Kasus Khashoggi, Batu Ujian Keseriusan HAM Barat
-
Putera Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman dan Jamal Khashoggi
Negara-negara Barat, terutama AS yang mengklaim sebagai pengibar bendera hak asasi manusia selama ini menuding negara lain, yang dipandang tidak sejalan dengan kepentingannya, melanggar HAM. Tapi pada saat yang sama membiarkan negara yang dianggap sebagai mitranya melakukan pelanggaran HAM. Masalah ini menjadi batu ujian bagi keseriusan Barat dalam penegakkan hak asasi manusia.
Arab Saudi sebagai mitra penting AS di Timur Tengah merupakan konsumen senjata dan alutsista terbesar AS dan negara barat lainnya. Rezim Al Saud juga memainkan peran penting dalam ekspor minyak mentah dan investasi di blok Barat.
Tampaknya, masalah tersebut menjadi salah satu faktor utama AS dan negara-negara Barat tidak pernah serius mempersoalkan masalah penegakkan hak asasi manusia di Arab Saudi. Padahal selama ini begitu banyak pelanggaran HAM yang dilakukan rezim Al Saud terhadap rakyatnya sendiri dan negara lain.
Kementerian luar negeri AS setiap tahun mengeluarkan laporan mengenai penegakkan hak asasi manusia di berbagai negara dunia, terutama di negara-negara yang selama ini dipandang sebagai rival AS. Tapi ironisnya, laporan tersebut mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia di negara-negara mitra Gedung Putih seperti Arab Saudi.
Salah satu masalah terpenting yang menjadi perhatian publik dunia saat ini adalah hilangnya jurnalis oposan rezim Al Saud, Jamal Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul.
Pada 2 Oktober lalu, Jamal Khashoggi mengunjungi Konsulat Arab Saudi di Istanbul untuk mendaftarkan pernikahan dengan Khadija Genghis di catatan sipil negaranya, tapi ia tidak pernah keluar dari gedung diplomatik itu. Sontak masalah ini memicu rumor mengenai tewasnya jurnalis oposan rezim Al Saud tersebut di konsulat Arab Saudi di Istanbul. Para pemimpin negara-negara dunia menyerukan investigasi terhadap masalah ini dan transparansi dari pihak Arab Saudi.

Para pejabat tinggi negara-negara Eropa, dan Uni Eropa, serta Kanada, dan AS mengecam aksi pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa Jamal Khashoggi dan menyerukan transparansi masalah tersebut.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini menyerukan supaya pemerintah Arab Saudi melakukan investigasi terhadap kasus hilangnya Khashoggi. Mogherini menegaskan dukungan penuh Uni Eropa terhadap pernyataan Menlu AS, Mike Pompeo yang meminta Riyadh melakukan penyelidikan terhadap kasus Khashoggi.
"Kami sepenuhnya mendukung sikap AS dan kini menanti investigasi yang transparan dilakukan oleh pejabat Arab Saudi," ujar Mogherini baru-baru ini.
Statemen pejabat tinggi kebijakan luar negeri Uni Eropa yang mendukung sikap AS dalam masalah hilangnya Khashoggi kembali menunjukkan pandangan yang sama antara dua sekutu pendukung rezim Al Saud ini.
Para pejabat tinggi AS selama beberapa hari belakangan ini menyampaikan kekhawatirannya dan menyerukan investigasi terhadap kasus Khashoggi, yang juga memiliki green card AS dan tinggal di Virginia AS. Presiden AS, Donald Trump dalam reaksi pertamanya menyampaikan kekhawatiran atas hilangnya Khashoggi. Wakil Presiden AS, Mike Pence mengungkapkan, dunia yang bebas memiliki hak untuk mendengar jawaban dari masalah ini.
Berbagai reaksi mengenai hilangnya Khashoggi juga datang dari para politisi partai Republik dan Demokrat. Kubu oposisi pemerintahan Donald Trump menuntut sikap tegas Washington terhadap Arab Saudi dalam kasus hilangnya Khashoggi.
Ketua Komisi Hubungan Luar negeri Senat AS, Bob Corker mengatakan bahwa data di lapangan menunjukkan bahwa Jamal Khashoggi tewas di dalam konsulat negaranya di Istanbul, Turki. Corker menegaskan, reaksi Kongres terhadap tewasnya Khashoggi sangat jelas, dan dalam pandangan Senat AS hubungan dengan Arab Saudi harus berada di level terendah. Hingga kini, pemerintahan Trump juga tidak mengambil langkah serius terhadap Riyadh, dan hanya sebatas menyampaikan kekhawatiran serta seruan investigasi kepada Arab Saudi.
Statemen permukaan yang tidak ditindaklanjuti dengan aksi nyata ini di saat AS tahu benar mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Arab Saudi di dalam dan luar negeri. Padahal selama ini rezim Al Saud merupakan salah satu negara paling represif di dunia terhadap oposisi pemerintah Riyadh. Masalah ini menunjukkan ketidakseriusan Barat, terutama AS dalam masalah penegakkan hak asasi manusia.
