Pandangan Iran: Haruskah Dunia Khawatir atas Keputusan Nuklir Trump?
-
Amir Saeed Iravani, Duta Besar dan Wakil Tetap Iran di PBB
Pars Today - Iran menanggapi pernyataan Trump tentang dimulainya kembali uji coba senjata nuklir.
Menurut laporan Pars Today, Amir Saeed Iravani, Duta Besar dan Wakil Tetap Republik Islam Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada hari Selasa (04/11/2025) mengirim surat kepada Ketua Dewan Keamanan dan Sekretaris Jenderal PBB untuk menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan ancaman nuklirnya, dengan menyebut pernyataan itu “sangat mengkhawatirkan”.
Iravani menegaskan bahwa pernyataan itu merupakan ancaman serius terhadap perdamaian dan keamanan internasional, serta pelanggaran nyata terhadap kewajiban Amerika Serikat berdasarkan hukum internasional.
Watap Iran untuk PBB menulis, “Presiden Amerika Serikat secara terbuka melalui media sosial pada tanggal 29 Oktober 2025 mengumumkan bahwa ia telah memerintahkan ‘Kementerian Perang Amerika Serikat’ untuk memulai uji coba senjata nuklir berdasarkan prinsip kesetaraan dengan kekuatan nuklir lainnya, dan menegaskan bahwa ‘proses ini akan segera dimulai’. Selanjutnya, pada 31 Oktober 2025, dalam wawancara dengan program ‘60 Minutes’ di jaringan CBS, ia menyatakan bahwa Amerika Serikat 'memiliki begitu banyak senjata nuklir hingga dapat ‘meledakkan dunia sebanyak 150 kali'."
Perwakilan Iran di PBB menambahkan, “Pernyataan sembrono dan retorika impulsif seperti ini, yang datang dari kepala negara pemilik senjata nuklir, mengandung ancaman eksplisit untuk menggunakan senjata nuklir dan menunjukkan niat terbuka untuk melanjutkan kembali uji coba nuklir. Tindakan ini merupakan pelanggaran berat terhadap kewajiban Amerika Serikat di bawah Pasal 6 ‘Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT)’, yang mewajibkan negara-negara anggota untuk mengambil langkah-langkah nyata menuju perlucutan senjata nuklir. Langkah ini juga bertentangan langsung dengan tujuan dan semangat ‘Traktat Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT)’, yang ditandatangani oleh Amerika Serikat, serta melanggar komitmen Washington untuk menghentikan seluruh uji coba nuklir."
Sikap resmi Iran terhadap pendekatan nuklir baru Trump ini muncul di tengah ancaman berulang Trump terhadap program nuklir damai Iran.
Setelah berkomplot dengan Israel dalam serangan terhadap fasilitas nuklir Iran selama Perang 12 Hari rezim Zionis terhadap Iran, Trump terus melontarkan ancaman, dengan berulang kali menyatakan bahwa jika Iran memulai kembali aktivitas nuklirnya, tindakan militer akan diambil.
Dalam acara peringatan berdirinya Angkatan Laut Amerika Serikat, Trump memperingatkan, “Kami telah berlatih selama 22 tahun untuk menyerang lokasi-lokasi nuklir Iran... Jika Iran memulai kembali program nuklirnya, kami tidak akan menunggu lama lagi untuk menyerang Iran.”
Presiden Amerika Serikat yang kontroversial itu, dalam sebuah tindakan yang secara terang-terangan melanggar komitmen internasional Washington, sekaligus meningkatkan ketegangan global dan memicu perlombaan senjata nuklir baru, telah mengumumkan rencana untuk melanjutkan kembali uji coba nuklir. Keputusan ini menandai pergeseran tajam dalam kebijakan lama Amerika Serikat.
Uji coba nuklir terakhir AS dilakukan pada 23 September 1992, tepat sebelum Presiden George H. W. Bush dari Partai Republik, pada akhir Perang Dingin, menghentikan seluruh uji coba tersebut.
Kini tampaknya dunia berada di ambang babak baru dalam perlombaan senjata nuklir yang mahal dan berisiko tinggi. Dengan keputusan nuklir Trump, kemungkinan kembalinya era kompetisi senjata dekade-dekade sebelumnya meningkat.
Kekuatan nuklir besar seperti Rusia dan Tiongkok dapat meniru langkah Amerika Serikat, menggunakan keputusan Washington sebagai pembenaran untuk memulai kembali uji coba nuklir mereka sendiri, yang kemudian dapat membuka jalan bagi Prancis dan Inggris untuk melakukan hal serupa.
Selain itu, negara-negara lain yang memiliki senjata nuklir juga akan memperoleh alasan baru untuk melanjutkan uji coba yang memiliki dampak merusak terhadap lingkungan.
Salah satu alasan utama dibentuknya Traktat Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT) adalah dampak destruktif dan sering kali tak terpulihkan dari uji coba nuklir terhadap lingkungan, baik di lokasi uji maupun di wilayah jauh dari sana.
Pencemaran tanah dan air, polusi atmosfer, serta radiasi nuklir yang berbahaya bagi seluruh makhluk hidup akhirnya membuat negara-negara pemilik senjata nuklir setuju untuk menghentikan uji coba nyata dan beralih ke simulasi laboratorium.
Namun kini, dengan keputusan Trump untuk memulai kembali uji coba nuklir, proses perusakan Bumi tampaknya dihidupkan kembali.
Secara keseluruhan, dimulainya kembali uji coba nuklir oleh Amerika Serikat berpotensi menimbulkan konsekuensi global yang luas, antara lain:
Meningkatnya ketegangan antara kekuatan nuklir utama seperti Rusia, Tiongkok, dan Amerika Serikat
Melemahnya perjanjian pengendalian senjata dan meningkatnya risiko keluarnya negara-negara dari perjanjian internasional
Dorongan bagi negara-negara regional untuk mengembangkan program nuklir mereka sendiri
Peningkatan risiko konflik bersenjata dengan kemungkinan penggunaan senjata pemusnah massal
Meningkatnya pencemaran radioaktif di wilayah uji coba, daerah sekitarnya, dan bahkan wilayah yang jauh
Dengan kebijakan nuklir baru Trump, peran komunitas internasional menjadi semakin penting dalam mengendalikan krisis dan mencegah penyebaran senjata pemusnah massal.
Hanya melalui kerja sama, transparansi, dan diplomasi dunia dapat menghindari kembalinya era kelam Perang Dingin.(sl)