Friksi Rusia dan AS di Era Trump (2)
https://parstoday.ir/id/radio/world-i88086-friksi_rusia_dan_as_di_era_trump_(2)
Friksi antara Amerika Serikat dan Rusia kembali ke era pasca perang dunia kedua dan mulainya perang dingin, namun era AS di kepemimpinan Presiden Donald Trump menjadi faktor yang mempercepat friksi dan tensi di hubungan Moskow dan Washington serta meningkatkan kontradiksi kedua negara.
(last modified 2025-11-30T14:38:07+00:00 )
Des 09, 2020 19:10 Asia/Jakarta
  • Putin dan Trump
    Putin dan Trump

Friksi antara Amerika Serikat dan Rusia kembali ke era pasca perang dunia kedua dan mulainya perang dingin, namun era AS di kepemimpinan Presiden Donald Trump menjadi faktor yang mempercepat friksi dan tensi di hubungan Moskow dan Washington serta meningkatkan kontradiksi kedua negara.

Menurut klaim m.r. Jinsky, pakar isu internasional di Amerika, friksi dan kontradiksi Moskow dan Washington dipicu oleh pengaruh Rusia terhadap kepentingan Amerika di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, di doktrin strategi keamanan nasional Amerika, Rusia disebut sebagai kekuatan yang patut diperhatikan dan ditinjau ulang di mana menempatkan kedua negara di persaingan strategis.

Sensitifitas terkait pengaruh Rusia di transformasi dalam negeri Amerika kembali pada pemilu presiden Amerika di tahun 2016. Setelah pemilu ini, untuk pertama kalinya Koran Washington Post mengkonfirmasi pertemuan Jared Kushner, menantu Trump pada Desember 2016 dengan Sergey Kislyak, dubes Rusia di Washington yang dijuga ditemani oleh Michael T. Flynn, mantan penasihat keamanan nasional Trump.

Sensitifitas pertemuan ini karena lobi tersebut digelar sebelum Trump secara resmi menjabat presiden Amerika pada 20 Januari 2017. Berdasarkan sebuah undang-undang Amerika yang jarang digunakan (Logan Act), warga Amerika tanpa ijin resmi pemerintah tidak berhak melakukan perundingan dengan pemerintah asing. Undang-undang ini juga mencakup Trump, Flynn dan Kushner, meski kabinet presiden baru terbentuk dan mulai bekerja.

Putin-Trump

Poin yang paling menyilaukan di sisi adalah hubungan Michael T.Flynn dan Sergey Kislyak di mana seluruh dialog kedua pihak yang berujung pencopotan Flynn adalah mengenai sanksi yang yang dijatuhkan pemerintah Barack Obama pada Desember 2016 terhadap Moskow.

Kasus paling kontroversial terkait hubungan orang dekat Trump dengan orang dekat Kremlin selama masa kampanye pemilu presiden tahun 2016 adalah pertemuan Donald Trump Jr, anak Trump dengan seorang pengacara perempuan Rusia, Natalia Veselnitskaya. Trump Jr dan Jerad Kushner dipanggil di sidang komite DPR dan Senat untuk menjawab dakwaan kolusi tim sukses Trump dengan orang Rusia. Sementara presiden AS pada Agustus 2018 seraya mengakui pertemuan anaknya dengan pengacara Rusia, menyatakan pertemuan tersebut untuk mendapat informasi mengenai langkah Hillary Clinton di tahun 2016.

Ivan Korilla, dosen Universitas Saint Petersburg meyakini di pemilu tahun 2016 Amerika, isu Rusia menjadi isu penting di kampanye pemilu presiden dan pandangan Donald Trump terkait Rusia berbeda dengan rivalnya Hillary Clinton. Dengan berakhirnya pemilu presiden 2016 dan kemenangan Donald Trump, laporan akhir pejabat Kantor Tanggapan Siber Dewan Keamanan Nasional AS menunjukkan bahwa tidak ada serangan siber yang menghancurkan yang dilakukan oleh Rusia.

Namun, masalah keamanan dunia maya dalam pemilihan presiden AS adalah salah satu tantangan terpenting dalam hubungan AS-Rusia. Masalah yang belum terselesaikan mendorong Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menawarkan untuk membentuk kelompok keamanan siber bersama selama pertemuan dengan Donald Trump di Helsinki pada tahun 2018.

Namun, pada 2 Agustus 2017, Trump menandatangani Undang-Undang Kontra-Terorisme yang dikenal sebagai CAATSA, yang sebelumnya telah disahkan di Senat. Partai Republik telah menambahkan Rusia ke daftar kandidat mereka untuk meloloskan RUU itu sehingga mereka bisa membuat Demokrat untuk meloloskannya.

Di bawah hukum CAATSA, sanksi sebelumnya terhadap Rusia akan tetap berlaku mulai Maret 2014. Undang-undang tersebut membatasi kerja sama antara angkatan bersenjata, dinas intelijen, dan kompleks industri militer Rusia dan Amerika Serikat, serta keuntungan perusahaan Rusia, terutama perusahaan energi Rusia, dari kredit dan pinjaman Barat. Di Rusia, undang-undang tersebut memicu reaksi keras, dengan Moskow menyatakannya sebagai "perang dagang besar-besaran melawan Rusia."

Faktanya, eskalasi krisis Ukraina menciptakan landasan dan peluang yang diperlukan untuk membatasi mobilitas ekonomi dan geopolitik Rusia dari Barat ke sistem dunia. Karenanya, pola perilaku AS pada era Trump dalam menghadapi Rusia harus dilihat dalam bentuk mekanisme seperti penahanan dan kontrol global.

