Islamophobia di Barat (61)
Edisi kali ini berbicara tentang penyaluran bantuan makanan dari komunitas Muslim Inggris kepada fakir-miskin pada perayaan Hari Natal, peran Zionis dalam menyebarkan Islamophobia di Inggris dan Barat, dan laporan sekelompok anggota Parlemen Inggris mengenai kampanye kebencian.
Bertepatan dengan datangnya Hari Natal dan di tengah gencarnya kampanye Islamophobia di Inggris, komunitas Muslim di kota Blackburn, Inggris, melakukan sebuah aksi kemanusiaan dengan menyiapkan 11.595 paket makanan dan menyumbangkannya ke bank makanan untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Inisiatif ini melibatkan delapan masjid dan sembilan organisasi Islam di Inggris lewat kerja sama dengan Yayasan al-Emdad.
Banyak organisasi Islam dan komunitas Muslim menggalang sumbangan tunai dan non-tunai di masjid-masjid dan lembaga amal bertepatan dengan perayaan Hari Natal. Bantuan ini kemudian disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan di malam-malam musim dingin. Dengan cara ini, warga Muslim memperkuat budaya empati dengan orang-orang Kristen.
Warga Muslim Inggris berusaha memanfaatkan setiap kesempatan untuk memperkenalkan ajaran kemanusiaan dan moralitas Islam. Di sisi lain, kelompok anti-Islam dan Zionis berusaha keras untuk merusak citra Islam di tengah publik Barat.
Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Islam (IHRC) di London pada Oktober 2018, para pendukung Palestina, aktivis HAM, para dosen, dan perwakilan dari organisasi-organisasi masyarakat sipil mengkaji tentang kampanye Islamophobia dan kaitannya dengan Zionisme.
Berbicara tentang bangkitnya Islamophobia di Barat, Ketua Komisi HAM Islam, Massoud Shadjareh mengatakan, “Para Zionis yang mengetahui bahwa sebagian besar Muslim mendukung rakyat Palestina yang tertindas, sedang berusaha menampilkan citra Muslim sebagai pendukung kekerasan dan pertumpahan darah.”
“Dengan pendekatan ini, Zionis ingin meredam tekanan opini publik dunia terhadap mereka ketika mereka membunuh orang-orang Muslim. Zionis juga berusaha mempengaruhi masyarakat Islam sebagai pendekatan lainnya,” ujarnya.
Menurut Shadjareh, Zionis menyadari bahwa sekitar 85 persen Muslim mendukung rakyat Palestina dan sekarang mereka berusaha untuk mempengaruhi pendukung Palestina agar jumlahnya terus berkurang setiap tahun sehingga Zionis leluasa dalam membantai orang-orang Palestina. Namun, Zionis telah gagal karena masyarakat semakin menyadari akan kejahatan Israel.
Seorang profesor Yahudi di Inggris, Les Levidow menuturkan, "Selama beberapa dekade, masyarakat di berbagai negara termasuk Inggris telah termakan propaganda imperialis, dan kaum Zionis secara khusus mengejar tujuannya melalui media dan berusaha membentuk opini publik untuk kepentingannya.”
“Studi ini menunjukkan bagaimana kebingungan orang-orang yang menerima berita paling banyak tentang Palestina dari BBC. Sebagian bahkan berpikir bahwa Palestina adalah penjajah," kata Les Levidow mengutip sebuah studi akademis.
Dia mencatat bahwa dalam dekade terakhir, kasadaran publik dunia telah meningkat berkat aksi-aksi solidaritas dengan rakyat Palestina dan adanya jaringan komunikasi, sekarang Israel dianggap sebagai ancaman serius bagi perdamaian dunia.
Seorang dosen Palestina di Universitas Exeter Inggris, Dr. Ghada Karmi mengatakan, “Deklarasi Balfour sudah berusia 101 tahun dan selama masa itu, pengalaman kami sebagai warga Palestina adalah bahwa komunitas internasional tidak melakukan pekerjaan khusus untuk rakyat Palestina.”
“Negara kami dijajah oleh sebuah kelompok dan para penjajah masih menduduki negara saya, kami tetap terlantar dan ketika saya memikirkan tentang tindakan masyarakat internasional untuk mewujudkan hak-hak rakyat Palestina, saya menjadi frustrasi dan pengalaman pahit 101 ini menunjukkan bahwa rakyat Palestina tidak seharusnya mencari kemerdekaan mereka dalam aksi-aksi lembaga-lembaga internasional,” tegasnya.
