Menelisik Strategi Politik Luar Negeri Pemerintahan Raisi
(last modified Fri, 02 Jun 2023 04:51:37 GMT )
Jun 02, 2023 11:51 Asia/Jakarta

Hossein Amirabdollahian, Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran melakukan perjalanan ke Afrika Selatan dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam pertemuan para menteri luar negeri kelompok BRICS.

Kurang dari satu setengah tahun telah berlalu sejak pemerintahan ke-13 Republik Islam Iran yang dipimpin oleh Sayid Ebrahim Raisi. Selama periode ini, pemerintahan Raisi memberikan perhatian khusus pada kebijakan luar negerinya. Kebijakan regional penguatan hubungan bertetangga, revitalisasi JCPOA dan keanggotaan dalam organisasi internasional menjadi tiga strategi utama pemerintah Republik Islam Iran dalam satu setengah tahun terakhir.

Kebijakan regional penguatan hubungan bertetangga ditempuh dalam bentuk menghidupkan atau mengembangkan hubungan dengan negara-negara tetangga. Sehubungan dengan itu dilakukan pemulihan hubungan dengan Arab Saudi dan pengembangan hubungan dengan negara tetangga Republik Islam Iran di Asia Tengah dan Asia Barat.

 

Revitalisasi JCPOA juga menjadi agenda sejak hari-hari pertama pemerintahan Sayid Ebrahim Raisi. Ketika Presiden Amerika Serikat, Joe Biden berulang kali menekankan pemulihan JCPOA, negosiasi JCPOA terhenti sejak Agustus tahun lalu, karena ulah Amerika, terutama penolakan Washington untuk memenuhi kewajibannya di bawah JCPOA terhadap Republik Islam Iran. 

Keanggotaan dalam organisasi internasional yang efektif adalah strategi lain dari pemerintahan Sayid Ebrahim Raisi dalam kebijakan luar negerinya. Dalam hal ini, pada KTT ke-22 negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), yang diselenggarakan oleh Uzbekistan di kota Samarkand, keanggotaan penuh Iran di Organisasi Shanghai diumumkan secara resmi.

Setelah SCO, kini pemerintah Republik Islam Iran meminta untuk bergabung dengan kelompok BRICS. Kelompok BRICS mencakup negara-negara ekonomi baru dunia yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, yang merupakan sekitar setengah dari populasi dunia. Mereka mencakup 30 persen wilayah dunia dan seperempat dari investasi yang dilakukan di dunia telah ditarik di negara-negara ini.

Pertemuan para menteri luar negeri BRICS diadakan di Cape Town, Afrika Selatan mulai Kamis, 1 Juni, dan menteri luar negeri Afrika Selatan telah mengundang menteri luar negeri Iran, Hossein Amirabdollahian, untuk berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.

 

 

Mehdi Safari, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Urusan Diplomasi Ekonomi, menyatakan bahwa 19 negara telah mengajukan keanggotaan dalam kelompok BRICS, dan Republik Islam Iran adalah salah satu negara pertama yang mengajukan keanggotaan dalam kelompok ini.

Pertemuan para menteri luar negeri BRICS, yang akan diadakan di Cape Town, Afrika Selatan, merupakan kesempatan yang baik untuk menjabarkan visi dan rencana Iran untuk menjadi anggota serikat ekonomi ini, serta berkonsultasi dengan anggota untuk memfasilitasi keanggotaan Republik Islam Iran.

Pentingnya keanggotaan dalam lembaga internasional mencakup banyak hal, antara lain kegagalan strategi Barat untuk mengisolasi Iran, kebijakan multilateralisme dalam kebijakan luar negeri, perhatian terhadap pasar baru, dan netralisasi sistem sanksi.

Selain itu, interaksi keuangan dengan mata uang nasional dan perluasan hubungan ekonomi dengan kekuatan baru juga merupakan efek lain dari keanggotaan di lembaga internasional baru.

Mengacu pada permintaan Iran untuk bergabung dengan BRICS, Mehdi Safari mengatakan bahwa salah satu efek dari isu ini mengenai kemudahan Iran melakukan transaksi dengan negara Rusia, Cina, Brasil dan Afrika Selatan yang tergabung dalam grup ini, tanpa menggunakan dolar dan dengan mata uang nasional.(PH)