Jul 30, 2019 18:18 Asia/Jakarta
  • Kekerasan polisi Amerika Serikat
    Kekerasan polisi Amerika Serikat

Kekerasan dan kesalahan perilaku polisi dengan artian secara ekstrim menggunakan kekerasan fisik oleh polisi kepada manusia, selain

Kekerasan dan perilaku salah polisi berarti penganiayaan fisik dan tenaga yang ekstrem oleh seorang polisi dengan manusia, sementara ancaman psikologis dan verbal juga dianggap sebagai bentuk kekerasan polisi. Kekerasan polisi di Amerika Serikat sejak akhir Perang Dunia II semakin kompleks dengan adanya perbedaan karakter ras, agama, politik, modern, sistematis dan kompleksnya.

Kekerasan polisi modern di Amerika Serikat dibagi menjadi tiga periode; kekerasan polisi selama gerakan sosial pada 1960-an dan 1970-an, selama demonstrasi anti-perang tahun 1970-an dan periode pasca-11 September 2001. Kekerasan polisi dapat berupa kekerasan terhadap sekelompok orang seperti tindakan keras terhadap pengunjuk rasa Wall Street atau hanya terhadap satu orang. Kekerasan polisi terhadap minoritas, karena memiliki dimensi yang berbeda, dapat memiliki alasan yang berbeda.

Warga kulit hitam menyaksikan kekerasan polisi

Beberapa sarjana Amerika seperti Dr. Leonard Moore, Profesor Sosiologi di University of Texas dan penulis artikel tentang kekerasan polisi AS, telah memperhatikan bahwa akar kekerasan polisi lebih pada aspek individual polisi, dan percaya bahwa jika seorang anggota minoritas dibunuh, dan bila ditemukan bahwa tersangka tidak bersalah, maka harus menyelidiki kejadian ini dalam perilaku pribadi polisi yang salah dan kondisi perilaku pribadinya. Tetapi beberapa pemikir Amerika seperti Richard E. Kanio, seorang peneliti di University of Virginia, menemukan yang bersalah adalah masyarakat dimana tersangka hidup di sana.

Tentu saja, ini tidak berarti bahwa komunitas minoritas yang harus disalahkan, tetapi pada kenyataannya mereka percaya bahwa akar dari kekerasan polisi semacam ini harus berada dalam dimensi komunitas minoritas, yang mengarah pada terciptanya kecurigaan polisi yang komprehensif terhadap minoritas tersebut. Bagi para peneliti seperti Richard Kanio, salah satu alasan kekerasan polisi AS terhadap minoritas, ciri khas dan struktur sosial komunitas minoritas, seperti pengangguran yang meluas, kemiskinan, kenakalan dan kejahatan di berbagai lapisan masyarakat.

Beberapa peneliti menilai bahwa alasan kekerasan polisi terhadap minoritas adalah kondisi sosial minoritas dan meyakini permukiman kumuh AS, yang sebagian besar merupakan tempat tinggal minoritas di negara itu, selalu menyulitkan polisi negara AS. Dalam banyak kasus, kepolisian setempat tidak cukup untuk menangani para penjahat di lingkungan besar dan untuk berurusan dengan minoritas kulit hitam, Indian atau Latin. Dengan demikian, polisi tidak ingin membahayakan hidup mereka untuk memberantas kejahatan di lingkungan ini karena mereka tahu para penjahat di lingkungan ini sadar akan kurangnya kekuatan polisi dan ketidakmampuan mereka untuk menangani kejahatan tersebut.

Dalam situasi seperti itu, dalam kasus-kasus di mana salah satu orang dari minoritas ini oleh polisi menjadi terduga, kemungkinan kekerasan tanpa hukuman terhadapnya oleh polisi kulit putih adalah tinggi. Karena ide bahwa kesenjangan sosial di Amerika Serikat telah hilang setelah protes tahun enam puluhan pada abad kedua puluh dan dalam perjalanan gerakan hak-hak sipil orang kulit hitam di negara ini sebenarnya hanya ilusi. Bahkan, dalam hal ekonomi, sosial, dan bahkan hak politik dan kewarganegaraan lainnya, tidak hanya kesenjangan kelas minoritas dengan penduduk Amerika lainnya, yang sebagian besar berkulit putih, tidak hilang, tetapi bahkan belum berkurang dalam beberapa kasus.

Penegasan minoritas kulit berwarna AS untuk mengakhiri diskriminasi dan kekerasan polisi

Perubahanyang terjadi hanya berorientasi siklus produksi barang menjadi produksi jasa di Amerika atau perubahan historis dan kemajuan teknologi, dimana semua ini justru membuat kesenjangan antara kelompok-kelompok minoritas dengan kelas penguasa AS semakin besar. Karena di masa lalu tenaga kerja dalam memproduksi barang berasal dari kelompok minoritas, tetapi dalam ekonomi jasa saat ini, tenaga kerja adalah kekuatan pemikiran mereka yang tidak ingin memanfaatkan warga kulit hitam dalam proses sistem yang berkuasa dengan pendekatan diskriminatif. Faktanya, ekonomi berbasis teknologi dan jasa juga ekonomi berada di tangan warga kulit putih AS, kecuali dalam beberapa kasus, ekonomi mikro, seluruh minoritas tidak ikut campur.

