Dampak Bercokolnya AS di Irak
Juru bicara pasukan relawan rakyat al-Hashd al-Shaabi, Karim al-Nuri mengatakan, keberadaan militer Amerika Serikat di Irak akan mendorong kembalinya terorisme di negara ini.
Seraya memperingatkan dampak berlanjutnya kehadiran militer Amerika di Irak, Karim al-Nuri menambahkan, kehadiran militer AS di Irak sejak tahun 2003 hingga kini menjadi faktor utama tumbuhnya teroris Daesh dan daya tarik teroris dari seluruh dunia ke Irak.
Kehadiran militer AS di Irak yang jumlahnya mencapai sekitara sembilan ribu, telah membuat khawatir opini publik Irak. Pasukan Amerika yang terpaksa ditarik dari Irak tahun 2011 akibat kegagalan berulang mereka melawan resistensi dan represi rakyat Irak, pada tahun 2014 dengan dalih melawan teroris Daesh dan dalam koridor koalisi internasional anti Daesh kembali ditempatkan di Irak.
Petinggi Amerika dengan berbagai metode berusaha melanjutkan kehadiran militernya di Irak di era pasca Daesh. Oleh karena itu, mereka menyatakan meski Daesh kalah, tapi pasukan Amerika di negara ini tidak akan ditarik. Kebijakan baru AS di Irak untuk melanggengkan kehadiran militernya dan mengucilkan sejumlah kelompok politik di era pasca Daesh, dapat memicu krisis baru di Irak.
Amerika sejatinya ingin melanggengkan kehadiran militernya di Irak melalui aksi destruktif Daesh. Koalisi Amerika yang diklaim sebagai koalisi anti terorisme bukan saja berubah menjadi kelompok pembantai warga sipil dan militer di Irak dan Suriah, serta aksi-aksi malah menyulitkan upaya perang melawan terorisme. Bahkan koalisi AS ini berubah menjadi kelompok pemcipta dan pendukung teroris di kawasan.
Terkait hal ini, Hillary Clinton, mantan menteri luar negeri Amerika di buku memorialnya "Hard Choices" secara tranparan mengakui bahwa Kita sendiri yang membentuk Daesh.
Tujuan dan aksi koalisi agresor Amerika penyempurna peran kelompok teroris dalam merusak Irak dan memperpanjang perang serta krisis di negara ini. Hal ini tentu saja kian menambah kekhawatiran atas berlanjutnya pergerakan mencurigakan dan bias Amerika tersebut.
Di atmosfer seperti ini petinggi Irak berulang kali menuntut penyidikan penuh terkait intervensi Amerika di Baghdad khususnya agresi 2003 ke negara mereka. Petinggi Irak yakin bahwa intervensi AS di Irak telah membuka pintu bagi seluruh kelompok teroris di seluruh dunia untuk berbondong-bondong masuk ke negara ini. Amerika dan Inggris di tahun 2003 menyerang Irak dengan dalih rezim Saddam Husein memiliki senjata pemusnah massal.
Kinerja Amerika menunjukkan bahwa senjata pemusnah massal bukan satu-satunya yang dikekar oleh AS dan Inggris. Pasalnya justru Amerika dan Inggris yang mempersenjatai Saddam Husein dengan senjata pemusnah massal. Intervensi militer langsung AS di Irak dan pendudukan negara ini bukan saja gagal merealisasikan keamanan bagi bangsa Irak, bahkan sebaliknya malah mendorong kemunculan dan maraknya aktivitas kelompok teroris termasuk al-Qaeda dan Daesh.
Pasca penarikan pasukannya dari Irak di akhir tahun 2011, Amerika bahkan melanjutkan konspirasinya untuk melemahkan pemerintah pusat Baghdad. Proses ini kemudian disusul dengan masukanya kelompok teroris Daesh ke berbagai wilayah Irak mulai Juni 2011. Peristiwa ini terjadi dengan pengkhianatan anasir Irak dukungan Amerika Serikat.
Transformasi regional menunjukkan bahwa di mana saja Amerika secara langsung terlibat intervensi militer, segala sesuatu pasti hancur dan kelompok perusak akan mencul dari wilayah yang dijajak Amerika. Realita seperti ini mendorong kekhawatiran besar bangsa Irak terkait dampak berlanjutnya kehadiran militer Amerika di negara mereka.
Reaksi luas di Irak terhadap kehadiran militer Amerika membenarkan eskalasi sentimen anti AS di Irak dan menunjukkan pengulangan peristiwa tahun 2011 yang berujung pada penarikan pasukan Amerika dari wilayah Irak. (MF)