Aug 31, 2020 17:06 Asia/Jakarta

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dengan suara bulat menyetujui resolusi untuk memperbarui mandat pasukan penjaga perdamaian PBB yang ditempatkan di sepanjang perbatasan Lebanon selatan dengan wilayah yang diduduki rezim Zionis Israel, tetapi telah mengurangi kapasitas pasukan di sana.

Pada hari Jumat (28/8/2020),  DK PBB menerima resolusi rancangan Prancis untuk memperpanjang mandat Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) selama satu tahun; namun itu menurunkan batas pasukan misi dari 15.000 menjadi 13.000.

Pasukan tersebut saat ini hanya terdiri dari sekitar 10.500 tentara, dan perubahan tersebut kemungkinan akan berdampak kecil di lapangan.

Resolusi itu juga menyerukan kepada pemerintah Lebanon untuk memberi penyelidik UNIFIL "akses cepat dan penuh" ke situs-situs yang ingin diselidiki, termasuk terowongan potensial dari Lebanon ke wilayah Palestina yang diduduki Israel.

DK PBB mendesak Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk berkoordinasi dengan Lebanon dan negara-negara penyumbang pasukan dalam waktu 60 hari mengenai rencana untuk melaksanakan rekomendasi yang dibuat untuk meningkatkan kinerja UNIFIL.

Pembaruan misi penjaga perdamaian PBB di Lebanon terjadi setelah berminggu-minggu negosiasi yang alot. Para pejabat Lebanon telah menuntut perpanjangan mandat UNIFIL, yang berakhir pada 31 Agustus, tanpa perubahan apa pun, dan telah bekerja dengan beberapa anggota DK PBB untuk mempertahankan mandat sebagaimana adanya.

UNIFIL telah ditempatkan di perbatasan selatan Lebanon sejak 1978, selama perang saudara di negara itu, dan diperkuat menyusul perang 33 hari Israel di Lebanon pada musim panas 2006.

Sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjabat, pemerintahannya telah mendorong perubahan pada mandat misi, dengan tuduhan telah gagal menerapkan Resolusi DK PBB Nomor 1701, yang menjadi perantara gencatan senjata terhadap serangan militer Israel terhadap Lebanon.

Pihak berwenang Lebanon dan Hizbullah, telah lama mengkritik UNIFIL karena gagal menghentikan pelanggaran hampir setiap hari Israel terhadap kedaulatan Lebanon melalui udara, laut dan darat.

Keberhasilan pasukan penjaga perdamaian PBB telah dipertanyakan setelah pasukan Israel dua kali menyerang daerah perbatasan Lebanon baru-baru ini.

Ketegangan telah meningkat antara Israel dan Hizbullah sejak 20 Juli 2020, ketika Tel Aviv membunuh anggota Hizbullah Ali Kamel Mohsen dalam serangan udara di Suriah.

Militer Israel telah menempatkan pasukannya di dekat perbatasan Lebanon dan Suriah dalam siaga tinggi setelah Hizbullah berjanji akan membalas.

Pasukan Israel menembaki desa Habaria di Lebanon pada 27 Juli 2020 untuk menghentikan dugaan serangan Hizbullah, tetapi Gerakan Muqawama Lebanon ini membantah tuduhan itu, dan  menyebutnya sebagai hasil dari ketegangan dan kebingungan di antara pasukan Israel.

Setelah kejadian tersebut, UNIFIL berjanji untuk melakukan penyelidikan atas apa yang terjadi. Namun sumber diplomatik mengatakan "tidak ada temuan yang meyakinkan dan tidak ada yang benar-benar terjadi".

Israel membom NGO Green Without Borders yang berpihak pada Hizbullah pada hari Selasa. Menurut blognya, organisasi non-pemerintah Lebanon menanam pohon, membuat taman umum, dan memerangi kebakaran hutan.

Awal bulan ini, situs berita terkemuka Amerika menyebutkan perkembangan baru-baru ini telah "menjelaskan situasi mustahil Israel" di sepanjang perbatasan Lebanon.

Menurut Business Insider, Hizbullah telah menetapkan pencegahan tingkat tinggi di Lebanon selatan, di mana sebanyak "150.000 roket dan rudal" diarahkan ke Israel.

Berdasarkan keterangan Business Insider, Hizbullah dapat menembakkan lusinan bahkan ratusan roket ke Israel di seluruh sepertiga utara wilayah pendudukan "hampir tanpa hambatan." (RA)