Pesona Iran yang Mendunia (88)
Era dinasti Timurid merupakan salah satu dari silsilah pemerintahan Persia Raya yang memiliki perhatian besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.Situasi keamanan yang relatif stabil di perbatasan dan ibu kota menyebabkan perhatian penguasa Timurid terhadap kebudayaan dan peradaban cukup tinggi. Di era itu lahir para ilmuwan, salah satunya adalah Amir Nezam Al-Din Ali-Shir Nava'i.
Amir Ali Shir Nava’i dilahirkan di Herat, sekarang bagian dari wilayah Afghanistan di era pemerintahan pangeran Mirza, pada 17 Ramadhan 844 Hq atau 9 Februari 1441 M. Tapi sebagian peneliti menyebut kelahirannya di Mazandaran, Iran. Amir Ali Shir Nava’i lahir dari keluarga pencinta ilmu yang dihormati masyarakat dan pejabat ketika itu. Daulat Shah Samarkand menyebut ayah Amir Ali Shir Nava’i sebagai salah seorang tokoh penting di zamannya.
Sebagai tokoh terkemuka, rumah ayah Amir Ali Shir Nava’i menjadi tempat pertemuan para ulama dan pemuka masyarakat. Oleh karena itu, sejak kecil ia sudah dekat dengan para ulama. Lingkungan akademis yang kondusif berpengaruh besar terhadap kehidupan Amir Ali Shir Nava’i.
Tidak hanya itu, ia juga dekat dengan kalangan istana. Masa kanak-kanak tumbuh bersama anak-anak Darghah Omar Gorkani. Amir Ali Shir Nava’i sepermainan dengan anak-anak Sultan Hussain Mirza Baighara. Khan Mir dalama kitabnya “Makarim Al-Akhlak” menyinggung masa kecil Amir Ali Shir Nava’i, “karena memasuki usia empat tahun… ia pergi ke maktab dan memulai menuntut ilmu, dan dengan taufik ilahi dalam waktu yang singkat telah melampaui seusianya dan ia menampakkan kelebihannya,”.
Ketika itu, Amir Ali Shir Nava’i dikenal sebagai anak yang memiliki potensi besar dan mempelajari al-Quran serta pengetahuan dasar dengan cepat. Di usia enam tahun, sekitar tahun 859 H, pasca kematian Raja Timurid, Shahrokh, muncul kekacauan di Khorasan, dan keluarga Amir Ali terpaksa meninggalkan Herat. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Sharaf al-Din Ali Yazdi, sejarawan terkemuka di zaman itu.
Di tahun 853 Hq, keluarga Amir Ali Shir kembali ke Herat yang terjadi bersamaan dengan naiknya Abol Qassim Baber menjadi penguasa wilayah tersebut.Tapi tidak berapa lama terjadi perubahan politik dengan meninggalnya Abol Qassim Baber yang menyulut pertarungan perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya, yaitu antara Abu Said dan Hossein Baighara. Ketika itu, Amir Ali Shir berusia tujuh belas tahun.
Konflik perebutan kekuasaan tersebut menyebabkan Amir Ali Shir terpaksa mengungsi karena Abu Said memenangkan pertarungan. Pasalnya, selama ini Amir Ali Shir lebih dekat dengan Baighara yang menjadi rival penguasa. Akibatnya Amir Ali Shir terpaksa mengungsi ke Mashhad dan Samarkand. Di masa itu, Amir Ali Shir Nava’i melanjutkan studinya dalam kondisi miskin dan sakit-sakitan.
Amir Ali Shir tinggal di Mashhad dan mengembangkan keilmuannya serta bertemu dengan para ulama dan penyair terkemuka di zamannya itu, seperti: Mohammad Hazar Shah dan Sheikh Kamal Torbati. Setelah tinggal beberapa di Mashhad, Amir Ali Shir memutuskan untuk kembali ke Herat, dan bertemu dengan Sultan Abu Said. Tapi pertemuan tersebut membuatnya putus asa.
Kemudian, ia melanjutkan perjalanan meninggalkan Herat menuju Samarkand. Di tempat itulah ia bertemu dengan para ulama dan penyair terkemuka dan menyelesaikan pendidikannya. Ia mempelajari ilmu Qiraah dari Maulana Hafez Ali Jami.
Setelah melewati fase sulit dan kemiskinan yang melilitnya, akhirnya dengan bantuan para ulama terkemuka Samarkand ketika itu, ia mendapat bantuan dari penguasa Ahmad Haji Beigh. Dari Samarkand pula karir intelektualnya mulai bersinar.
