Kebijakan Represif Al Khalifa dan Protes Internasional
(last modified Mon, 19 Sep 2016 11:52:00 GMT )
Sep 19, 2016 18:52 Asia/Jakarta
  • Kebijakan Represif Al Khalifa dan Protes Internasional

Rezim Al Khalifa melanjutkan kebijakan represifnya terhadap rakyat Bahrain dan menindas para aktivis politik dan ulama di negara pesisir Teluk Persia ini.

Amnesty Internasional sekali lagi menuntut rezim Al Khalifa untuk menyediakan ruang bagi pembebasan para oposisi yang ditangkap dalam kerangka proses penyelesaian krisis di Bahrain.

 

Amnesty Internasional dalam sebuah laporan pada Senin, 19 September 2016 mengkritik rezim Al Khalifa yang melanjutkan penangkapan dan pengadilan yang berat sebelah terhadap para aktivis politik Bahrain.

 

Organisasi internasional yang mempromosikan Hak Asasi Manusia itu menyebutkan, kelanjutan penangkapan aktivis politik Bahrain akan menyebabkan krisis politik di negara ini semakin rumit dan kompleks.

 

Amnesty Internasional dalam laporannya, juga mengecam penangkapan Saeed al-Samahiji, dokter terkemuka Bahrain, disebabkan penggunaan damai dari hak-haknya untuk kebebasan berekspresi.

 

Selain itu, organisasi non-pemerintah internasional itu menegaskan dukungannya kepada al-Samahiji dan para aktivis politik lainya serta menentang segala bentuk penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap para tahanan politik Bahrain.

 

Aparat keamanan rezim Al Khalifa menangkap al-Samahiji pada tanggal 3 Januari atas tuduhan menghina Raja Arab Saudi dan menyerukan masyarakat untuk berunjuk rasa. Pada bulan April, ia divonis hukuman penjara selama setahun.

 

Berdasarkan laporan Pusat HAM Bahrain, jumlah tahanan politik di negara ini meningkat pada tahun ini, bahkan jumlah mereka mencapai 1.000 orang. Mayoritas tuduhan yang dilontarkan adalah karena menentang kebijakan rasis Al Khalifa.

 

Meningkatnya penangkapan terhadap aktivis politik Bahrain terjadi ketika dalam lima tahun lalu, lembaga-lembaga dan para tokoh internasional terutama Sekretaris Jenderal PBB berulang kali mendesak rezim Al Khalifa untuk mematuhi piagam internasional khususnya melindungi hak-hak sipil dan politik serta mencabut undang-undang Bahrain yang menganggap penggunaan damai atas hak kebebasan berekspresi sebagai kejahatan.

 

Sementara  itu, rezim Al Khalifa alih-alih memperhatikan peringatan internasional itu, rezim ini justru melanjutkan kebijakan penumpasan oposisi politik, penangkapan dan pengadilan terhadap mereka.

 

Sejak awal tahun ini, rezim Manama juga menerapkan program pencabutan kewarganegaraan para oposisi politik termasuk kewarganegaraan Sheikh Isa Qassim, ulamat besar Syiah Bahrain. Tindakan ini menuai kecaman luas dari kalangan internal dan internasional.

 

Tindakan represif di Bahrain berlanjut ketika Deklarasi Universal HAM menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak atas kewarganegaraan dan tidak ada seorangpun yang berhak untuk menghapusnya.

 

Sejak 14 Februari 2011, rakyat Bahrain bangkit melawan kediktatoran rezim Al Khalifa. Mereka berunjuk rasa damai untuk menuntut kebebasan, keadilan, penghapusan diskriminasi dan berdirinya pemerintahan yang dipilih langsung rakyat. Namun, tuntutan damai ini disambut dengan kekerasan oleh rezim Al Khalifa. Rezim ini menumpas para revolusioner dengan bantuan pasukan Saudi.

 

Tampaknya, rezim Al Khalifa berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara. Rezim ini ingin menumpas dan memadamkan api kebangkitan rakyat Bahrain dengan cara menghapus mereka dari arena politik dan sosial.

 

Kekuasan penuh di Bahrain berada di tangan keluarga Al Khalifa. Jabatan di semua sektor dan kabinet dikuasai oleh orang-orang terdekat rezim, termasuk Perdana Menteri. Sejak awal dekade 1970-an hingga sekarang, Bahrain hanya memiliki satu PM. Ia adalah Khalifa bin Salman Al Khalifa, saudara Raja Bahrain sebelumnya dan paman Raja Bahrain sekarang. (RA)

 

Tags