para penerjemah dan komentator karya-karya matematika para ilmuwan Yunani, tapi lebih dari itu mereka mempertajam dan menyempurnakannya dengan karya-karya baru yang gemilang.
Abu Al- Wafa Buzjani memiliki kontribusi yang besar dalam inovasi dan kemajuan ilmu matematika dan astronomi. Selain itu, ia juga memiliki pengetahuan yang baik tentang musik. Meskipun demikian, kemampuan musiknya tidak dikenal luas seperti keahliannya di bidang matematika dan astronomi. Saking terkenalnya di kedua disiplin ilmu tersebut, orang-orang memanggil Abu Al-Wafa dengan sebutan “Hasib” dan “Mohandes”.
Tidak berapa lama setelah kedatangan Abu Al-Wafa Buzjani ke Baghdad, ia dalam waktu relatif singkat dikenal sebagai ilmuwan terkemuka. Di Baghdad, selain berkarya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan riset di bidang astronomi, Abu Al-Wafa juga menempati posisi manajerial. Beberapa waktu ia menjadi pimpinan rumah sakit di Baghdad.
Abu Al-Wafa menjalin komunikasi yang baik dengan para ilmuwan sejamannya, bukan hanya di Baghdad saja. Bahkan, ia berkirim surat kepada para ilmuwan yang berada di Iran dan di daerah lain. Salah satunya adalah matematikawan terkemuka Abu Ali Hububi, Abu Rayhan Biruni, Abu Hayan Tauhidi dan Abu Nasir Irak.
Abu al-Wafa al-Buzjani tidak hanya berkomunikasi dengan sesama ilmuwan lain. Ia juga bekerja sama dengan mereka. Salah setunya dengan Abu Rayhan Biruni. Ketika Biruni berada di Khawarizm untuk mengamati gerhana bulan, Abu Wafa melakukan pengamatan serupa di Baghdad. Mereka membandingkan hasil dari dua pengamatan di tempat yang berbeda itu.
Karya utama Al-Būzjānī di bidang astronomi adalah Kitab al-Majisti, yang diedit dan diterjemahkan pada tahun 2010 oleh Ali Musa. Buku ini terdiri dari tiga bab yaitu: trigonometri, penerapan trigonometri bola untuk astronomi, dan teori planet. Meskipun Kitab al-Majisti berisi data pengamatan yang digunakan oleh banyak astronom setelah Al Buzjani.
Pada pembahasan mengenai trigonometri, ia memperkenalkan bukti dengan cara yang mengagumkan untuk formula yang paling penting. Pendekatan Abu al-Wafa, setidaknya dalam beberapa kasus, memiliki kemiripan yang mencolok dengan presentasi sains modern.
Abu Al-Wafa memberikan kontribusi penting bagi matematika, terutama kontribusinya dalam identitas trigonometri sistematis. Studi tentang identitas itu penting karena membangun hubungan antara jumlah dan perbedaan, pecahan dan kelipatan sudut, dalam perhitungan astronomi yang lebih efisien, serta penyusunan tabel yang lebih akurat.
Di bidang matematika, terutama trigonometri dan astronomi, Abu Al-Wafa tidak hanya fasih memahami dan menjelaskan kembali karya-karya pemikir sebelumnya dari Iran, Yunani dan India. Tapi lebih dari itu, ia mengembangkannya dengan terobosan signifikan.
Buzjani mengembangkan Sinus, versine dan cosinus dalam konteks masalah astronomi, sedangkan tangen dan kotangens dikembangkan dari studi tentang bayang-bayang gnomon. Ia menggunakannya secara bersama-sama dan mendirikan hubungan antara enam fungsi trigonometri dasar untuk pertama kalinya. Selain itu, ia juga disebut-sebut memperkenalkan R = 1 untuk jari-jari lingkaran dasar.
Abu Al-Wafa juga merancang metode untuk menghitung tabel trigonometri dengan teknik diferensial yang ditingkatkan untuk mendapatkan nilai-nilai dengan akurasi 5 sexagesimal (8 desimal).
Di bidang astronomi, ilmuwan Yunani sudah lama memperkenalkan model alam semesta dengan bintang di bagian dalam bola yang luas. Mereka juga telah bekerja dengan segitiga bola. Tapi Abu Al-Wafa adalah astronom Muslim pertama yang mengembangkan cara untuk mengukur jarak antara bintang menggunakan sistem baru dari fungsi trigonometri, termasuk versine.
Dalam bukunya, Al-Būzjānī untuk pertama kalinya memperkenalkan fungsi tangen, dan memfasilitasi solusi untuk masalah segitiga siku-siku bola dalam perhitungan astronomi. Dia juga menemukan metode baru untuk membangun tabel sinus, yang membuat tabelnya lebih akurat daripada pendahulunya. Ini adalah kemajuan penting, karena ketepatan perhitungan astronomi tergantung pada ketepatan tabel sinus.
Abu Wafa Al-Būzjānī termasuk seorang sarjana produktif. Dia menulis 22 buku dan artikel. Karyanya mengenai astronomi, aritmatika, dan geometri, serta terjemahan dan komentar terhadap karya-karya ilmuwan masa lalu seperti Diophantus dan Al-Khawarizmi, serta komentar tentang elemen Euclid. Tapi, dari seluruh karyanya tersebut, hanya delapan yang selamat. Karya astronomi sebagai referensi penting, Zij al-Wadih, telah musnah.
Bukti sejarah, serta komentar dari kolega dan generasi ilmuwan sejaman dan sesudahnya menunjukkan fakta bahwa ia adalah salah seorang astronom terbesar di masanya. Dia juga dikenal sebagai orang yang mendedikasikan hidupnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan, terutama astronomi dan matematika. Sebagai bentuk penghargaan atas kiprah intelektualnya di bidang astronomi, salah satu tempat di bulan dinamai dengan sebutan nama ilmuwan Iran ini.