Seminar satu hari IHRC di London diikuti oleh sejumlah aktivis HAM dan para perserta membongkar upaya Zionis untuk merusak citra Islam.
Di tengah meningkatnya kampanye Islamophobia di Inggris, sekelompok anggota Parlemen Inggris menyerukan diakhirinya fenomena itu dengan menganggapnya sebagai tindakan kriminal dan mendefinisikannya sebagai salah satu bentuk rasisme dan kebencian.
Dalam laporannya, para legislator tersebut menekankan bahwa mengampanyekan Islamophobia berdasarkan interpretasi yang salah, akan mengarah pada serangan tak beralasan yang menargetkan warga Muslim dan non-Muslim.
Seorang wartawan Skey News dalam sebuah laporan mengatakan, “Memang benar bahwa kebangkitan Islamophobia dalam beberapa tahun terakhir memiliki dampak negatif bagi kaum Muslim di Barat, tetapi Islamophobia memiliki efek yang jauh lebih berbahaya daripada hanya kebencian di Inggris.”
Laporan yang dikeluarkan oleh sekelompok anggota Parlemen Inggris menyatakan bahwa penyebaran kebencian anti-Islam di Inggris telah mencapai tingkat yang menciptakan kebohongan dan membuat informasi palsu terhadap masyarakat Muslim sehingga mereka sangat rentan terhadap serangan rasisme.
Menurut laporan itu, masyarakat Muslim di Inggris menjadi korban diskriminasi berdasarkan informasi palsu di bidang pekerjaan, perumahan, keadilan di pengadilan, dan sektor kehidupan publik lainnya. Kebencian terhadap Islam telah meningkatkan perselisihan, kebencian, dan serangan teroris.
Di antara kebohongan yang menyudutkan Islam dan Muslim adalah, hampir sepertiga warga Inggris percaya bahwa ada daerah terlarang di negara mereka yang tidak boleh dimasuki oleh selain orang Muslim. Wilayah itu diatur berdasarkan hukum Islam. Laporan para legislator Inggris itu merujuk pada informasi keliru yang menuduh seperlima Muslim Inggris berkolaborasi dan mendukung para teroris.
Hasil laporan dan penelitian yang dilakukan oleh sejumlah lembaga Inggris lainnya, tidak jauh berbeda dengan laporan yang disusun oleh sekelompok anggota Parlemen Inggris. Para legislator Inggris dalam laporannya juga mengutip laporan-laporan akademik lain yang menegaskan bahwa Muslim Inggris menghadapi pembatasan di sektor ekonomi dibandingkan dengan warga lain.
Survei yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pemasaran mencatat bahwa 46 persen orang yang tinggal di Inggris percaya bahwa ada gesekan antara Islam dan nilai-nilai masyarakat Inggris. Kesalahpahaman ini mungkin disebabkan oleh kurangnya tindakan serius pemerintah untuk mengubah persepsi ini dan berusaha menutupi kerugian yang diderita oleh warga Muslim.
Penggambaran bias tentang umat Islam ini – sebagai dampak dari kampanye Islamophobia di Barat – tidak hanya terbatas di Inggris. Hasil sebuah studi baru oleh Ipsos Perils of Perception mencatat bahwa warga Belanda telah tertular virus Islamophobia secara akut. Mereka tidak hanya salah mengenai jumlah populasi Muslim di Belanda, tetapi juga tidak tahu bahwa sebagian besar Muslim negara mereka dilahirkan dan dibesarkan di Belanda.
Survei yang dilakukan di 37 negara ini menemukan bahwa warga Belanda memperkirakan 26 persen dari populasi negara mereka lahir di luar Belanda, sedangkan angka sebenarnya kurang dari setengah dan 12 persen.
Mereka juga mengira bahwa 20 persen dari populasi Belanda adalah imigran dan pengungsi Muslim, padahal populasi Muslim di negara itu hanya 5 persen. Tingkat pengangguran di Belanda adalah 4 persen, sementara warganya mengira tingkat pengangguran sebesar 18 persen dan menyalahkan orang-orang Muslim. (RM)