Berkat Kewaspadan Rakyat, Proyek "Penghancuran Iran" Gagal Total
(last modified Sat, 29 Oct 2022 14:08:40 GMT )
Okt 29, 2022 21:08 Asia/Jakarta
  • Logo Kementerian Intelijen Republik Islam Iran dan Organisasi Intelijen Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).
    Logo Kementerian Intelijen Republik Islam Iran dan Organisasi Intelijen Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).

Kementerian Intelijen Republik Islam Iran dan Organisasi Intelijen Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dalam sebuah pernyataan bersama mengumumkan peran Amerika Serikat (AS) dalam kerusuhan baru-baru ini di Republik Islam Iran.

Kementerian Intelijen Republik Islam Iran dan Organisasi Intelijen IRGC dalam pernyataan bersama menyebutkan bahwa dokumen intelijen yang diperoleh menunjukkan bahwa Badan Intelijen Pusat AS (CIA) bekerja sama dengan dinas mata-mata sekutu dan proksi reaksionernya, telah merencanakan untuk menciptakan kekacauan dan meletakkan dasar untuk mengintensifkan tekanan asing terhadap Iran.

Menurut informasi yang terkumpul, CIA telah bekerja sama erat dengan Badan-badan Intelijen Asing Inggris, Dinas Intelijen Asing Zionis (Mossad), Dinas Intelijen Asing rezim Al Saud dan beberapa negara lain dalam rencana tersebut.

Bukti dan pengalaman sejarah menunjukkan bahwa pemerintah AS telah menjadi salah satu pendukung utama kerusuhan dan kekerasan jalanan di Iran dalam beberapa dekade terakhir dan setidaknya dalam beberapa tahun terakhir ini.

Misalnya, setelah perubahan sistem pembayaran subsidi bensin dan perubahan harganya yang diterapkan pada 24 Aban 1398 HS (15 November 2019), terjadi protes dan demontrasi besar di beberapa kota Iran. Setelah itu, para pejabat AS mengakui peran mereka dalam memicu kerusuhan ini.

Brian Hook, pejabat Kementerian Luar Negeri AS untuk Urusan Iran pada masa itu, dalam pengakuan terbuka mengatakan bahwa dengan menyediakan alat komunikasi kepada para perusuh, maka mereka dapat menjalin kontak meskipun internet di Iran diputus.

Kerusuhan dan kekacauan beberapa minggu terakhir di Iran juga menunjukkan bahwa musuh, terutama AS, telah menemukan isu-isu seperti hak asasi manusia dan hak-hak perempuan sebagai peluang untuk menyulut kekacauan, perselisihan, dan menciptakan kesenjangan dalam masyarakat Iran, dan hal ini telah direncanakan sebelumnya.

Kerusuhan di Iran

Dari evaluasi media dan rencana serta program beberapa think tank Amerika juga menegaskan bahwa Gedung Putih telah berusaha menciptakan ketidakpuasan yang ditargetkan di Iran berdasarkan rencana sebelumnya.

Misalnya, lembaga pemikir nirlaba FDD (Foundation for Defense of Democracies) yang berbasis di Washington D.C dan memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan luar negeri AS terhadap Iran, pada 23 Mei 2022,  --yaitu hampir empat bulan sebelum kerusuhan baru-baru ini dan dalam situasi di mana hanya ada beberapa protes yang tersebar terhadap kenaikan harga di Iran--, dalam sebuah laporan berjudul "Protes sedang meningkat di Iran, pemerintahan Joe Biden dapat membantu," menyarankan pemerintah dan pejabat Gedung Putih untuk mengambil tindakan serius terkait protes tersebut dan mendukungnya.

Penghentian proses perundingan Wina, mendukung protes secara luas di Iran, mengangkat isu pelanggaran hak asasi manusia dan menyediakan internet Starlink untuk pemtes di Iran adalah beberapa rekomendasi FDD kepada pemerintah AS, yang juga telah dilakukan oleh pejabat Gedung Putih.

Dalam pernyataan badan-badan intelijen Iran baru-baru ini disebutkan juga bahwa dinas intelijen Barat dan Zionis akan mengadakan "pelatihan para pelatih perang gabungan" untuk sejumlah besar elemen terkait yang telah ditentukan sebelumnya dan memberi mereka misi untuk mentransfer apa yang mereka pelajari kepada orang lain serta bertindak secara terorganisir. Pencetus pelatihan-pelatihan ini adalah Kemlu AS, dan untuk pelaksanaannya akan dilakukan oleh CIA dan badan-badan serta lembaga-lembaga pemikir.

Fokus utama lain dari gerakan dinas intelijen musuh untuk mengacaukan Iran adalah upaya untuk mempengaruhi berbagai lapisan dan kalangan masyarakat seperti guru, pekerja dan mahasiswa melalui penciptaan kelompok-kelompok palsu dan terkontaminasi dan menciptakan pemimpin untuk penyalahgunaan dan pemanfaatan kalangan tersebut.

Misalnya, menurut pemantauan Twitter, hanya antara 11 September 2022 dan 12 Oktober 2022, muncul lebih dari 50.000 pengguna Twitter baru berbahasa Persia dengan identitas  palsu yang melakukan aktivitas anti-Republik Islam Iran.

Kit Klarenberg, seorang pakar Inggris dan ahli di bidang analisis peran perangkat mata-mata dalam menciptakan persepsi publik, menulis dalam sebuah artikel di situs analisis berita Cradle bahwa "strategi kunci" para psikolog yang dipekerjakan oleh Pentagon adalah untuk meluncurkan dan mengarahkan berbagai media palsu guna memproduksi konten-konten dalam bahasa Farsi. Kegiatan anti-Iran ini berlangsung di platform online terkenal seperti Twitter, Facebook, Instagram, YouTube dan bahkan Telegram.

Penulis menambahkan bahwa dalam beberapa kasus, jurnalis dan pakar palsu muncul di jejaring sosial dengan sejumlah besar pengikut (subcriber/follower)  dan bahkan foto profil mereka dibuat dengan kecerdasan buatan.

Terlepas dari semua tindakan dan tekanan politik, ekonomi dan media dari musuh-musuh poros Barat, Ibrani dan Arab, yang dipimpin oleh AS, kewaspadaan bangsa Iran dan intelijen negara ini, kali ini, seperti di masa lalu, telah berhasil mencegah realisasi tujuan musuh.

Kementerian Intelijen dan Organisasi Intelijen IRGC juga telah menekankan bahwa "Proyek Penghancuran Iran" adalah kegagalan yang memalukan. Ini adalah proyek yang sama yang mereka terapkan sebelumnya di Afghanistan, Irak, Suriah, Yaman dan Libya, tetapi proyek ini akhirnya gagal total karena Iran yang kuat dan kewaspadaan rakyat negara ini. (RA)