Di tahun 873 Hq terjadi peristiwa politik yang mempengaruhi kehidupan Amir Ali Shir Nava’i. Sultan Abu Said tewas di tangan Hassan Ogh Ghavinlou di Azerbaijan. Kemudian Sultan Hossein Baighara menjadi penguasa Herat menggantikan posisi sultan Abu Said.
Penguasa baru Herat mengundang Amir Ali Shir Nava’i untuk kembali ke tanah kelahirannya sebagai ilmuwan. Ia juga tidak lupa atas janji kepada sahabat masa kecilnya itu untuk membantu mengembangkan keilmuwan di Herat dengan kehadiran Amir Ali Shir Nava’i.
Kedudukan penting Amir Ali Shir Nava’i, terutama nasehatnya yang bijak di era Sultan Hossein Baighira menyebabkan pilar kekuasaannya semakin kuat di Herat. Lebih dari itu, rakyat Herat juga hidup dalam pemerintahan yang lebih adil di era Sultan Hosein Baighara dibandingkan penguasa sebelumnya.
Berkat nasehat Amir Ali Shir Nava’i, Sultan Hossein selektif mengangkat wali kota dari orang-orang yang kredibel, bersih dan bertanggungjawab. Pada awalnya, Sultan Hossein menyerahkan jabatan tersebut kepada Amir Ali Shir Nava’i, tapi beliau menolak menerima jabatan itu. Akhirnya jabatan tersebut diserahkan kepada Sheikh Ahmad Sahili.
Kemudian, Sultan Hossein Baighara mengangkat Amir Ali Shir Nava’i sebagai pejabat tinggi kesultanan tahun 876 Hq. Pada awalnya, beliau menolak, tapi akhirnya menerima setelah Sultan Hossein Baighira terus-menerus memintanya untuk menerima jabatan tersebut.
Semasa menjabat sebagai menteri di kesultanan Herat, Amir Ali Shir Nava’i menunjukkan kredibilitasnya sebagai pejabat yang bersih dan mumpuni. Ia melakukan berbagai reformasi dalam berbagai masalah sosial dan ekonomi. Sheikh Amir Ali Nava’i menggunakan kekuasaan politik demi melayani kepentingan rakyat.
Di masa jabatannya terjadi perbaikan kondisi masyarakat secara signifikan ketika itu. Amir Ali Shir Nava’i mengawasi masalah pajak dan mengurusi perekonomian Herat. Ia juga mewujudkan tuntutan keadilan yang disuarakan rakyat wilayah itu. Sheikh Amir Ali Shir Nava’i membangun saluran air minum, dan perbaikan sistem irigasi pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat Herat yang sebagian besar mata pencahariannya bertumpu pada pertanian.
Meskipun menjadi pejabat negara, Amir Ali Shir Nava’i masih menjalankan perannya sebagai ulama dan ilmuwan, termasuk dengan menulis buku. Dalam kitab “Al-Majalis Al-Nafais”, Amir Ali Shir Nava’i mengatakan, “Setiap kali masyarakat menghubungiku baik secara langsung dengan lisan mereka maupun tidak langsung untuk urusan pemerintahan, aku melakukan tindakan semampunya. Tapi aku tidak rakus, dan tidak mau menerima sanjungan dari siapapun, meskipun itu menimbulkan begitu banyak masalah bagiku sendiri,”.
Meskipun sudah menjalankan tugasnya sebagai menteri sebaik mungkin, tapi tetap saja muncul permusuhan dari orang-orang yang tidak menyukainya. Orang-orang rakus dan haus kekuasaan tidak menyukai kedekatan Amir Ali Shir Nava’i dengan Sultan Baighira, sehingga menyebabkan dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Amir Ali Shir Nava’i juga memimpin pengelolaan perpustakaan penting, termasuk di dalamnya terdapat buku-buku tulisan tangan langka yang ditulis oleh para pemukanya seperti Maulana haji Mohammad Zufanoun. Perpustakaan madrasah Nizamiyah juag didirikan oleh Amir Ali Shir Nava’i.
Ia juga dikenal memiliki hubungan yang sangat baik dengan para seniman dari berbagai bidang. Tidak hanya itu, beliau mendukung pengembangan karya seni yang menunjukkan tingginya minat Amir Ali Shir nava’i terhadap seni dan budaya.(PH)