Kemiskinan di Tengah Indikator Ekonomi yang Baik
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencurigai dana langsung yang diberikan untuk masyarakat tidak tersalurkan. Hal ini dilihat dari angka kemiskinan Indonesia yang tidak turun cepat.
Dia menyebutkan, angka kemiskinan Indonesia per Maret 2017 mencapai 27,77 juta orang atau 10,64 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
"Kalau kita tidak melihat kemiskinan turun cepat, kita harus waspada. Jangan-jangan banyak dana yang turun ke bawah tidak betul-betul dirasakan masyarakat," ujar Sri Mulyani di Gedung Bank Indonesia, Jumat (17/11/2017).
Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, pemerintah telah menganggarkan banyak dana untuk kesejahteraan masyarakat kepada daerah.
Sri Mulyani mengungkapkan, pada tahun 2017 pemerintah telah menganggarkan Dana Desa sebesar Rp 60 triliun.
Selain itu, lanjut dia, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dianggarkan sebesar Rp 70 triliun.
"Ditambah Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta warga senilai Rp 27 triliun langsung ke kantong masyarakat. Ada lagi Rastra senilai Rp 17 triliun. Jadi dana APBN yang langsung ke masyarakat itu cukup besar," jelas dia.

Sehingga, sebut Sri Mulyani, dengan alokasi dana ke masyarakat yang begitu besar, seharusnya angka kemiskinan Indonesia itu bisa turun dari dua digit menjadi satu digit.
"Jadi dari 10 persen bisa 9 persen. Kami berharap kemiskinan bisa turun menjadi 9,5 persen. Gini ratio juga bisa turun lagi 0,39 menjadi 0,38. Dengan demikian instrumen APBN digunakan sebesar kemampuan rakyat," ujar dia.
Pemerintah mengalokasikan belanja negara Rp 2.204 triliun di Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Dari dana itu, Rp 292 triliun dialokasikan untuk program penanggulangan kemiskinan.
"Seperti Pak Presiden katakan, APBN harus menjadi alat untuk menciptakan keadilan dan pemerataan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara konferensi nota keuangan dan RAPBN 2018 di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (16/8/2017).
Anggaran penanggulangan kemiskinan terdiri dari subsidi Rp 161 triliun, Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga Rp 17,3 triliun, dan Program Indonesia Pintar Rp 10,8 triliun.
Selain itu ada pula program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk masyarakat miskin Rp 25,5 triliun, bantuan pangan Rp 13,5 triliun, program bidik misi Rp 4,1 triliun, dan dana desa Rp 60 triliun.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Bojonegoro mengatakan, pemerintah sudah memiliki sejumlah program prioritas menanggulangi kemiskinan dengan alokasi anggaran Rp 73,7 triliun.
Anggaran itu tersebar di sejumlah kementerian dan lembaga. Sasaran program prioritas yaitu 9,2 juta orang penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk 19,7 juta orang, dan Bantuan Pangan Non Tunai untuk 10 juta keluarga.

Pemerintah meyakini, bila program penanggulangan kemiskinan bisa dijalankan dengan baik, maka dampaknya bisa terlihat pada 2018. Pemerintah sendiri menargetkan angka kemiskinan 9,5-10 persen, angka pengangguran 4 persen, ketimpangan 0,38 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,7 juta orang pada Maret 2017, bertambah sekitar 6.900 orang dibandingkan jumlah September 2016.
Meski begitu secara persentase, jumlah angka kemiskinan itu menurun dari 10,70 persen menjadi 10,64 persen.
Sejumlah indikator perekonomian domestik tercatat dalam kondisi baik. Inflasi cenderung rendah, sementara pertumbuhan ekonomi terus menunjukkan perbaikan.
Meskipun demikian, konsumsi rumah tangga tidak sebaik periode-periode sebelumnya. Lantas, apa yang menjadi penyebabnya?
Deputi Gubernur Bank Indonesia ( BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, inflasi yang rendah memang dapat meningkatkan daya beli.
Akan tetapi, daya beli dan konsumsi sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi sebab dari situlah pendapatan dihasilkan.
"Sebetulnya pemulihan ekonomi berlanjut, perbaikan konsumsi rumah tangga berlanjut, cuma memang belum merata," kata Perry di kantornya di Jakarta, Kamis (16/11/2017). (Kompas)