Mengabarkan Tentang Akhir Usianya
-
Imam Musa bin Jakfar as
Ketika Harun Rasyid memenjarakan Imam Musa bin Jakfar as dan melihat mukjizat beliau di penjara, Harun lantas bermusyawarah dengan Yahya bin Khalid Barmaki dan dia menjawab, “Menurutku penjarakan dengan cara tahanan bebas dan lakukan silaturrahim dengannya.”
Lalu Harun berkata kepadanya, “Kalau begitu pergilah ke penjara dan lepaslah rantai besi darinya dan sampaikan salamku kepadanya dan katakan, anak pamanmu mengatakan kepadamu; aku berjanji tidak akan membebaskanmu sampai engkau mengakui kesalahanmu bahwa engkau telah berbuat buruk terhadapku dan mintalah maaf kepadaku dan meminta maaf ini bukan sesuatu yang buruk dan memalukan. Sekarang Yahya bin Khalid adalah menteri dan orang kepercayaanku dan seperti tangan kananku. Yakni mengakui kesalahan di hadapannya sama dengan mengaku di hadapanku.”
Kemudian Imam Musa as berkata kepada Yahya, “Sisa usiaku tidak lebih dari seminggu. Yakni Harun sedang memikirkan tentang pembunuhanku dan dia akan membunuhku. Pengakuan ini adalah alasan untuk membunuhku.”
Kemudian Imam Musa as mengisyaratkan tentang akibat buruk Yahya dan keluarganya dan berkata kepadanya, “Hati-hatilah kamu dan anak-anakmu dari Harun. Katakan kepada Harun bahwa secepatnya dia akan dihadirkan di hadapan mahkamah keadilan ilahi dan di hadapan Rasulullah. Pada saat itu akan jelas bahwa siapakah di antara kamu dan aku yang menzalimi.”
Ketika Yahya menyampaikan pesan ini kepada Harun, dia berkata, “Seakan-akan ada perselisihan kenabian.”
Penentuan Wali Allah
Saya masuk ke dalam rumahnya Imam Musa bin Jakfar as dan ingin bertanya kepada beliau tentang siapakah hujjah Allah untuk masyarakat setelah beliau. Saat itu saya belum menyampaikan keinginan saya beliau sudah berkata:
“Hai Sulaiman, tentunya putraku Ali adalah washiku dan hujjahnya Allah untuk masyarakat setelahku. Dia adalah anakku yang paling utama.”
Kemudian beliau melanjutkan, “Bila umurmu masih tersisa setelahku, maka jadilah saksinya di hadapan masayrakat dan orang-orang yang ingin tahu siapa imam setelahku.”
Mimpinya Mahdi Abbasi
Ibnu Syahr Asyub mengatakan, “Ketika masyarakat berbaiat kepada Muhammad yang terkenal dengan Mahdi Abbasi, dia memanggil Qa’thabah di pertengahan malam dan berkata, “Keikhlasan ayah dan saudaramu kepadaku lebih terang dan jelas daripada sinar matahari. Tapi aku tidak tahu bagaimana dengan kondisimu.
Dia berkata, “Kecintaanku sebatas harta dan jiwaku aku korbankan untukmu.”
Mahdi berkata, “Semua masyarakat juga demikian. Yakni engkau tidak memiliki kelebihan dari yang lainnya dan ini bukan tanda keikhlasan.”
Hamid bin Qa’thabah mengatakan, “Kecintaanku sebatas aku korbankan semua jiwa, harta, keluarga dan anak-anakku demi kamu.”
Mahdi tidak memberikan jawaban dan Hamid menyadari bahwa Mahdi belum puas. Oleh karena itu dia berkata, “Aku akan mengorbankan harta, jiwa, keluarga dan anakku serta agamaku untukmu.”
Mahdi gembira dan mengambil janji darinya dan memerintahkannya untuk membunuh Imam Musa as di waktu mendekati subuh.
Kemudian Mahdi tidur dan mimpi melihat Imam Ali as mengisyaratkan kepadanya dan membaca ayat ini:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS. Muhammad: 22)
Lalu dia bangun dalam ketakutan dan melarang Hamid dari apa yang diperintahkannya. Kemudian dia menghormati Imam Musa Kazhim as.
Menghancurkan Akal Dan Pemikiran
Imam Musa Kazhim as berkata, “Orang yang mengutamakan tiga perkara atas tiga perkara lainnya, seperti orang yang membantu merusak akalnya sendiri:
1. Orang yang memadamkan cahaya pemikirannya dengan angan-angannya yang panjang.
2. Menghancurkan ucapannya yang penuh hikmah dengan ucapan yang sia-sia.
3. Memadamkan cahaya ibrat [mengambil pelajaran] dengan kemauan hawa nafsu.
Dengan demikian orang seperti telah membantu menghancurkan akalnya dengan kemauan hawa nafsunya dan orang yang telah menghancurkan akalnya, maka dia telah menghancurkan agama dan dunianya. (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Musa Kazdim as