Pesona Iran yang Mendunia (77)
Shahab al-Din Suhrawardi adalah seorang filsuf dan arif terkemuka, sekaligus pendiri mazhab iluminasi dalam filsafat Islam. Ia dilahirkan di Suhraward, sebuah desa yang terletak dekat Zanjan, Iran. Nama lengkapnya, Abu Al-Futuh Shahāb ad-Dīn Siddiqi Yahya ibn Habash ibn Amirak as-Suhrawardī. Tapi kemudian, lebih dikenal dengan sebutan Syeikh Isyraq, dan setelah meninggal disebut sebagai Syeikh Maqtul.
Meskipun tidak berumur panjang, tapi Suhrawardi menghasilkan tidak kurang dari 50 karya, antara lain: Hikmah Al-Isyraq, Talwihat, Muqawamat, Masyari’ wa Mutharahat, Parto Nameh, Haykal Al-Nur, Alwah Imadi, Risalah Al-Thair, Avaz Par Jibrail, Aql Surh, Ruzi ba Jamaat Sufian, Risalah fi Halah al-Tufuliyah, Risalah fi Hakikah Al-Esgh dan Waridat va Taqdisat.
Risalah Farsi Suhrawardi tidak seragam. Misalnya, kitab “Parto Nameh”, “Haykal al-Nur” dan Alwah Imadi merupakan karya mengenai hikmah teoritis yang sebagian mengikuti hikmah paripatetik Ibnu Sina. Tapi pembahasan mengenai Nafs dan ilahiyah sepenuhnya menjelaskan tentang hikmah Isyraqi yang disampaikan dalam bentuk tamsil dan rumus.
Salah satu bagian dari karya Sheikh Isyraq berbentuk cerita metaforis dan rumus-rumus. Kategori dari karya Suhrawardi ini menjadi perhatian penting melebihi karya lain mengenai pengajaran untuk mengkaji keyakinan batinnya serta warna filsafatnya yang bercorak iluminatif.
Suhrawardi dalam karyanya ini memilih menggunakan metode tamsil dan terma simbolis untuk menjelaskan tujuan filsafat dan irfannya. Pemahaman terhadap metaphor dan terma simbolis yang dipergunakan Suhrawardi dalam karyanya diperlukan untuk mencapai sebuah gambaran utuh mengenai pemikirannya.
Kategori dari karyanya ini berbentuk risalah pendek, metaforis dan sufistik yang diambil dari pengalaman pribadinya dengan pengungkapan bahasa rumus dan simbolis. Di setiap risalah, tampak tahapan dari kehidupan ruhani dan perjalanan spiritualnya yang menyingkap tabir.
Suhrawardi mengungkapkan pengalaman ruhaninya tersebut dengan bahasa yang menawan dan lembut, untuk menjelaskan dengan indah panorama batin dari alam semesta dan tangga-tangga suluk ruhani. Dengan jalan itu, Sheikh Isyraq menunjukkan tujuan agung manusia yang terlupakan dan tercerabut dari asalnya.
Sebagian kalangan menuding Suhrawardi memiliki kecenderungan terhadap ajaran agama Zoroster dan hendak menghidupkan agama tua itu. Tapi keyakinan tersebut keliru. Pemahaman yang utuh terhadap ajaran Zoroster yang digambarkan Suhrawardi dalam karya-karyanya menunjukkan kedalaman penguasaan Sheikh Isyraq terhadap agama Zoroster. Tapi hal ini tidak bermakna bahwa akidahnya telah keluar dari Islam.
Ramz adalah kata berbahasa Arab yang dipergunakan dalam bahasa Farsi yang bermakna umum, symbol, rumus atau rahasia. Dalam bahasa Farsi, ramz memiliki beberapa makna yaitu: isyarat, rahasia, simbolis, tersembunyi atau tanda khusus untuk memahami sesuatu, sesuatu yang tersembunyi antara dua atau beberapa orang yang sebagian tidak memahaminya, atau tanda kesepakatan tertentu untuk maksud khusus.
Terkait hal ini, Doktor Taghi Pour Namdarian, peneliti terkemuka sastra Farsi dalam buku “Ramz va Dastan-haye Ramzi” mengkaji karya Sheikh Isyraq mengenai rumus dan pemikir Iran lainnya. Ia mengungkapkan, “Ramz adalah segala bentuk tanda, isyarat dari kata dan kalimat yang bermakna dan konsep terhadap sesuatu yang zahir,”.
Muncul pertanyaan mengapa Suhrawardi menggunakan terma simbolis dan rumus untuk menyampaikan pemikirannya ? Setidaknya terdapat empat faktor yang menjadi alasan Suhrawardi menggunakan tamsil dan terma simbolis dalam karyanya. Pertama, Suhrawardi menggunakan tamsil dan terma simbolis supaya kalimat yang disampaikannya indah. Tujuan ini sangat kental dalam berbagai karyanya.
