Revolusi Asyura, Simbol Abadi Heroisme
Karbala adalah sebuah nama tempat di Irak. Mungkin bisa dikatakan bahwa tidak ada revolusi dalam sejarah Islam, dari segi bentangan geografi dan durasi kejadian lebih kecil dan lebih singkat dari revolusi Karbala. Dalam peristiwa ini, 72 pembela Imam Husein as berdiri tegak melawan 30.000 pasukan musuh. Peristiwa ini adalah bagian dari sejarah Islam yang paling menggemparkan dan berpengaruh. Di wilayah geografis yang kecil ini, semua keindahan, keagungan, dan nilai-nilai kehidupan tampak dengan
Kisah peristiwa terbesar dalam sejarah mulai ditulis ketika matahari menerangi semesta pada Hari Asyura. Pada subuh hari, Imam Husein as mulai menyusun formasi pasukannya. Setelah shalat Subuh, ia membagi pasukannya dalam tiga regu yang terdiri dari 32 penunggang kuda dan 40 berjalan kaki. Regu pertama berada di sektor Maimanah, regu kedua di sektor Maisarah, dan regu ketiga disiagakan di tengah-tengah.
Komando sektor Maimanah dipegang oleh Zuhair bin Qain, komando sektor Maisarah oleh Habib bin Madhahir, dan sektor tengah dikepalai oleh Imam Husein as sendiri. Ia kemudian menyerahkan panji pasukan kepada saudaranya, Abbas bin Ali atau yang lebih dikenal Qamar Bani Hashim, sementara kemah-kemah berada di belakang pasukan.
Umar bin Sa'ad juga membagi pasukan bejatnya menjadi beberapa kelompok. Kedua pasukan sudah saling berhadapan dan bersiap untuk memulai pertempuran yang menentukan. Husein bin Ali as telah berusaha keras untuk mencegah perang dan terbunuhnya orang-orang Muslim. Ia mencoba segala cara untuk mencegah perang dan tumpahnya darah siapapun di bumi.
Tapi musuh –yang bangga atas banyaknya jumlah mereka dan sedikitnya pendukung Husein as– sudah tidak menggubris cara apapun dan tidak menanggapi positif usulan apapun. Pada Hari Asyura, Imam bahkan mengirim beberapa sahabatnya untuk berbicara dengan pasukan musuh dan dengan cara menjelaskan kebenaran dan realita, mencegah mereka dari melakukan kejahatan.
Ia sendiri juga berulang kali maju ke depan untuk menasehati pasukan musuh dan dengan khutbah yang mencerahkan, menyeru mereka untuk menjaga ketenangan dan tidak menumpahkan darah. Tapi menurut Imam, makanan haram telah menghalangi mereka untuk memahami kebenaran, tetap berada dalam kesesatannya, dan bersikeras untuk memulai perang.
Umar bin Sa'ad resmi memulai perang dengan melepaskan anak panah ke arah pasukan Imam Husein as dan memerintahkan tentaranya untuk menyerbu barisan pasukan Imam. Dalam waktu singkat, kedua pasukan saling mendekat dan terlibat pertempuran sengit. Dalam pertempuran ini, keajaiban sejarah terjadi dan perimbangan militer runtuh yaitu; pertahanan tentara yang kurang dari seratus orang, di mana sebagian dari mereka adalah remaja atau orang tua, terhadap sebuah pasukan dengan kekuatan puluhan ribu personel.
Pejuang yang sedikit ini, dengan keberanian dan kegagahannya, membela dan melindungi semua martabat dan eksistensinya, keyakinan dan prinsip-prinsip agama dan politiknya, dan tidak tunduk pada musuh. Para sahabat setia Imam Husein as adalah contoh nyata dari firman Allah ini, "Dan orang-orang yang bersama dengan dia (Muhammad) adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang dengan sesama."
Di Karbala, hati para sahabat Imam Husein as dipenuhi dengan rasa cinta kepada Tuhan. Dalam kondisi sulit itu, keikhlasan dan ketabahan mereka belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah dunia. Seorang Orientalis Jerman, Marbien mengatakan, "Al-Husein telah memberi dunia pelajaran pengorbanan dengan mengorbankan orang-orang yang paling ia cintai dan dengan membuktikan kebenaran alasannya, juga penindasan dan ketidakadilan yang harus ia hadapi. Dia membuat Islam dan kaum Muslim masuk ke dalam buku-buku sejarah."
Para sahabat Imam Husein dengan mulia menjemput syahadah atau dengan melanjutkan perlawanan, membuat musuh berjatuhan dan mati konyol. Anggapan musuh pada awalnya adalah bahwa pasukan kecil Imam Husein pada detik-detik pertama serangan besar-besaran, akan hancur total dan perang Karbala akan mudah berakhir, tapi setelah terlibat perang dengan mereka, musuh baru menyadari bahwa mereka menghadapi gunung yang kokoh dari iman dan keyakinan, dan tidak mudah mengalahkannya.
