Akhir Kehadiran Militer AS di Irak; Dari Klaim hingga Fakta
31 Desember 2021 adalah akhir tenggat waktu yang ditentukan bagi penarikan militer Amerika Serikat dari Irak.
Perdana Menteri Irak, Mustafa al-Kadhimi dan Presiden AS, Joe Biden Juni 2021 mencapai kesepakatan di Washington bahwa pasukan tempur Amerika akan keluar dari Irak akhir 2021, namun sejumlah militer negara ini masih akan ditempatkan di Baghdad dengan misi penasihat untuk memberi pelatihan terhadap militer Irak.
Jumat (31/12/2021) dan akhir tenggat waktu yang disepakati bulan Juni lalu. Mustafa al-Kadhimi Kamis (30/12/2021) menyatakan, pasukan tempur Amerika keluar dari negara ini, tapi sejumlah penasihat militer Amerika tiba di irak. Selain itu, Yahya Rasool, jubir panglima militer Irak seraya menjelaskan bahwa saat ini tidak ada pasukan tempur milik koalisi AS yang hadir di Irak, mengatakan, “Pasukan asing yang ditempatkan di Irak adalah penasihat militer yang memiliki misi untuk memberi jasa konsultasi di bidang militer.”
Sementara itu, Tahsin al-Khafaji, jubir Pusat Operasi Gabungan Irak juga mengatakan, keluarnya pasukan Amerika dari pangkalan Ain al-Assad telah selesai dan yang tinggal hanya penasihat militer.
Di saat pejabat Irak mengonfirmasikan keluarnya militer Amerika dari negara ini, McGurk, seorang pejabat AS mengatakan tidak ada pasukan yang akan keluar dari Irak, dan yang berubah hanya penyebutan dari pasukan tempur menjadi instruktur dan penasihat.
Terlepas dari statemen ini, hanya sedikit orang di Irak yang menerima bahwa pasukan Amerika keluar dari negara ini. Dengan kata lain, kubu yang menentang kehadiran militer AS di Irak meyakini bahwa apa yang diklaim sebagai penarikan pasukan AS dari negara ini sekedar untuk mereduksi ketegangan soal pasukan ini, menghindari keputusan 5 Januari 2020 parlemen dan untuk menipu opini publik.
Berdasarkan resolusi parlemen Irak pada 5 Januari 2020, seluruh pasukan asing harus keluar secara total dari negara ini. Oleh karena itu, di resolusi parlemen Irak tidak dicantumkan sebutan penasihat asing dengan tujuan apapun di Irak. Dengan demikian, langkah pemerintah al-Kadhimi untuk mempertahankan pasukan Amerika dengan klaim sebagai penasihat dan instruktur militer bertentangan dengan keputusan parlemen.
Terdapat sejumlah faktor yang mendorong berbagai faksi muqawama Irak terkait penarikan total militer Amerika dari negara ini, tapi dua faktor ini yang paling penting.
Pertama, keberadaan militer Amerika secara praktis tidak memiliki manfaat militer bagi Irak. Pada dasarnya Amerika menolak keberadaan militer kuat dan profesional di kawasan Asia Barat. Sekaitan dengan ini, Mahmoud al-Rabi’i mengatakan, “Pembicaraan mengenai pelatihan dan jasa konsultasi adalah kebohongan besar. Amerika tidak membangun sebuah negara dan tidak mempersenjatai militernya. Ketika berbicara mengenai pelatihan militer, pengalaman di Afghanistan merupakan bukti terbaik akan kegagalan dan niat buruk Amerika.”
Kedua, keberadaan militer AS di Irak menginjak-injak darah syuhada muqawama. Amerika Serikat pada 3 Januari 2020 melakukan sebuah kejahatan besar meneror Komandan pasukan Quds IRGC, Letjen. Qasem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis di dekat Bandara Udara Baghdad. Setelah kejahatan ini, Amerika di wilayah Irak juga menggugurkan puluhan anggota pasukan muqawama. Tekanan untuk penarikan penuh militer AS dari Irak sebuah upaya untuk menjaga kedaulatan Irak dan menuntut darah syuhada muqawama, dan kehadiran penasihat militer AS termasuk pelanggaran atas tujuan ini.
Pendekatan yang saat ini dilaksanakan terkait militer AS di Irak dapat memicu konfrontasi lebih besar antara faksi Irak dan militer Amerika. Faksi muqawama Irak memperingatkan bahwa jika pasukan Amerika masih bercokol di negara ini, mereka akan menindaknya dan faksi ini menilainya sebagai pelanggaran kedaulatan negaranya.
Mahmoud al-Rabi’i, jubir Faksi al-Sadeghoun yang berafiliasi dengan kelompok Gerakan Asaib Ahl Al Haq Irak terkait jasa konsultasi kepada militer Irak mengatakan, pembicaraan mengenai pelatihan dan konsultasi menggelikan. Perubahan misi pasukan Amerika sebuah upaya untuk mencari alasan dan mempertahankan keberadaan pasukan penjajah di wilayah Irak, dan keberadaan mereka bertentangan dengan keinginan rakyat serta keputusan parlemen Irak. (MF)