Sejak Salman bin Abdul Aziz menjadi raja Arab Saudi, puteranya yang masih muda, Mohammad bin Salman yang memainkan peran sentral mengendalikan kemudi negara kaya minyak itu. Di tangan Mohammad bin Salman yang kini menjadi putera mahkota Arab Saudi, rezim Al Saud menjadi kekuatan Timur Tengah yang sepenuhnya tunduk kepada Washington, terutama setelah penandatangan kontrak senilai ratusan miliar dolar di bidang militer, ekonomi dan perdagangan, yang dilakukan bersamaan dengan kunjungan Trump ke Riyadh.
Kini, reaksi para pejabat tinggi AS mengenai kasus hilangnya Khashoggi lebih bersifat permukaan dan tidak pernah menyentuh akar masalah sebenarnya yang terjadi di Arab Saudi dalam masalah penegakkan hak asasi manusia, terutama aksi represif rezim Al Saud terhadap pihak oposisi.
Meskipun demikian sebagian kecil politisi oposan pemerintahan Trump mengajukan masalah sanksi atau pelarangan penjualan senjata kepada rezim Al Saud, dan isu ini sudah diajukan ke Kongres AS untuk dibahas.
Sejumlah senator AS seperti marco Rubio, Bob Menendez dan Rand Paul menyerukan sanksi penjualan senjata kepada Arab Saudi, jika Jamal Khashoggi terbukti tewas di tangan petugas keamanan Arab Saudi.
Senator senior partai Republik, Bob Corker mengatakan, informasi yang didapat menunjukkan bahwa rezim Al Saud secara langsung berperan dalam kasus hilangnya jurnalis oposan rezim Al Saud, terutama Putera Mahkota Mohammad bin Salman.
Tapi seruan ini ditentang oleh Presiden AS, Donald Trump yang menuntut dilanjutkannya penjualan senjata negaranya kepada Arab Saudi. Trump membela kebijakannya dengan mengatakan, tidak logis membatalkan kontrak senilai 110 miliar dolar dengan Arab Saudi.
"Jika kita tidak menjual senjata senilai 110 miliar dolar kepada mereka (Arab Saudi), pasti mereka akan membeli dari Rusia dan Cina. Ini tentu tidak menguntungkan kita…. Hal lain bisa kita lakukan," ujar Presiden AS.
Trump juga menilai sikap para senator AS yang menyerukan sanksi penjualan senjata kepada Arab Saudi sebagai langkah tergesa-gesa, dan kemungkinan akan merugikan AS.
Gelombang tekanan terhadap Gedung Putih menyebabkan Trump mengubah sikapnya dalam kasus hilangnya Khashoggi. Pada 13 Oktober lalu, Presiden AS mengatakan akan menjatuhkan hukuman sulit bagi Arab Saudi, jika Khashoggi terbukti tewas di dalam konsulat Arab Saudi di Istanbul. Meski demikian, Trump menentang pembatalan penjualan senjata dari negaranya ke Arab Saudi. Trump mengklaim, "Saya tidak ingin lapangan kerja di AS dikorbankan sebagai hukuman,".
Pernyataan Trump ini menunjukkan dengan jelas mengenai aspek ekonomi dan perdagangan sebagai pertimbangan yang diambil presiden AS tersebut. Hal ini mengindikasikan isu HAM bukan masalah penting bagi Washington, tapi alat untuk mewujudkan kepentingannya. Sekecil apapun masalah hak asasi manusia yang terjadi di negara lain yang dianggap rival oleh Gedung Putih, maka akan ditabuh sebesar-besarnya. Tapi pada saat yang sama, pelanggaran besar di negara mitra seperti Arab Saudi akan diabaikan begitu saja. Paling besar hanya berupa seruan yang tidak memiliki dukungan politik yang kuat.
Tidak hanya AS, negara-negara barat lainnya juga tidak serius menangani masalah pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Arab Saudi. Sebab mereka tidak mau mengorbankan keuntungan ekonomi dari penjualan alutsista dan senjata kepada Arab Saudi. Misalnya, Kanada hingga kini masih melanjutkan kontrak penjualan senjatanya dengan Arab Saudi yang ditandatangani tahun 2014.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau mengatakan pihaknya akan menghormati kontrak yang telah ditandatangani oleh kabinet sebelumnya dan kabinetnya kini mengusulkan transparansi mengenai proses penjualan senjata. Pernyataan pejabat tinggi Kanada ini disampaikan di tengah gencarnya tuntutan sikap tegas pemerintah Kanada terhadap Riyadh, tapi tidak mengubah kebijakan luar negeri Ottawa dalam masalah Arab Saudi.
Kini, publik dunia menanti negara-negara Barat yang mengklaim sebagai pengibar bendera hak asasi manusia untuk bersikap lebih tegas terhadap Riyadh dengan menghentikan penjualan senjata mereka kepada Arab Saudi.(PH)