Des 14, 2023 10:59 Asia/Jakarta

Rezim Zionis, yang belum mencapai apa pun dalam perang militer terhadap Palestina, telah menghadapi perang siber yang sangat besar.

Sekitar 70 hari telah berlalu sejak operasi Badai Al-Aqsa. Rezim Zionis menderita kekalahan intelijen dan militer terbesar dalam 75 tahun sejarahnya dalam operasi ini.

Operasi Badai Al-Aqsa

Tingkat kegagalan ini merupakan faktor penting dalam perang besar-besaran Zionis terhadap Gaza. Sebuah perang di mana semua contoh kejahatan perang telah terjadi, tapi sekalipun demikian, rezim Zionis tidak mencapai tujuan militernya, termasuk pembebasan tahanan dan penghancuran Hamas, bahkan menderita kekalahan lagi.

Dengan semua ini, ternyata kegagalan dan kerentanan rezim Zionis dalam 70 hari terakhir tidak hanya terbatas pada arena hard military, tapi rezim ini juga menyaksikan berbagai kerentanan dan ancaman di arena soft.

Organisasi keamanan siber rezim Zionis mengumumkan bahwa lebih dari 2.000 kasus kebocoran informasi pribadi telah diamati dalam dua bulan terakhir, 10 kali lebih banyak dibandingkan hari-hari biasa.

Disebut-sebut, ini merupakan serangan siber terbesar dalam sejarah rezim Zionis.

Volume serangan siber sebesar ini memuat beberapa poin penting.

Pertama, rezim Zionis menghadapi ancaman gabungan militer, intelijen, sosial (migrasi balik) dan siber lebih besar dari sebelumnya.

Kedua, serangan siber semakin intensif dalam dua bulan terakhir karena rezim Zionis menggunakan kekerasan berlebihan terhadap rakyat Palestina dan melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap perdamaian.

Sejatinya, serangan siber besar-besaran merupakan reaksi atas kejahatan Zionis.

Ketiga, serangan siber terhadap rezim Zionis mencakup sasaran yang luas dan tidak terbatas pada beberapa institusi dan organisasi tertentu.

Rezim Zionis, yang belum mencapai apa pun dalam perang militer terhadap Palestina, telah menghadapi perang siber yang sangat besar.

Kereta api, tempat pemurnian dan distribusi air, surat kabar dan media video, lembaga intelijen dan militer serta beberapa lembaga lainnya telah menjadi sasaran serangan siber.

Pada faktanya, berbagai institusi dan organisasi penting Israel telah berkali-kali menjadi sasaran serangan siber besar-besaran.

Gaby Portnoy, Kepala Organisasi Keamanan Siber Zionis, akhir tahun lalu mengumumkan bahwa mereka menghadapi puluhan serangan siber setiap bulannya. Namun kini, serangan siber tersebut sudah mencapai ratusan kasus per hari.

Keempat, beberapa serangan siber merupakan tindakan balasan.

Misalnya, kelompok Cyber Avengers yang menyerang tempat penjernihan dan distribusi air dan menyatakan tindakan ini sebagai reaksi terhadap rezim Zionis terkait pemblokiran air ke Jalur Gaza dan mengirimkan pesan “mata ganti mata” kepada para pemimpin rezim Zionis Israel.

Menurut dokumen yang diterbitkan oleh kelompok Cyber Avengers, mereka telah memperoleh akses ke 18 stasiun pengolahan dan distribusi air di seluruh Wilayah Pendudukan.

Kelima, meningkatnya serangan siber secara signifikan menimbulkan kekhawatiran serius bagi otoritas Zionis.

Perang siber

Karena dalam pandangan mereka, front perang lain antara Zionis dan kelompok perlawanan telah terbentuk, yang tidak dapat dibom seperti konflik militer.

Seperti operasi Badai Al-Aqsa, perang siber telah mempertanyakan kekuatan pencegahan rezim Zionis dan membuktikan kerentanan kekuatan intelijen dan militernya.(sl)

Tags