Kilas Balik Asia Tenggara
(last modified Mon, 26 Mar 2018 09:07:48 GMT )
Mar 26, 2018 16:07 Asia/Jakarta

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyatakan bahwa dukungan pemerintah dan rakyat Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina tidak akan berubah. Selain itu, Jokowi juga menegaskan penolakan terhadap keputusan terbaru Presiden AS, Donald Trump yang mengakui Baitul Maqdis sebagai ibu kota rezim Zionis Israel.

Jokowi mengatakan bahwa pemerintah dan rakyat Indonesia tetap konsisten untuk terus bersama dengan rakyat Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaan dan hak-haknya sesuai dengan amanah pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo

Kepala Negara Indonesia juga menyampaikan kekecewaannya atas sikap Presiden AS Donald Trump yang mengakui Baitul Maqdis sebagai ibu kota Israel dan hendak memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke kota itu. Jokowi mengungkapkan kekesalannya atas sikap politik luar negeri AS yang diambil Trump.

Dalam Sidang Khusus Majelis Umum PBB, pemerintah Republik Indonesia menyampaikan bahwa pengakuan sepihak Amerika Serikat bahwa Al-Quds adalah ibu kota Israel ilegal dan harus ditolak.  Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Duta Besar Dian Triansyah Djani mengatakan, Pengakuan sepihak Amerika Serikat tersebut bertentangan dengan resolusi PBB dan hukum internasional yang harus segera ditolak seluruh negara di dunia yang cinta damai.

Dubes Dian Triansyah Djani menyampaikan pernyataan itu di depan 192 negara anggota PBB lain dalam Sidang Khusus Majelis Umum PBB pada 21 Desember 2017. Sidang Khusus PBB ini mengesahkan Resolusi Majelis Umum PBB No. A/ES-10/L.22 tentang Status Baitul Maqdis yang didukung 128 negara. Indonesia menjadi salah satu negara yang pertama menjadi co-sponsor resolusi tersebut. Mengenai masalah ini simak tanggapan pengamat internasional Salman Nasional:

Menteri pertahanan negara-negara anggota ASEAN dalam pernyataan bersamanya menegaskan perang melawan kelompok-kelompok teroris. Menhan Filipina, Delfin Lorenzana mengatakan bahwa menteri pertahanan negara-negara anggota ASEAN dan delapan negara lain yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Rusia, India, Australia dan Selandia Baru, Rabu (25/10/2017) menekankan komitmen bersama untuk menumpas kelompok-kelompok teroris di kawasan.

Delfin Lorenzana menambahkan, menteri pertahanan dari 13 negara peserta pertemuan Manila sepakat bahwa kelompok-kelompok teroris bukan saja faktor instabilitas bagi sebagian negara, bahkan bagi seluruh kawasan. Lorenzana yang memimpin pertemuan negara-negara ASEAN ditambah delapan negara lain yang keempat di Manila itu menuturkan, menteri negara-negara peserta pertemuan Manila mengaku cemas dengan meningkatnya ketegangan di kawasan dan menuntut diselesaikannya konflik lewat cara-cara damai dalam koridor diplomasi.

Malaysia, Indonesia dan Filipina mencapai kesepakatan kerja sama segitiga memerangi aktivitas kelompok teroris Daesh dan penyebaran ideologi radikal kelompok Takfiri ini di kawasan. Kesepakatan kerja sama ini disepakati pemimpin tiga negara, Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak, Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Daesh

Kesepakatan petinggi Malaysia, Indonesia dan Filipina bekerja sama melawan kelompok teroris Daesh mengindikasikan kekhawatiran mereka atas perubahan geografi aktivitas Daesh setelah fenomena buruk ini semakin terjepit di Irak dan Suriah. Sejumlah sumber mengatakan sekitar 1000 teroris dari Malaysia, Indonesia dan Filipina bergabung dengan Daesh di kawasan Asia Barat dan membentuk unit Melayu Daesh.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mendeklarasikan bahwa kota Marawi sudah bebas dari cengkeraman Daesh, meski juru bicara militer mengatakan ada 20-30 militan yang masih melakukan perlawanan dan menyandera 20 warga. Pernyataan ini dilontarkan Duterte sehari setelah militer menewaskan tokoh yang disebut-sebut sebagai "emir" Daesh di Asia Tenggara, Isnilon Hapilon.

Dalam operasi tersebut, militer juga berhasil menewaskan Omarkhayam Maute, pemimpin kelompok militan Maute yang berafiliasi dengan Daesh. Kematian kedua petinggi teroris itu menjadi tonggak berakhirnya perjuangan militer yang selama 148 hari menggempur Daesh di Marawi, memicu krisis dalam negeri terlama di Filipina selama beberapa tahun belakangan.

