Menelisik Berbagai Aspek Bentrokan Pasukan Proksi di Aden
(last modified Sun, 25 Aug 2019 12:14:36 GMT )
Aug 25, 2019 19:14 Asia/Jakarta
  • Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di selatan Yaman
    Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di selatan Yaman

Bentrokan bersenjata yang terjadi di Aden pada 10 Agustus mengakibatkan jatuhnya kota dan kendali kota berada di tangan pasukan Dewan Transisi Selatan. Ada beberapa pertanyaan dalam hal ini. Apakah perkembangan Aden merupakan sebuah kudeta? Apakah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab bersama-sama mendorong perkembangan di Aden? Dan apa yang akan menjadi konsekuensi dari perkembangan Aden untuk Yaman?

Kudeta, Langkah Bersama atau Bentrokan?

Sekaitan dengan transformasi terbaru Aden ada tiga pandangan:

Satu pandangan yang dimiliki oleh beberapa anggota pemerintahan mantan Presiden Mansour Hadi. Pandangan ini percaya bahwa perkembangan di Aden adalah kudeta pasukan proksi untuk menggulingkan Mansour Hadi. Kementerian Luar Negeri pemerintah yang telah mengundurkan diri Mansour Hadi setelah jatuhnya kota Aden mengeluarkan pernyataan yang menyebut Dewan Peralihan Selatan sebagai kelompok separatis dan pelaku kudeta yang berusaha untuk menggulingkan pemerintah yang berbasis di Aden.

Kudeta memiliki definisi dan indikator yang tidak berlaku untuk perkembangan Aden. Kudeta adalah tindakan tiba-tiba yang dilakukan oleh militer terhadap pemerintah dan tidak memiliki substansi gerakan rakyat.

Pasukan yang berafiliasi dengan UEA

Apa yang terjadi di Yaman; pertama, itu bukan sesuatu yang terjadi tiba-tiba, tetapi dengan pengumuman akan penarikan Uni Emirat Arab dari Yaman, apa yang terjadi sudah dapat diprediksi sebelumnya. Kedua, pemain utama peristsiwa ini bukan pasukan militer, tapi  Dewan Transisi Selatan, yang memgang kendali istana Maashiq, gedung kepresidenan dan sejumlah pusat militer dan pemerintah Aden dengan bantuan pasukan Hizam al-Amni. Ketiga, para pemain yang memegang kontrol Aden sebagian bukan dari badan pemerintah Mansour Hadi, tetapi dari kekuatan saingan dari pemerintah yang telah mengundurkan diri yang terus melakukan bentrokan dengan pemerintah ini sejak tahun 2016 hingga kini. Dengan demikian, kejatuhan Aden tidak dapat didefinisikan dalam kerangka kudeta.

Pandangan lainnya berpendapat bahwa perkembangan Aden adalah aksi bersama oleh Riyadh dan Abu Dhabi. Bahkan, pandangan ini berusaha untuk menyangkal intensifikasi persellisihan antara Arab Saudi dan UEA.

Khalid al-Faisal, Gubernur Mekah mengenai peristiwa yang terjadi di kota Aden dan perselisihan antara Uni Emirat Arab dan Arab Saudi akibat apa yang terjadi di kawasan ini mengatakan, "Pasukan UEA, Arab Saudi dan pasukan Saudi semuanya adalah UEA." Pandangan ini disampaikan dikarenakan Arab Saudi tidak mengambil langkah khusus untuk mendukung pemerintah yang telah mengundurkan diri Mansour Hadi terhadap aksi-aksi yang dilakukan pasukan proksi UEA.

Sekalipun demikian, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tampaknya tidak bersama-sama memandu perkembangan di Aden. Pertama, perselisihan antara Uni Emirat Arab dan Arab Saudi telah terbuka sejak tahun kedua perang melawan Yaman dan telah meningkat sejak UEA mengumumkan penarikannya bulan lalu, dan sikapnya tidak dapat ditolak. Kedua, rendahnya tingkat penerimaan Arab Saudi terhadap Mohammed bin Zayed, Putra Mahkota Abu Dhabi hanya dua hari setelah jatuhnya Aden, menunjukkan bahwa Abu Dhabi dan Riyadh memiliki perbedaan serius di Yaman. Ketiga, menurut beberapa laporan banyak perusahaan telah meninggalkan UEA setelah serangan terhadap al-Fujaira.

Pakar Asia Barat Hossein Akbari mengatakan sekitar 1.000 perusahaan telah meninggalkan UEA setelah serangan terhadap al-Fujairah.

Situasi ini memberikan kepercayaan UEA pada kekalahan koalisi Saudi dalam perang melawan Yaman dan juga dalam kerusakan lebih lanjut dari perang berkelanjutan. Faktanya, Abu Dhabi secara implisit telah menyampaikan pesan kepada Riyadh bahwa koalisi Saudi telah gagal dan bahwa UEA tidak mau melanjutkan perjuangannya melawan Yaman. Oleh karena itu, kesenjangan antara UEA dan Arab Saudi di Yaman telah mengalami peningkatan dan pandangan bahwa Abu Dhabi dan Riyadh telah bersama-sama mengelola perkembangan di Aden juga salah.

Pandangan ketiga meyakini bahwa perkembangan Aden adalah bentrokan proksi antara Arab Saudi dan UEA, yang disertai dengan kemenangan pasukan proksi UEA. Perkembangan saat ini di Aden tampaknya merupakan refleksi dari bentrokan antara Arab Saudi dan UEA.

Pasukan Arab Saudi di Yaman

Pertama, Dewan Transisi Selatan pada dasarnya diciptakan oleh perselisihan dengan pemerintah Yaman yang mengundurkan diri dan tidak memiliki peran dalam pemerintahan Mansour Hadi.