Padahal Rusia telah menjadi bagian dari perimbangan kekuatan di sistem dunia sejak abad ke-19, dan Amerika Serikat tidak pernah bisa mengabaikannya. Namun, "Peter Harrell, seorang ahli urusan internasional di Amerika Serikat, percaya bahwa dengan keterlibatan Rusia dalam pemilu 2016, negara itu seharusnya menerima tanggapan yang lebih kuat dari sanksi Katsa, termasuk di sektor keuangan dan pertahanan."

Keputusan Departemen Keuangan AS untuk memboikot pejabat senior pemerintah Rusia di bawah apa yang disebut "daftar Kremlin" dapat dilihat sebagai puncak dari perbedaan AS-Rusia selama masa kepresidenan Trump. Sanksi Departemen Keuangan AS terhadap 114 pejabat pemerintah Rusia dan 96 elit bisnis berpengaruh pada 30 Januari 2018 adalah salah satu masalah paling signifikan dalam interaksi antara para pihak. Sanksi tersebut signifikan karena, untuk pertama kalinya dalam sejarah hubungan Washington-Moskow, mereka termasuk orang-orang seperti perdana menteri, menteri luar negeri, juru bicara Kremlin, banyak anggota kabinet dan Duma, serta para kepala perusahaan minyak besar Rusia.

Meskipun sanksi tidak berlaku untuk semua orang di daftar Kremlin, menargetkan anggota utama pemerintah Rusia merupakan penggunaan alat yang tidak terbatas oleh Amerika Serikat, seperti sanksi untuk mengekang tindakan Rusia. Dirilisnya daftar Kremlin oleh Departemen Keuangan AS berarti penerapan resmi undang-undang CAATSA mulai 29 Januari 2018 terhadap Rusia.

Undang-undang tersebut juga memberi wewenang kepada pemerintah AS untuk menjatuhkan sanksi kepada pihak ketiga yang menandatangani kontrak dengan perusahaan militer Rusia. Tentu saja, sanksi ekonomi AS terhadap Rusia dimulai lebih awal, pada Maret 2014, pada masa kepresidenan Barack Obama, dengan dalih intervensi Moskow dalam perkembangan di timur Ukraina, yang dilanjutkan oleh Trump.

Sanksi di industri energi dan pertahanan, bersama dengan sanksi diplomatik Rusia, adalah di antara hal-hal yang semakin intensif di bawah struktur baru selama era Trump. Elizabeth Rosenberg, seorang ahli urusan internasional di Amerika Serikat, percaya bahwa pemerintahan Trump harus lebih berhati-hati dalam menjatuhkan sanksi kepada perusahaan Rusia dan menghindari daftar hitam mereka karena pengaruh perusahaan. Karena mengingat pengaruh perusahaan Rusia seperti Perminyakan Rusia (Lukoil) atau Gazprom dan Rusal Aluminium Rusia di pasar global ada potensi konsekuensi yang parah untuk pasar ini dan bahkan untuk kepentingan AS.

Mengikuti prediksi Moskow tentang tekanan Barat, terutama AS, terhadap Rusia, negara itu memperluas sektor privatnya di Barat setelah runtuhnya Uni Soviet. Banyak perusahaan swasta Rusia yang beroperasi di luar negeri menjadi raksasa ekonomi Rusia dan pelobi di bagian lain dunia dengan bergabung dan menikmati dukungan pemerintah.

Menyusul sanksi Barat terhadap Rusia pada Maret 2014, perusahaan-perusahaan ini lebih fokus pada pencabutan sanksi. Lembaga-lembaga tersebut termasuk Alfabank, Gazprom Bank, Lukoil Oil Company, dan Kaspersky Computer Company.

Namun, upaya perusahaan swasta Rusia dan lobi mereka untuk mengurangi sanksi AS belum terlalu efektif. Beberapa mengaitkan hal ini dengan sifat inheren perusahaan Rusia, yang sebagian besar adalah milik negara. Di Barat, bagaimanapun, banyak perusahaan besar sebagian besar bersifat pribadi dan beroperasi secara independen dari kendali pemerintah.

Sanksi AS terhadap Rusia

Dipengaruhi oleh perbedaan tajam antara Rusia dan Amerika Serikat selama era Trump, setelah pengumuman kemenangan Vladimir Putin dalam pemilihan presiden Rusia 18 Maret 2018 dengan hampir 77% suara, Donald Trump mengucapkan selamat kepadanya dengan penundaan tiga hari. Karena pesan kemenangan ini pahit bagi Trump.

Kebangkitan kehadiran Rusia dalam persamaan global seperti krisis Suriah dan Ukraina, bersama dengan stabilitas ekonomi dengan menjaga tingkat pengangguran rendah, adalah di antara alasan para pemilih Rusia bersikeras untuk memilih kembali Putin. Dalam pandangan Putin, "struktur sistem internasional akan melihat munculnya kekuatan-kekuatan baru seperti Cina, Rusia, Brazil, India, Afrika Selatan, yang tentunya akan menantang struktur piramida yang saat ini dibuat oleh Amerika."

Sementara Amerika Serikat di era Trump dengan keluar dari berbagai perjanjian dan organisasi internasional serta melanggar secara nyata hukum internasional dan HAM, telah menunjukkan kebijakannya mengejar unilateralisme di dunia.