Pencabutan Sanksi; Prioritas Iran di Perundingan Wina
-
Sanksi zalim terhadap Iran
Seiring kian dengan kian dekatnya 29 November dan dimulainya perundingan untuk pencabutan sanksi sepihak Amerika terhadap Iran, pejabat Kemenlu Iran di lobi diplomatiknya mengingatkan syarat yang diperlukan bagi keberhasilan perundingan.
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian di kontak telepon dengan sejawatnya dari Italia, Luigi Di Maio seraya mengisyaratkan perundingan mendatang di Wina menekankan, seluruh pihak mencapai pemahaman bersama bahwa Amerika penyebab utama dan bertanggung jawab atas kondisi saat ini.
Deputi bidang politik menlu Iran, Ali Bagheri Kani juga dilaporkan telah berunding dengan sejawatnya dari Rusia, Sergei Ryabkov dan Wakil menlu Cina, Ma Zhaoxu terkait perundingan mendatang untuk mencabut sanksi.
Di perundingan virtual tersebut, Ali Bagheri Kani menyebut pencabutan penuh sanksi yang bertentangan dengan JCPOA dan aksi-aksi yang tak selaras dengan Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB sebagai syarat kesuksesan perundingan mendatang.

Selama safarinya ke Prancis, Jerman, Inggris dan Spanyol, Ali Bagheri Kani di pertemuan dengan pejabat negara-negara tersebut menekankan urgensitas pencabutan efektif sanksi ilegal Amerika terhadap Iran sebagai salah satu keharusan bagi perundingan mendatang.
Pejabat Amerika sampai saat ini belum memberi statemen transparan dan langsung soal permintaan Iran, tapi mengklaim bahwa mereka menghendaki perundingan dan kembali ke JCPOA. Sementara pemerintah Joe Biden sampai kini belum juga mengambil langkah untuk kembali ke kesepakatan nuklir dan tetap melanjutkan kebijakan anti-Iran Gedung Putih sebelumnya.
Misalnya presiden AS menjelang dimulainya perundingan Wina dan Kelompok 4+1, di suratnya kepada DPR malah memperpanjang "Kondisi Darurat Nasional" terhadpa Iran untuk satu tahun kedepan. Kementerian Keuangan Amerika juga menjatuhkan sanksi terhadap empat individu dan dua perusahaan yang diklaim memiliki hubungan dengan industri drone Iran.
Langkah sepihak Amerika ini diambil ketika Rusia dan Cina sebagai negara anggota JCPOA dan juga anggota Dewan Keamanan PBB menentangnya. Deputi menlu Rusia dan Cina menyebut langkah sepihak Amerika melanggar JCPOA dan menjatuhkan sanksi terbaru terhadap Iran sebagai faktor utama munculnya kendala yang menghambat implementasi kesepakatan Iran dengan pihak JCPOA lainnya.
Pengalaman beberapa tahun pelanggaran komitmen dan keluarnya AS secara ilegal dan sepihak dari JCPOA serta sikap negara-negara Eropa yang tidak melaksanakan komitmennya telah mendorong Republik Islam Iran di perundingan kali ini menekankan syarat yang menjadi faktor kesuksesan perundingan mendatang dan juga menjamin kepentingan Tehran.
Dengan demikian, Amerika sebagai negara yang keluar dari JCPOA harus menerima tanggung jawab dari langkah ilegalnya ini dan untuk memberi kompensasi kepada Iran, selain harus mencabut sanksi terhadap Tehran secara efektif, juga penting memberi jaminan jika tercapai kesepakatan, bahwa pemerintah selanjutnya di Amerika tidak akan melanggar kembali komitmennya.

Sina Azodi, pakar hubungan internasional di Atlantic Council terkait hal ini mengatakan, "Jika kita ingin berkomentar secara adil, tiga prasyarat Iran mengingat sejarah perilaku AS, bukan sebuah tuntutan berlebihan, bahkan hal yang benar dan logis serta wajar bahwa pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan tuntutan maksimum." (MF)