Evaluasi Pemilu Serentak 2019
(last modified Wed, 24 Apr 2019 03:16:53 GMT )
Apr 24, 2019 10:16 Asia/Jakarta
  • Evaluasi Pemilu Serentak 2019

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari menyebut ada wacana memisahkan pemilu serentak di tingkat daerah dengan pemilu serentak di tingkat nasional. Wacana itu, kata Hasyim, berasal dari riset evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pemilu 2014.

"Salah satu rekomendasinya adalah Pemilu Serentak dua jenis, yaitu Pemilu Serentak Nasional untuk Pilpres, Pemilu DPR dan DPD. Lalu Pemilu Serentak Daerah untuk Pilkada Gubernur dan Bupati/Walikota; dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota," kata Hasyim lewat keterangan tertulis, Selasa (23/4) seperti dilansir CNN Indonesia.

Hasyim menuturkan pemilu serentak daerah dan nasional sama-sama dilakukan lima tahun sekali. Namun waktu pelaksanaannya berbeda.

Ia mencontohkan pemilu serentak nasional dan daerah dilakukan pada 2019. Namun untuk membedakan waktu pelaksanaan, pemilu serentak nasional berikutnya digelar 2024, sedangkan pemilu serentak daerah pada 2022.

Setelah kerangka waktu terbentuk seperti itu, barulah pemilu serentak berjalan lima tahun sekali.

Hasyim menuturkan format ini akan memiliki banyak manfaat, salah satunya mengurangi beban kerja penyelenggara.  "Aspek manajemen penyelenggaraan pemilu, beban penyelenggara pemilu lebih proporsional, dan tidak terjadi penumpukan beban yang berlebih," ujar Hasyim.

Selain itu, format ini disebut menguntungkan pemilih dan peserta pemilu. Sebab mereka bisa fokus mengawal isu daerah dan nasional di waktu yang berbeda, tidak seperti saat ini, isu daerah tertutup isu pilpres.

"Aspek kampanye, isu-isu kampanye semakin fokus dengan isu nasional dan isu daerah yang dikampanyekan dalam pemilu yang terpisah," kata Hasyim menjelaskan.

Sebelumnya, KPU berencana mengadakan evaluasi format penyelenggaraan Pemilu 2019 bersama Komisi II DPR RI. Terutama usai 91 orang KPPS meninggal dunia disebabkan kelelahan dan kecelakaan.

JK Kembali Minta Pileg dan Pilpres Dipisah

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan meninggalnya sejumlah petugas KPPS karena kelelahan saat Pemilu 2019 sudah menjadi kekhawatiran sejak awal. JK menyebut Pemilu 2019 sebagai pemilu paling rumit.

"Itu yang kita khawatirkan sejak awal. Bahwa ini pemilu yang terumit. Ternyata ada korbannya, di kalangan KPPS, juga di kepolisian ada korban," ujar JK di kediamannya, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019) seperti dikutip dari Detiknews.

Menurut JK, pemilu serentak yang berlangsung beberapa waktu lalu perlu dievaluasi. Salah satunya agar pileg dan pilpres kembali dipisah.

"Tentu harus evaluasi yang keras. Salah satu hasil evaluasi, dipisahkan antara pilpres dan pileg, itu supaya bebannya (petugas) jangan terlalu berat," katanya.

Ditambahkannya, salah satu yang juga menjadi catatan adalah pemilihan caleg dilakukan secara tertutup. Caleg dapat dipilih oleh partai.

"Termasuk juga caleg-caleg itu tertutup. Pilih partai saja, sehingga tidak terjadi keruwetan menghitung," tuturnya.

Perludem Minta Pileg-Pilpres Dipisah

Tim Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti skema pemilu serentak yang mencoblos lima surat suara sekaligus. Perludem menilai hal itu tidak sesuai dengan kapasitas beban baik dari penyelenggara ataupun peserta pemilu.

"Skema pemilu serentak lima surat suara memang tidak kompatibel dengan kapasitas beban yang harus ditanggung pemilih, penyelenggara, dan peserta pemilu. Tidak sepadan dengan kemampuan dan daya tahan kerja petugas supaya bisa bekerja efektif dan profesional," ujar Direktur Perludem Titi Anggraini.

Oleh karena itu, Titi mengusulkan agar pemilu selanjutnya dipisah menjadi 2 bagian yaitu pemilu nasional dan pemilu daerah. Ia pun menyarankan keduanya dilakukan dengan jarak 2,5 tahun.

"Makanya, sedari awal yang kami usulkan bukan pemilu borongan lima surat suara. Melainkan pemilu serentak nasional untuk memilih presiden, DPR, dan DPD. Lalu pemilu serentak daerah untuk memilih DPRD Provinsi, Kab/Kota, Gubernur , dan bupati atau walikota. Dengan jarak 2,5 tahun atau 30 bulan. Distribusi beban kerja menjadi lebih rasional dan parpol serta pemilih juga lebih mudah beradaptasi," ucapnya. (RM)

Tags