RI Kecam Pernyataan Macron dan Teror di Gereja Notre Dame
(last modified Fri, 30 Oct 2020 11:51:09 GMT )
Okt 30, 2020 18:51 Asia/Jakarta
  • Gereja Notre Dame, kota Nice, Prancis.
    Gereja Notre Dame, kota Nice, Prancis.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mengecam pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang dinilai telah menghina Islam.

"Pernyataan tersebut telah melukai perasaan lebih dari dua miliar orang Muslim di seluruh dunia dan telah memecah persatuan antar umat beragama di dunia," demikian bunyi keterangan tertulis Kemlu seperti dilansir Kompas.com dari laman resmi, Jumat (30/10/2020).  

Seperti dilansir Kompas.com, Kemlu RI menegaskan, hak kebebasan berekspresi tidak boleh dilakukan dengan mencederai kehormatan, kesucian, dan kesakralan nilai dan simbol-simbol agama.

"Sebagai negara demokrasi ketiga terbesar dan berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia mengajak seluruh negara untuk mendorong persatuan dan toleransi antar umat beragama, terutama di tengah situasi pandemi saat ini," imbuh imbauan Kemlu.

Sebelumnya, Perancis mendapat sorotan tajam karena menolak mengutuk penerbitan kartun Nabi Muhammad SAW oleh majalah satire, Charlie Hebdo, pada September lalu.

Peristiwa ini memancing kemarahan di banyak negara mayoritas muslim dan memunculkan seruan untuk memboikot barang-barang Perancis. Selain itu, pernyataan Macron mengenai Islam juga telah memicu kemarahan bagi negara-negara mayoritas muslim.

Macron menyatakan akan melawan segala bentuk 'separatisme Islam', pasca peristiwa pemenggalan seorang guru bernama Samuel Paty di luar Paris, awal Oktober. Paty sebelumnya dibunuh karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW kepada para muridnya di kelas tentang kebebasan berbicara.

Dalam dua bulan terakhir terdapat sejumlah insiden berdarah setelah Charlie Hebdo menerbitkan kartun tersebut. Pertama, penyerangan di dekat kantor tua Charlie Hebdo pada 24 September, serangan terhadap penjaga kemanan di kantor Konsulat Perancis di Jeddah, Arab Saudi, serta serangan yang menewaskan tiga orang di Nice, Kamis (29/10/2020).

 

Dukungan Menag kepada Sikap Kemlu

Menteri Agama Fachrul Razi mendukung sikap Kementerian Luar Negeri yang memanggil Duta Besar Perancis dan menyampaikan kecaman atas pernyataan Presiden Perancis yang dinilai menghina umat Islam.

Seperti dilansir Tempo.co, Fachrul Razi mengatakan pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron melukai perasaan umat muslim karena mengaitkan agama Islam dengan tindakan terorisme.

"Setiap umat beragama harus menghormati simbol-simbol agama yang dianggap suci oleh pemeluk agama lain, termasuk terkait pemahaman visualisasi Nabi Muhammad," ujar Fachrul dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 29 Oktober 2020.

Fachrul mengatakan, kebebasan berpendapat atau berekspresi tidak boleh melampaui batas atau kebablasan hingga mencederai kehormatan, kesucian, dan kesakralan nilai dan simbol agama apapun.

Menurut Fachrul Razi, menghina simbol agama dapat dianggap sebagai tindakan melanggar hukum. Dan pelakunya harus bertanggung jawab dan ditindak sesuai ketentuan huku,

Namun, Fachrul mengingatkan bahwa Islam juga tidak membenarkan tindakan main hakim sendiri. Apalagi dengan membunuh. Sebab, Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Fachrul pun mengimbau agar umat Islam di Indonesia tidak terpancing melakukan tindakan anarkis. "Keagungan Islam tidak bisa ditegakkan dengan melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Tunjukkan sikap tegas dengan tetap menjunjung tinggi watak umat beragama yang menolak tindak kekerasan," kata dia.

 

Kecaman terhadap Aksi Teror di Gereja Notre Dame Prancis

Serangan terjadi di Gereja Notre Dame, kota Nice, Prancis. Indonesia pun mengecam aksi teror yang menewaskan tiga orang tersebut.

"Indonesia mengecam aksi teror di Nice, Prancis pada tanggal 29 Oktober 2020 sekitar pukul 09.00 pagi waktu setempat, yang telah mengakibatkan 3 orang meninggal dan beberapa luka-luka," demikian keterangan dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu) melalui situs resmi dan akun Twitternya, seperti dilihat detikcom, Jumat (30/10/2020).

Indonesia juga turut berduka atas meninggalnya korban dalam tragedi itu. "Indonesia menyampaikan simpati dan duka cita mendalam kepada korban dan keluarga korban," lanjutnya.

Kemlu mengungkapkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan otoritas setempat dan warga negara Indonesia yang berada di Nice. Kemlu memastikan, hingga saat ini, tidak ada WNI yang menjadi korban dari serangan penusukan dan pemenggalan itu.

"KBRI Paris dan KJRI Marseille secara aktif terus berkoordinasi dengan otoritas setempat. Sejauh ini tidak terdapat korban WNI. Tercatat terdapat total 4.023 WNI yang menetap di Perancis dimana 25 orang diantaranya tinggal di Nice dan sekitarnya," kata Kemlu.

Sebelumnya, seorang imigran Tunisia bernama Brahim Aouissaoui menyerang Gereja Notre Dame di Nice. Dalam serangan itu, Aouissaoui menggorok leher penjaga Gereja, memenggal kepala seorang perempuan berusia 60 tahun dan melukai hingga parah seorang perempuan berusia 44 tahun hingga meninggal.

Aouissaoui pun telah ditangkap. Dalam penangkapan itu, polisi menembaknya. Saat ini, Aouissaoui tengah dirawat di rumah sakit dalam keadaan kritis.

Buntut dari serangan itu, Prancis pun menaikkan statusnya menjadi darurat. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Prancis akan mengerahkan ribuan tentara lagi untuk melindungi situs-situs penting, seperti tempat ibadah dan sekolah, karena peringatan keamanan negara dinaikkan ke level tertinggi.

"Prancis telah diserang atas nilai-nilai kami, untuk selera kami akan kebebasan, untuk kemampuan di tanah kami untuk memiliki kebebasan berkeyakinan... Dan saya mengatakannya dengan sangat jelas lagi hari ini: Kami tidak akan memberi tanah apapun," kata Macron. (RA)