Sebelumnya, Presiden Rodrigo Duterte pun menyatakan darurat militer di seluruh Mindanao, termasuk Marawi. Konflik Marawi telah memakan korban jiwa sedikitnya 147 tentara dan 45 warga sipil. Selama bentrokan berlangsung pun militer disebut membunuh sekitar 600 militan Daesh. Sementara itu, sekitar 400 ribu warga sipil lainnya mengungsi keluar dari kota tersebut.

Pihak kepolisian Malaysia menyatakan, sejak 24 Januari hingga 6 Februari 2018, sebanyak tujuh orang warga negara Filipina dan tiga warga Malaysia ditangkap dengan tuduhan membantu para teroris. IRNA melaporkan, dalam pernyataan satuan polisi anti-terorisme Malaysia disebutkan, para tersangka yang tertangkap terdiri dari sembilan laki-laki dan seorang perempuan, membantu kelompok teroris Abu Sayyaf, di Filipina Selatan, melalui sebuah jaringan teroris yang berbasis di negara bagian Sabah, Malaysia.

Inspektur Jenderal Polisi Malaysia, Muhammad Fauzi Harun mengatakan, setelah proses interogasi terhadap para tersangka, terbukti bahwa kelompok Abu Sayyaf sedang mengupayakan pembentukan pangkalan di negara bagian Sabah, untuk mempersiapkan para teroris di kawasan Asia Tenggara bergabung dengan kelompok teroris Daesh di Filipina Selatan.

Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Nur Jazlan Muhammad menyatakan, selama empat tahun terakhir sebanyak 19 rencana aksi teror di negara ini berhasil digagalkan, dan 369 teroris afiliasi Daesh dibekuk. Dari jumlah tersebut, 87 orang adalah warga asing.

Di bulan September 2017, kepolisian Malaysia menahan tujuh warga berkebangsaan Filipina yang dicurigasi terlibat dengan kelompok militan Abu Sayyaf. Menurut Inspektur Jendral Kepolisian Fuzi Harun, mereka yang ditangkap bekerja sebagai petugas keamanan swasta di perusahaan swasta di Kuala Lumpur dan sekitar Selangor.

Kelompok teroris Abu Sayyaf

Abu Sayyaf, yang para anggotanya sudah menyatakan berbaiat kepada Daesh, terkenal atas aktivitas teros mereka, termasuk melakukan pengeboman, pemenggalan, serta penculikan demi uang tebusan di kawasan Filipina Selatan. Faksi eskrem dari Abu Sayyaf juga terlibat dalam bentrok besar di Marawi pada Mei lalu, yang berujung pada tewasnya 670 milisi dan 149 tentara Filipina.

Sejak 2013, pemerintah Malaysia telah menahan lebih dari 300 orang terkait Daesh. Tahun 2017, Malaysia menahan 41 warga asing yang dikategorikan sebagai teroris asing. Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dihantui oleh kemungkinan aktivitas Daesh setelah peristiwa Marawi, yang terjadi menyusul kekalahan besar kelompok militan itu di Irak dan Suriah.

Pemerintah Malaysia mendesak negara-negara anggota ASEAN untuk menyelesaikan masalah Muslim Rohingya di Myanmar. Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Amman dalam pertemuan tingkat menteri negara-negara anggota ASEAN di Yangon, Myanmar mengumumkan bahwa masalah Muslimin Rohingya di Myanmar adalah sebuah masalah regional. Ia mendesak ASEAN melakukan koordinasi untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi Muslimin Rohingya, sekaligus menyelidiki kekerasan yang menimpa mereka.

Sebelumnya, Perdana Menteri Malaysia, Najib Tun Razak dalam sebuah aksi unjuk rasa, memprotes Aung San Suu Kyi, Menlu Myanmar dan menuduhnya telah mengeluarkan ijin "pembunuhan massal" di negara itu.

Komisaris tinggi HAM PBB menyatakan bahwa Majelis Umum PBB harus melimpahkan kasus kejahatan yang dilakukan pemerintahan Myanmar terhadap Muslim Rohingya ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC). Zeid Ra'ad Al Hussein

menyerukan supaya otoritas Myanmar mengizinkan utusan khusus PBB memasuki Rakhine supaya mereka bisa meninjau dari dekat krisis yang menimpa Muslim Rohingya dan mempelajari kemungkinan ada atau tidaknya genosida di wilayah itu.