Syiahfobia di Asia Tenggara
https://parstoday.ir/id/radio/world-i9157-syiahfobia_di_asia_tenggara
Pasca kemenangan Revolusi Islam Iran, gelombang pemikiran takfiri semakin deras menerjang masyarakat Muslim di dunia. Penguasa sebagian negara Arab yang bercorak tribal, melancarkan penentangan keras terhadap kehadiran Republik Islam Iran yang mengusung nilai-nilai keadilan berdasarkan sumbernya; al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
May 16, 2016 14:34 Asia/Jakarta

Pasca kemenangan Revolusi Islam Iran, gelombang pemikiran takfiri semakin deras menerjang masyarakat Muslim di dunia. Penguasa sebagian negara Arab yang bercorak tribal, melancarkan penentangan keras terhadap kehadiran Republik Islam Iran yang mengusung nilai-nilai keadilan berdasarkan sumbernya; al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

Padahal, Iran selama ini senantiasa mengulurkan persahabatan kepada semua negara dunia, terutama kepada negara-negara Muslim dan tetangganya. Republik Islam juga konsisten menyuarakan persatuan negara-negara Muslim dalam menghadapi musuh bersama, yaitu rezim Zionis.

Tapi amat disayangkan sejumlah negara Muslim dan Arab terus-menerus melancarkan permusuhan terhadap Republik Islam Iran, yang muncul dalam berbagai bentuk. Salah satunya yang paling santer, adalah propaganda Iranfobia dan Syiahfobia yang dijalankan di berbagai negara dunia, terutama di sebagian negara Muslim. Al Saud menggelontorkan dana besar-besaran dari hasil penjualan minyak mentahnya untuk mengobarkan Iranfobia dan Syiahfobia. Riyadh juga membentuk aliansi negara-negara Arab dan Muslim untuk memperkuat posisinya menghadapi Iran.

Di ranah agama, Arab Saudi menggunakan kekuatan finansialnya untuk menyebarkan pemahaman takfiri demi kepentingan politiknya. Rezim Al Saud secara masif melancarkan narasi pengkafiran terhadap Syiah. Saudi mengusung narasi besar "Syiah bukan Islam" yang disebarkan ke berbagai penjuru negara Muslim, dengan menggunakan jaringan kompradornya.

Riyadh berupaya menyeret negara-negara Muslim dalam rekayasa konflik yang disulutnya terhadap Iran dengan membenamkan propaganda destruktif "Syiah Ancaman Dunia Islam". Pemikiran takfiri inilah yang melandasi gerakan terorisme dengan menyebut pihak lain, terutama Syiah halal darahnya. Oleh karena itu, kelahiran takfirisme dan terorisme tidak bisa dilepaskan dari peran besar rezim Al Saud.

Selain mengancam persatuan dunia Islam dan merusak citra Islam sebagai agama damai, takfirisme dan terorisme yang didukung Saudi dan sekutunya mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Dalam kondisi demikian, negara-negara Barat yang mengklaim sebagai pengusung demokrasi dan HAM seolah tidak perduli dengan menjamurnya masalah tersebut. Barat justru melakukan pemilahan teroris baik dan buruk dengan parameter kepentingannya yang sangat subjektif dan sepihak.

Dewasa ini, Syiahfobia dan Iranfobia tidak hanya menyebar di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara saja. Tapi lebih dari itu menembus negara-negara Muslim di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia. Tidak tanggung-tanggung Saudi menggelontorkan dana besar-besaran untuk menyebarkan Syiahfobia dan Iranfobia di kawasan tersebut, bahkan menembus posisi penting pemerintahan, seperti perdana menteri.

Media melaporkan, Perdana Menteri Malaysia Najib Tuan Razak mengakui mendapatkan kucuran dana hibah dari Raja Arab Saudi senilai 681 juta dollar yang masuk ke rekening pribadinya. Najib dalam pembelaanya mengatakan dana tersebut digunakan untuk kemenangan Partai UMNO pada Pemilu penting tahun 2013, dan tidak digunakan untuk keperluan pribadi.

Jaksa Agung Malaysia, Mohamed Apandi, mengatakan tuduhan korupsi terhadap Najib terkait kasus itu telah dicabut, karena aliran dana itu tidak termasuk kategori korupsi. Ia mengatakan, uang sebesar 681 juta dollar yang diterima Najib merupakan hadiah dari keluarga Kerajaan Arab Saudi. Apandi mengatakan, sebuah tinjauan atas bukti yang dikumpulkan lembaga antikorupsi negara itu menunjukkan bahwa uang tersebut merupakan "Sumbangan pribadi dari keluarga Kerajaan Saudi".

Adel al Jubeir, Menteri Luar Negeri Arab Saudi mengakui bahwa bantuan materi kepada Najib tersebut memang dari Arab Saudi. Hal tersebut diungkapkannya di sela-sela KTT OKI yang terselenggara di Istanbul, Turki. Dia mengatakan,“Kami mengetahui pemberian bantuan materi tersebut, dan bantuan tersebut memanglah nyata dan kami tidak mengharap dikembalikan. Kami tahu pengadilan Malaysia pun secara sempurna telah menyelidiki kasus ini, dan tidak ada satu pun tindakan menyeleweng yang berhasil ditemukan”.

