Pertemuan Komisi Gabungan JCPOA, Dua Dokumen Iran Menjadi Dasar Pembicaraan
Pertemuan keempat Komisi Gabungan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), dalam putaran ketujuh pembicaraan Wina diadakan pada hari Jumat (17/12/2021) di Hotel Coburg.
Berbagai laporan dari Wina menunjukkan bahwa pihak yang bernegosiasi mendekati konsensus.
Pernyataan yang dibuat pada Jumat (17/12) malam oleh Ali Bagheri Kani, kepala perunding Republik Islam Iran dalam pembicaraan dengan kelompok 4 + 1 (Jerman, Prancis, Inggris, Rusia dan Cina) di Wina, tentang hasil putaran negosiasi ini patut mendapat perhatian.
Ali Bagheri Kani mengatakan, "Dalam dua dokumen utama tentang rancangan sanksi dan masalah nuklir, pihak lain menerima pandangan Republik Islam Iran sebagai dasar untuk berdialog."
Sementara itu, Deputi Menteri Luar Negeri Iran menyinggung bahwa bukan keinginan Iran untuk menghentikan pembicaraan, dan mencatat bahwa kecepatan mencapai kesepakatan tergantung pada pihak lain. Jika pihak lain menerima pandangan dan sikap rasional Republik Islam Iran, putaran baru pembicaraan dapat menjadi putaran terakhir negosiasi dan kita dapat mencapai kesepakatan sesegera mungkin.
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Hossein Amir-Abdollahian, juga melakukan percakapan telepon minggu lalu dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres. Menurutnya, kurangnya inisiatif di pihak Barat menjadi faktor lambatnya kemajuan dalam negosiasi.
Tidak boleh dilupakan bahwa di antara putaran keenam dan ketujuh, pihak-pihak Eropa telah berulang kali menyatakan dalam pesan bahwa mereka memiliki ide-ide baru untuk memajukan pembicaraan dan mengurangi perbedaan. Namun setelah negosiasi dimulai, mereka justru menunjukkan sikap-sikap di luar kerangka JCPOA.
Alih-alih menyeru Amerika Serikat agar mengakhiri kebijakan tekanan maksimum dan sanksi ilegal serta mengambil langkah positif untuk menebus masa lalu, pihak-pihak Eropa justru sedang melakukan aksi-aksi destruktif terhadap Iran.
Pertemuan keempat Komisi Gabungan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), dalam putaran ketujuh pembicaraan Wina diadakan pada hari Jumat (17/12/2021) di Hotel Coburg.
Selama bertahun-tahun, berkat tindakan AS, JCPOA telah menjadi cangkang kosong bagi Iran dari sudut pandang ekonomi untuk sebagian besar hidupnya, sementara pihak-pihak Eropa telah menasihati Iran untuk "menahan diri" dan "bersabar" dengan janji-janji yang tidak praktis.
Troika dari tiga negara Eropa; (Inggris, Prancis, dan Jerman), yang bersama dengan Amerika Serikat, memainkan peran dalam menciptakan atmosfer perundingan yang gelap dalam proses negosiasi. Ketiga negara ini sekarang menggunakan taktik bahwa waktu terbatas demi menekan Iran agar menerima tuntutan maksimumnya.
Dengan dimulainya putaran ketujuh perundingan Wina, ada pergerakan dan pembangunan suasana yang menunjukkan bahwa ada upaya untuk menghancurkan suasana perundingan dengan cara apa pun yang memungkinkan.
"Sedemikian masalah yang dibuat untuk Iran benar-benar politis," kata Haqi Uygur, seorang pakar politik di Turki, seraya mencatat bahwa Iran telah terbukti berkomitmen pada perjanjian dan bahwa program nuklirnya diawasi oleh Badan Energi Atom Internasional.
Dari sudut pandang para pengamat politik, langkah-langkah teknis disertai negosiasi yang serius beserta usulan dan inisiatif dalam negosiasi merupakan langkah penting yang telah diambil Iran sejak awal putaran ketujuh perundingan Wina.
Sementara itu, kesepakatan Republik Islam Iran dengan pemasangan kamera di situs Karaj menunjukkan kerja sama yang baik antara Tehran dengan IAEA dalam proses membangun kepercayaan selama negosiasi.
Namun, mengingat fluktuasi pendekatan dan perubahan tak terduga dalam pandangan dan posisi pihak-pihak Eropa, masih belum mungkin untuk memprediksi dengan pasti masa depan negosiasi. Yang perlu digarisbawahi adalah, kemajuan pembicaraan tergantung pada kemauan dan niat baik pihak lain.