Para sahabat Imam Husein melanjutkan pertempuran dari pagi sampai petang Asyura, dan membela Husein as sampai tetesan darah penghabisan. Musuh yang tidak memperoleh hasil apapun dalam serangan habis-habisan, secara bertahap mulai beralih ke perang satu lawan satu. Karena, meskipun semua pasukan Umar bin Sa'ad datang untuk berperang dengan Imam Husein, namun di antara mereka ada banyak pria yang tidak suka menghunus pedang atas putra Rasulullah Saw, dan mereka dengan terpaksa bergabung dalam barisan pasukan Umar bin Sa'ad.
Untuk alasan ini, mereka ragu-ragu ketika melakukan serangan habis-habisan dan perang terbuka, dan mereka membuat Umar bin Sa'ad gagal untuk mencapai tujuan jahatnya. Disebutkan bahwa perang perorangan lebih menguntungkan pasukan Imam Husein as yang berjumlah kecil. Dalam kondisi ini, masing-masing sahabat Imam pasti bisa melawan beberapa tentara musuh dan menempatkan mereka pada posisi pasif.
Para sahabat Imam Husein, satu per satu –dengan motif membela sosok yang disebut oleh Nabi Saw sebagai pemuda penghulu surga, dan dengan keimanan dan keyakinan yang kuat– meminta izin untuk bertempur kepada Imam dan setelah terlibat perang sengit, mereka menyambut syahadah dengan mulia.
Pada Hari Asyura, para pembela Husein as menciptakan pemandangan yang indah dari cinta dan pengorbanan. Masing-masing berlomba untuk menjemput mati syahid dan mereka menegaskan kesetiaannya kepada putra Fatimah as bahwa jika mereka memiliki beberapa nyawa, mereka akan mengorbankannya untuk Husein dan untuk tujuan sucinya.
Ketika salah satu dari mereka terjun ke medan perang, ia pertama-tama membabat pasukan musuh dengan kekuatan iman dan perlawanannya, dan membela Husein as dengan gagah berani. Saat Imam Husein as menghampiri tubuh sahabatnya yang terluka, sang sahabat bertanya untuk terakhir kalinya, "Wahai Husein, apakah engkau rela atasku?" Dan Husein pun meyakinkannya bahwa mereka semua tidak ada bandingan dalam kesetiaan dan pengorbanan.
Imam Husein akhirnya terjun ke medan perang dengan gagah berani dan jiwa ksatria. Darah Muhammad Saw, Ali dan Fatimah mengalir dalam pembuluh darahnya. Husein kembali membuktikan bahwa ia telah melakukan apapun demi menyelamatkan umat dari kebodohan dan tipu daya. Ia bertempur dengan gagah dan mengingatkan bahwa kebangkitannya semata-mata untuk meluruskan agama kakeknya.
Kehebatannya mengingatkan pasukan musuh pada keberanian Ali as. Tapi, kerakusan akan kedudukan dan harta, membuat mata musuh tidak mampu melihat kebenaran. Sinar matahari perlahan mulai menyingsing dan sebuah peristiwa besar terjadi di Padang Karbala. Darah suci Husein, putra Nabi Muhammad Saw, telah memerahkan tanah Karbala dan kepala Husein berada di ujung tombak musuh.
Kebangkitan Husein as, yang dibarengi dengan rasionalitas dan kearifan, dilakukan untuk melindungi martabat manusia dan agama Islam. Kebangkitan ini penuh dengan nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Oleh karena itu, berabad-abad telah berlalu dari kebangkitan Huseini dan revolusi Karbala, tapi nama dan kenangan akan pengorbanan dan epik ini tetap abadi dalam kalbu dan lembaran sejarah.
Husein as akan dikenang selamanya dan kebangkitannya akan tetap membara. Kesyahidan Imam Husein pada Hari Asyura –demi membela kebenaran dan keadilan– telah menciptakan sebuah kisah cinta yang indah dan abadi dalam sejarah dan mengilhami orang-orang Muslim dan semua manusia merdeka untuk memperingati epik besar ini.
Dapat dikatakan bahwa hari ini Asyura adalah modal untuk persatuan dan kesolidan bangsa-bansga Muslim. Pada hari-hari ini, masyarakat Muslim seolah-olah menemukan kembali kekompakan mereka dalam sebuah simfoni yang besar dan harmonis, mereka semua meneriakkan slogan-slogan untuk menuntut kebenaran dan melawan penindasan.
Turut berduka cita atas gugur syahidnya pemimpin manusia merdeka di dunia dan para sahabat setianya.