Adanya bantuan dalam jumlah besar dari Arab Saudi tersebut kepada pejabat Malaysia secara pribadi, dinilai sebagian pengamat politik Malaysia adalah sebuah skandal yang menyeret kebijakan politik Malaysia berada di bawah bayang-bayang kepentingan politik Arab Saudi. Menurut Faisal Musa, dosen Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), kebijakan-kebijakan pemerintah Malaysia di bawah kekuasaan PM Najib Tuan Razak sangat pro Arab Saudi, seperti pelarangan mazhab Syiah dan ujaran kebencian terhadap pemerintah Iran dan dukungan Malaysia atas agresi Saudi atas Yaman.

Sementara Malaysia di bawah pemerintahan PM Tun Abdullah Haji Ahmad Badawi pernah memberikan pengakuan bahwa Syiah sebagai sebuah mazhab yang sah dalam Islam, sebagaimana yang tercantum dalam Deklarasi Amman yang disepakati ulama-ulama Islam di Yordania.

Kelompok Takfiri yang lahir dari rahim Wahabisme menempatkan Syiahfobia dan Iranfobia sebagai misi utamanya di negara-negara Muslim. Mereka menggunakan beragama cara demi mewujudkan misi tersebut. Akibatnya ekstremisme dan kekerasan semakin menyebar di negara-negara Muslim.

Pada saat yang sama, Barat yang melihat Islam sebagai ancaman, memanfaatkan situasi dan kondisi tersebut untuk menampilkan wajah Islam sebagai agama ekstrem dan penyebar kekerasan. Penguasa negara-negara Barat tidak ingin pesan Islam sejati yang mengusung nilai-nilai luhur dan agung sampai di tangan masyarakatnya.

Gerakan Wahabisme di satu sisi menyebarkan kekerasan dan ekstremisme dengan mendukung kelompok-kelompok teroris yang beroperasi di sejumlah negara Muslim.Ulah Wahabi tersebut dijadikan dalih Barat untuk menjustifikasi propaganda Islamfobia di dunia. Di sisi lain, sepak terjang Wahabis tersebut bertujuan menghalangi masuknya ajaran Islam sejati yang bersumber dari Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya.

Saat ini Syiah di berbagai negara Muslim, termasuk di kawasan Asia Tenggara merupakan minoritas. Mereka menghadapi berbagai pembatasan di negaranya sendiri untuk menjalankan ajaran Islam yang diyakininya. Pembatasan serupa tidak jauh berbeda dengan perilaku penguasa negara-negara Barat terhadap minoritas muslim.

Di Malaysia misalnya, terjadi pembatasan ketat terhadap penganut Syiah di negara ini. Press TV (6/8/2013) melaporkan Abdul Rahim Mohamad Radzi, Deputi Sekretaris Kementerian Dalam Negeri Malaysia mengatakan, pendukung mazhab Syiah 10 tahun lalu merupakan minoritas kecil di negara itu, namun sekarang jumlah mereka mencapai 250 ribu orang yang tersebar di seluruh penjuru Malaysia.

Ia menganggap perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu faktor penyebab bertambahnya jumlah pengikut mazhab Syiah di Malaysia dan meminta agar mazhab ini diberantas sampai ke akarnya.

Menurutnya Kemendagri, kepolisian harus menerapkan aturan ketat untuk mengontrol penerbitan, pengawasan produksi film serta CD dan pusat pengawasan departemen imigrasi, yang berperan besar dalam mencegah perkembangan mazhab Syiah di Malaysia. Mohamad Radzi menegaskan, diharapkan kebijakan pemerintah dalam berperang dengan penyebaran mazhab Syiah di empat negara bagian Malaysia seperti Pahang, Kelantan, Sabah dan Sarawak dapat diterapkan secara ketat.

Selama ini, Wahabi mengumbar berita bohong mengenai ajaran Syiah. Klaim klise seperti al-Quran Syiah berbeda dengan yang diyakini Sunni disebarkan secara masif, padahal faktanya tidak demikian. Al-Quran yang diyakini Syiah sama seperti Sunni, tapi berbeda dalam penafsirannya. Kalau masalah penafsiran, antara ahli tafsir Sunni pun berbeda pendapat mengenai sejumlah masalah tertentu.

Stigma sesat yang disematkan terhadap Syiah berpusat pada masalah cabang agama, bukan pokok. Tapi takfiri mengklaimnya sebagai perbedaan krusial yang tidak bisa disatukan, seperti minyak dan air. Tudingan paling keras Wahabi menyebutkan bahwa Syiah mencaci atau mengafirkan sahabat dan istri Rasulullah Saw. Jelas tudingan tersebut salah alamat, sebab orang Syiah dilarang melakukannya sesuai fatwa Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei yang telah mengeluarkan fatwa haram bagi penganut Syiah mencaci sahabat dan istri Rasulullah Saw, apalagi mengafirkannya.

Derasnya propaganda Syiahfobia yang dilancarkan Wahabi di berbagai negara dunia, termasuk kawasan Asia Tenggara, tidak menghalangi orang-orang yang tercerahkan memahami ajaran Syiah. Bagi orang orang yang berpikir, Syiah semakin ditekan, semakin dicari, demi menemukan kebenarannya.