Pendekatan Keamanan Al Khalifa terhadap Rakyat Bahrain
(last modified Fri, 24 Jun 2016 09:55:43 GMT )
Jun 24, 2016 16:55 Asia/Jakarta
  • Pendekatan Keamanan Al Khalifa terhadap Rakyat Bahrain

Pasca pengumuman pencabutan kewarganegaraan Sheikh Isa Qassim, ulama terkemuka Bahrain, Kementerian Kehakiman negara ini meminta percepatan proses peradilan untuk membubarkan Komunitas Islam Nasional al-Wefaq Bahrain atas tuduhan apa yang disebut sebagai "memberi peluang meluasnya terorisme.

Protes damai rakyat Bahrain terhadap penindasan rezim Al Khalifa dimulai pada tanggal 14 Februari 2011. Mereka memprotes kediktatoran rezim Al Khalifa dan menuntut reformasi, kebebasan, keadilan dan penghapusan diskriminasi. Namun, tuntutan damai tersebut disambut dengan kekerasan oleh Manama. Dengan bantuan pasukan Arab Saudi, rezim Al Khalifa menumpas oposisi.

Sejak meletusnya protes rakyat, cara untuk menangani para pengunjuk rasa damai berubah menjadi isu penting dalam keluarga Al Khalifa. Sebuah kelompok yang dipimpin oleh Putra Mahkota Bahrain menuntut pengambilan strategi politik dan perhatian kepada tuntutan oposisi, namun kelompok lainnya yang dipimpin oleh Perdana Menteri menuntut untuk mengadopsi solusi keamanan, penumpasan oposisi dan pengabaian terhadap tuntutan mereka.

Akhirnya, dengan dukungan Arab Saudi kepada pendekatan keamanan yang dipimpin PM Bahrain, rezim Al Khalifa mengadopsi pendekatan konfrontatif dan penumpasan para pengunjuk rasa. Oleh karena itu, selama 64 bulan lalu, tidak ada solusi politik serius yang diambil untuk mengakhiri krisis Bahrain.

Salah satu pendekatan keamanan terpenting yang diambil rezim Al Khalifa adalah mencabut kewarganegaraan para pemrotes dan tokoh-tokoh terkemuka khususnya ulama Bahrain. Kebijakan pencabutan kewarganegaraan ini dalam kerangka untuk mengubah susunan demografi Bahrain, di mana rezim Manama telah meningkatkan kebijakan tersebut dalam satu dekade lalu.

Baru-baru ini, rezim Al Khalifa juga mencabut kewarganegaraan Sheikh Isa Qassim, ulama besar Syiah Bahrain. Keputusan ini telah menimbulkan banyak reaksi dan kecaman, bahkan Amerika Serikat sebagai salah satu sekutu dan pendukung utama rezim Al Khalifa mengkritik keputusan tersebut.

Meski demikian, rezim Bahrain yakin bahwa tidak akan ada langkah serius dari para pemain trans-regional dan lembaga-lembaga internasional termasuk PBB untuk merespon keputusannya itu. Tanpa mempedulikan gelombang protes dan kecaman, rezim Al Khalifa menuntut percepatan pembubaran komunitas al-Wefaq.

Menyusul permintaan Sheikh Khalid bin Ali bin Abdulla Al Khalifa, Menteri Kehakiman Bahrain, Pengadilan Tata Usaha Negara menggelar sidang pada tanggal 24 Juni. Padahal sebelumnya, sidang ini dijadwalkan akan digelar pada tanggal 6 Oktober. Pengadilan tersebut juga mengumumkan bahwa keputusan terkait pelarangan aktivitas al-Wefaq, penyitaan propertinya dan penutupan kantor-kantor komunitas ini akan diumumkan pada tanggal 4 September.

Tampaknya, rencana keputusan rezim Bahrain untuk membubarkan al-Wefaq dilakukan melalui konsultasi dengan Arab Saudi dan mencotoh perilaku Mesir yang membubarkan Ikhwanul Muslimin dan menyebut kelompok ini sebagai teroris.

Seperti halnya yang dilakukan pemerintah Presiden Abdel Fattah El Sisi terhadap para pemimpin Ikhwanul Muslimin Mesir, yaitu memenjarakan mereka selama bertahun-tahun dan bahkan menghukum mati, rezim Al Khalifa juga menjatuhkan hukuman penjara selama sembilan tahun terhadap Sheikh Ali Salman, Sekretaris Jenderal al-Wefaq.

Namun satu hal penting di sini adalah setiap pendekatan keamanan terhadap oposisi dan lembaga-lembaga sipil ditingkatkan oleh rezim Manama, tekad oposisi, tokoh-tokoh dan berbagai lembaga politik Bahrain akan semakin kuat untuk melanjutkan protes legal mereka hingga tuntutan sah mereka dipenuhi. (RA)

Tags