Kedua, Aidarus al-Zoubaidi, Ketua Dewan Transisi Selatan, sebelumnya adalah gubernur Aden yang diberhentikan oleh mantan Presiden Mansour Hadi yang mengundurkan diri. Jadi al-Zoubaidi memiliki insentif besar untuk mengalahkan pemerintah yang mengundurkan diri dan mengambil alih istana.

Ketiga, konflik-konflik yang terjadi ini belum akan berakhir dan terus berlanjut, bahkan negosiasi telah diadakan antara Dewan Transisi dan Arab Saudi.

Bentrokan yang dapat diprediksi antara pasukan proksi UEA dan Saudi di Aden dapat memiliki implikasi besar bagi Yaman.

Konsekuensi pertama adalah disintegrasi Yaman. Meskipun Arab Saudi dan UEA tidak bersama-sama mengontrol perkembangan di Aden, tapi Abu Dhabi dan Riyadh tampaknya memiliki kesamaan pandangan terkait berlanjutnya perkembangan Aden. Faktanya adalah bahwa Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah menerima bahwa Ansarullah dan sekutu-sekutunya adalah kekuatan yang tidak perlu dipersoalkan di Yaman utara, termasuk Sanaa, ibu kota Yaman dan hampir mustahil untuk menumbangkan mereka dari kekuasaan.

Oleh karena itu, Riyadh dan Abu Dhabi berupaya mendukung pemisalah Yaman selatan dengan sentralisasi Aden dan kembali ke situasi sebelum 1990 untuk mencegah Ansarullah dan sekutunya menjadi kuat di seluruh Yaman. Di sisi lain, kekuatan Dewan Transisi Selatan juga kelompok yang ingin memisahkan diri dan mengejar kemerdekaan Yaman selatan.

Mantan Kepala Kepolisian Dubai Dhahi Khalfan Tamim sekaitan dengan hal ini menjelaskan bahwa menghilangkan hak kemerdekaan selatan Yaman adalah menghapus keamanan nasional Arab dan Teluk Persia dan menuntut delegitimasi Mansour Hadi, mantan presiden Yaman yang melarikan diri dan mengundurkan diri, kemudian menyebut langkah tersebut sebagai solusi hakiki bagi kemerdekaan selatan Yaman. Karenanya, dalam situasi saat ini, kemungkinan disintegrasi Yaman semakin menguat.

Konsekuensi kedua adalah melewati Mansour Hadir, mantan Presiden Yaman yang telah mengundurkan diri dan melarikan diri dari Yaman. Pasca kekalahan pasukan Mansour Hadi menghadapi pasukan proksi Uni Emirat Arab dan protes keras sejumlah pejabat pemerintah Mansour Hadi termasuk menteri dalam negeri terhadap Arab Saudi, tampaknya Abu Dhabi dan Riyadh tampaknya telah menegosiasikan untuk melewati Mansour Hadi. Untuk itu, pembicaraan telah diadakan antara Riyadh dan Dewan Transisi Selatan yang didukung UEA.

Sejatinya, UEA telah berselisih dengan Mansour Hadi sejak tahun pertama perang melawan Yaman, bahkan telah mengejar untuk melengserkannya dari kekuasaannya secara tidak langsung dan Arab Saudi lebih suka berpura-pura bahwa jatuhnya Aden terjadi akibat kesepakatan dengan Uni Emirat Arab soal Mansour Hadi dan telah direncanakan untuk dilakukan bersama dengan UEA dan tidak menderita kekalahan dari UEA di Yaman selatan. Namun, kemungkinan kesepakatan untuk melewati Mansour Hadi mewakili kekalahan koalisi Saudi dalam perang melawan Yaman karena tujuan utama perang adalah untuk membawa Mansour Hadi kembali berkuasa di Sanaa, ibukota Yaman.

Konsekuensi ketiga adalah berlanjutnya bentrokan proksi di Yaman. Bukti di selatan Yaman menunjukkan bahwa orang dapat mengharapkan untuk melihat model Libya di negara itu. Mengingat kontradiksi antara Dewan Transisi Selatan, Hizb al-Islah dan pemerintah Mansour Hadi yang mengundurkandiri sebagai tiga pemain utama yang hadir di Aden, kemungkinan akan dibentuk dua negara terpisah di Aden. Situasi ini dapat terus memperparah konflik di Aden dan memiliki banyak konsekuensi kemanusiaan. Faktanya, kemungkinan pembentukan situasi seperti itu akan mengakibatkan memburuknya situasi kemanusiaan di Yaman.

Kondisi mengenaskan anak-anak Yaman

Konsekuensi keempat adalah gangguan keseimbangan kekuasaan di Yaman untuk kepentingan Ansarullah dan sekutunya. Runtuhnya Aden dan keberadaan aktor yang tidak kompatibel di selatan Yaman menunjukkan bahwa praktis bukan hanya tidak akan ada negara bersatu yang terbentuk di selatan, tetapi justru konfrontasi dan konflik yang akan meningkat. Sementara di utara Yaman pemerintah yang nyaris bersatu telah dibentuk oleh Ansarullah dan sekutunya. Dalam ruang ini, bagian dari fokus Arab Saudi dan UEA adalah pada konflik internal di selatan dan Ansarullah serta sekutu-sekutunya, yang telah meningkatkan kemampuan rudal dan dronenya  dalam beberapa bulan terakhir, dapat memberikan pukulan dan serangan yang lebih keras dari serangan tanggal 17 Agustus yang dilakukan dengan mengerahkan 10 drone menyerang instalasi sumur minyak Sheiba di tenggara Arab Saudi dan begitu juga terhadap UEA, bila masih tetap melaku langkah-langkah destruktif di Yaman.