Mengacu pada fakta ini, Richard E. Kanio dan koleganya McKay telah memeriksa dampak lingkungan sosial ekonomi masyarakat minoritas pada pembentukan kekerasan polisi terhadap minoritas. Mereka percaya bahwa dalam masyarakat konsumeris seperti Amerika, yang sangat mempromosikan konsumerisme, kekurangan ekonomi-sosial terkecil dapat berkontribusi pada pembentukan pelanggaran di kalangan minoritas dan, pada akhirnya, membantu munculnya beragam dimensi rasisme dalam masyarakat.

Dengan demikian, indikator seperti tingkat kelahiran, paket dukungan dan kesejahteraan, fasilitas mendasar seperti perumahan, tingkat pelaporan kejahatan untuk polisi di setiap lingkungan minoritas, kepemilikan mobil dan tingkat pendidikan remaja mempengaruhi pembentukan pandangan umum masyarakat terhadap minoritas.

Para peneliti seperti Stanley Cohen, seorang pengacara dan aktivis sosial di Amerika Serikat, berpendapat bahwa karena kekerasan dalam komunitas minoritas lebih tinggi sehubungan dengan indeks ini daripada komunitas kulit putih, kekerasan polisi juga meningkat. Memang, menurut mereika, kekerasan polisi terkait langsung dengan faktor-faktor ini, dan ketika faktor-faktor ini bertambah atau berkurang, kekerasan polisi juga menurun atau meningkat.

Beberapa sosiolog Amerika lainnya seperti Kathleen Harring mengatakan masalah berpengaruh lainnya seperti konsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol di komunitas minoritas dan dampaknya terhadap kekerasan polisi terhadap minoritas juga harus diperhitungkan. Studi Harring tentang karakter sosial-ekonomi kehidupan minoritas dan hubungannya dengan kekerasan polisi tidak sesuai dengan tingkat kekerasan polisi di beberapa kota di Amerika.

Demonstrasi menentang kekerasan polisi

Faktor lain yang memperburuk kebrutalan polisi terhadap kaum minoritas adalah kurangnya peninjauan yudisial yang tepat terhadap file-file polisi yang ceroboh, yang pada akhirnya menciptakan semacam kekebalan bagi polisi dan membuka tangan polisi untuk melakukan kekerasan berikutnya. Ini diperparah oleh rasisme masyarakat Amerika yang sangat kuat. Selain itu, undang-undang federal berbeda dari hukum pusat AS, yang membuatnya sulit untuk melacak akar kekerasan polisi. Tindakan pengadilan AS untuk membebaskan sebagian besar polisi yang bersalah, yang telah menembak minoritas kulit berwarna tanpa alasan adalah salah satu alasan utama berlanjutnya kekerasan polisi terhadap minoritas di negara ini.

Dr. Zaenab Ghassemi, seorang peneliti untuk urusan AS di Iran mengatakan bahwa kekerasan polisi sekarang diterima di masyarakat Amerika, sehingga hingga saat ini, kasus-kasus kekerasan polisi yang telah dibawa ke pengadilan tidak membuahkan hasil. Dan sebagian besar polisi telah dibebaskan, dengan kata lain, kebenaran tidak memihak korban kekerasan dan polisi merupakan pihak yang benar. Sistem pelatihan polisi di Amerika Serikat dengan cara yang mendorong kebrutalan polisi. Penting juga untuk menunjukkan bahwa banyak veteran yang berperang di berbagai belahan dunia, seperti Irak atau Afghanistan, memasuki sistem kepolisian setelah kembali ke Amerika Serikat. Biasanya, mereka ini dikerahkan di daerah-daerah miskin atau di lingkungan etnis dan agama minoritas dan rentan terhadap kekerasan.

Di sisi lain, dengan citra negatif yang dibuat media-media Amerika tentang kelompok  minoritas, terutama orang kulit hitam di tengah masyarakat, polisi ketika menghadapi orang kulit hitam seolah-olah mereka melihat pelaku kejahatan dan bertindak dengan kekerasan. Seperti dalam kebanyakan film dokumenter dan cerita yang berusaha mendorong subjek ini, dan menyajikan citra subyektif dan bohong tentang minoritas. Namun, kekerasan terhadap minoritas, terutama orang kulit hitam dan Muslim, bukanlah masalah baru, dan satu-satunya hal yang terjadi dengan perluasan media komunikasi, terutama jaringan virtual di Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir, adalah masalah ini kemudian mendapat liputan media. Dampak media dapat dilihat pada 2016 dan 2017 dalam membentuk demonstrasi rakyat melawan kebrutalan polisi di berbagai kota di AS.

Tentu saja, bagaimana liputan media tentang bentrokan polisi dengan minoritas, alih-alih mencegah pengulangan aksi kekerasan, justru memperngaruhi mereka untuk kembali melakukannya. Apakah media, terutama di Amerika Serikat, mencerminkan realitas masyarakat atau menjelaskan apa yang diinginkan pemerintah dan para pejabat di berbagai lembaga, termasuk polisi, memiliki peran dalam mengulangi atau mencegah peristiwa ini.

Sebagian besar media AS berusaha untuk mendoktrin bahwa kekerasan polisi terhadap minoritas sebagai peristiwa individu, akibat tindakan sewenang-wenang individu polisi, sehingga menyembunyikan sifat sistematis kekerasan polisi di negara itu. Memang, negarawan rezim imperialis AS yang membiarkan diri mereka ikut campur dalam penggunaan pelanggaran hak asasi manusia dalam urusan internal negara lain, di dalam negeri hanya menyaksikan kelanjutan kekerasan polisi terhadap minoritas dan pelanggaran hak asasi manusia.

Tags