Kedua, tujuan Suhrawardi menggunakan tamsil dan terma simbolis untuk meningkatkan kefasihan karyanya. Sheikh Isyraq menggunakan terma-terma khusus berupa rumus-rumus dan tamsil-tamsil untuk mengungkapkan keagungan makna yang terkandung di dalam deretan terma simbolis yang dipergunakannya.
Suhrawardi dengan baik mengetahui ketinggian makna yang hendak disampaikannya, dan ia pun menguasai diksi-diksi mana yang tepat dipergunakan. Sheikh Isyraq yang memahami kedalaman kekayaan khazanah klasik pendahulunya, mempergunakan terma mitologi, tradisi dan keyakinan kuno untuk membantu menjelaskan pandangannya dalam bentuk terma simbolis.
Ketiga, Suhrawardi menggunakan tamsil dan rumus untuk menciptakan daya tarik bagi pembaca karyanya. Keempat, penggunaan tamsil dan terma simbolis yang dipergunakan Suhrawardi dalam karyanya untuk menyelamatkan diri dan karyanya dari tudingan orang-orang yang tidak memahami pemikuran Sheikh Isyraq.
Karya Suhrawardi secara langsung maupun tidak langsung tidak mendapat perhatian besar dari para sastrawan setelahnya dari aspek sastra terutama penggunaan syair, teknik bahasa, prosa, bentuk, maupun susunan kata dan kalimatnya.
Tapi, dari sisi lain, para peneliti memandang karya Suhrawardi memiliki bobot tinggi. Para sarjana menilai kelebihan karya Suhrawardi terletak pada cara pandang, metode analisis, dan pemahaman terhadap pemikiran pendahulu dan juga konteks di zamannya, yang disajikan dalam bentuk karya hikmah Isyraq. Dari aspek ini, Suhrawardi memiliki pengaruh besar terhadap generasi setelahnya.
Secara umum terdapat dua pengaruh besar pemikiran Suhrawardi terhadap pemikiran setelahnya. Pertama, kalangan yang menerima seluruh sistem pemikiran hikmah Isyraq, dan sikap Suhrawardi terhadap sufi. Athar dalam karyanya Mantiq al-Thair dan Jalaluddin Rumi dalam Matsnavi-e Maknavi sangat terpengaruh oleh metode simbolis Sheikh Isyraq.
Banyak dari konsep dan terma simbolik yang dipergunakan Athar dalam Mantiq al-Thair terinsipirasi dari karya-karya Suhrawardi. Penggunaan burung sebagai simbol dalam cerita Athar, termasuk Simorgh, untuk pertama kalinya dipergunakan secara luas dalam karya Sheikh Isyraq. Meskipun demikian, Suhrawardi bukan yang pertama menggunakan simbol-simbol itu. Sebab sebelumnya, Ibnu Sina dan Ghazali juga menggunakannya.
Penggunaan terma simbolis seperti burung dalam bentuk cerita dan penokohan dalam narasi sangat membantu pembaca untuk memahami kandungan dari pembahasan yang disampaikan Athar. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan karyanya begitu diapreasiasi banyak kalangan.
Pengaruh besar karya Suhrawardi terhadap Rumi tampak jelas dalam kisah pertama Matsnavi-e Maknavi, Nay Nameh tentang kerinduangan seruling terhadap rumpun bambunya. Jeritan kepiluan seruling dari perpisahan dengan rumpun bambunya merupakan terma simbolis yang dipergunakan Maulavi untuk menjelaskan tentang penderitaan manusia berpisah dari asalnya. Nay Nameh Maulavi sangat dipengaruhi kisah Ghorbah Gharbiyah Suhrawardi.
Meskipun Maulavi banyak dipengaruhi oleh Suhrawardi, tapi tamsil yang dipergunakan keduanya tidak sama. Sebab Suhrawadi dan Maulavi memakai metode tamsil yang berbeda. Maulavi menggunakan tamsil biasa, dan seluruhnya dipergunakan untuk menjelaskan kandungan makna pemikirannya. Tapi Suhrawardi sebaliknya, setiap kalimat dan bagian dari tamsilnya menunjukkan sebuah simbol terhadap sesuatu yang khas.
Sebagian kalangan lain yang dipengaruhi oleh Suhrawardi adalah para Sufi, sastrawan dan penyair, yang memanfaatkan pemikiran dan metafora irfaninya yang sangat indah. Hafez banyak dipengaruhi oleh metafor-metafor irfani yang disampaikan Suhrawardi. Pemikiran Suhrawardi mengenai filsafat penciptaan dan manifestasi cinta menjadi perhatian para penyair semacam Hafez.