Menelisik Pesan Terakhir Rahbar kepada Presiden Rouhani dan Kabinetnya
(last modified Thu, 29 Jul 2021 03:39:12 GMT )
Jul 29, 2021 10:39 Asia/Jakarta

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam, Rabu (28/07/2021) pagi dalam pertemuan terakhir dengan Presiden Hassan Rouhani dan pemerintah Iran periode ke-12, menyampaikan pidato penting terkait tujuan permusuhan AS terhadap Iran, dan menjelaskan poin-poin penting dalam hal ini.

Ayatullah Khamenei mengatakan, "Di pemerintahan ini terbukti bahwa percaya pada Barat tidak berguna, dan negara-negara Barat tidak membantu kita, di mana pun mereka bisa, mereka akan memukul kita, lokasi yang musuh tidak bisa memukul kita adalah lokasi yang di sana mereka tidak punya sarana untuk melakukannya."

Image Caption

Menyinggung perundingan terakhir Wina, Rahbar mengatakan, "Amerika dalam ucapan dan janji yang disampaikan akan mencabut sanksi, tetapi mereka tidak dan tidak akan mencabut sanksi. Selain itu, mereka menetapkan syarat dan mengatakan bahwa kalian harus memasukkan kalimat dalam perjanjian ini yang nantinya akan dibahas beberapa masalah, kalau tidak, kami tidak akan menyepakati."

Ayatullah Khamenei mengingatkan, "Dengan menambahkan kalimat ini, mereka ingin memberikan alasan untuk intervensi mereka selanjutnya pada prinsip JCPOA, masalah rudal dan regional."

Ketidakpercayaan Iran terhadap Amerika Serikat bukan hanya sebuah slogan, tetapi berdasarkan pengalaman masa lalu, perilaku saat ini, dan analisis realistis dari tujuan hegemonik Amerika. Adapun Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) belum dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan adalah fakta, dan alasannya jelas.

Perilaku Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, termasuk Prancis, kini sudah di luar isu nuklir dan sudah merambah ke isu pertahanan Iran. Pendekatan ini berarti intervensi dan tujuannya adalah untuk melemahkan Iran dari dalam.

Pemimpin Besar Revolusi Islam 5 tahun yang lalu, dalam sebuah pernyataan dengan pandangan mendalam tentang masalah ini, mencatat:

"JCPOA telah menjadi contoh bagi kami, sebuah pengalaman… secara lahiriah mereka memberikan janji, mereka berbicara dengan bahasa yang manis dan lembut tetapi dalam praktiknya mereka berkomplot, mereka menghancurkan, mereka mencegah kemajuan."

Pertanyaan penting dalam hal ini adalah apa yang dibutuhkan AS untuk negosiasi dan mengapa mereka bersikeras?

"JCPOA telah menjadi contoh bagi kami, sebuah pengalaman… secara lahiriah mereka memberikan janji, mereka berbicara dengan bahasa yang manis dan lembut tetapi dalam praktiknya mereka berkomplot, mereka menghancurkan, mereka mencegah kemajuan."

Jelas bahwa tujuan akhir pemerintah AS terhadap Iran tidak lain adalah mendominasi kembali Republik Islam.

Morad Enadi, pakar politik tentang analisis tujuan AS, mengatakan:

"Amerika Serikat telah melanjutkan sanksi yang diratifikasi Kongres terhadap Iran sejak 1979. Kebijakan sanksi baru seperti CAATSA, dan dalih pelanggaran hak asasi manusia atau dugaan dukungan Iran untuk terorisme, AS praktis melanjutkan sanksi sekunder dengan metode baru dan memperkuatnya."

Pengalaman menunjukkan bahwa Iran telah menderita dengan berbagai cara dalam negosiasi dengan Amerika Serikat di berbagai waktu.

Dari sudut pandang ini, apa yang disampaikan Pemimpin Besar Revolusi Islam sebenarnya merupakan indikator dan ukuran bagi pemerintah periode ke-13 untuk melihat secara realistis pada JCPOA dan perundingan Wina. Karena Republik Islam Iran tidak berniat membuang waktu dan tenaganya selamanya dengan janji-janji kosong. Yang penting untuk hari ini dan masa depan bangsa Iran adalah penggunaan kapasitas internal, terutama di sektor ekonomi negara.

Yang pasti, pemerintah AS mencoba yang terbaik untuk membuat Iran bertekuk lutut dengan skenario dan rencana yang berbeda. Namun tidak diragukan lagi dengan pengetahuan yang diperoleh dari perilaku AS dan pengalaman JCPOA, tentu saja kesempatan ini tidak akan diberikan lagi kepada AS.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken baru-baru ini mengatakan kepada Komite Senat bahwa dia memperkirakan bahwa ratusan sanksi AS terhadap Tehran akan tetap berlaku bahkan jika Tehran dan Washington kembali ke kesepakatan nuklir.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken

Sejatinya, harus dikatakan bahwa ada ketidakpercayaan yang mendalam terhadap Amerika Serikat, mengingat komitmen dan pelanggaran komitmen sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam, dalam situasi saat ini, Amerika Serikat tidak ragu-ragu untuk melanggar janji dan komitmennya, dan ini adalah pengalaman yang sangat penting bagi pemerintah dan negarawan masa depan, serta untuk semua aktivis di arena politik.